Rencangan Kasar

4 0 0
                                    

     “Pritttt!!!!!” suara peluit itu menggelegar di langit sekolahku hari ini. Burung-burung yang hinggap di dahan pohon yang mendengarnya terkejut, serontak langsung terbang berlarian ke sana ke mari. Bertemankan desiran angin pagi ini, teriakan teman-temanku seketika pecah bersama mulai berlarinya enam temanku. Dengan memakai seragam olahraga, pagi ini kami satu kelas melaksanakan praktik kebugaran jasmani. Yang diujikan bukan lari yang hanya diambil siapa yang paling cepat sampai, tapi lari yang diambil berdasarkan kepandaian mengatur strategi. Yoyo test, ya nama tes kebugaran yang diterapkan di sekolahku.

      Itulah program yang biasa diterapkan di sekolahku. Yah, bisa dibilang susah si buat aku yang baru-baru ini masuk menjadi kelas sepuluh di salah satu SMA di kota bayu ini. Berlari dengan perhitungan waktu dan mengharuskan siapa saja yang melakukan tes mengikuti petunjuk dari audio yoyo test, yakni bunyi beep. Setiap satu putaran (pulang-pergi) terhitung satu level. Setiap satu level naik ke level berikutnya, terdapat pengurangan waktu. Nah, inilah yang membuatku harus ekstra mengatur strategi agar sampai pada level tertinggi dengan kondisi yang baik.

     “Ayo ganti kelompok selanjutnya.” ujar Pak Arif dengan lagaknya yang khas. Kami yang mendengar hal itu langsung berbaris rapi pada start awal sebelum berlari. Tak terkecuali aku yang tengah duduk seketika berdiri dan berlari menuju start. Dengan penuh percaya diri aku kerahkan semua tenagaku dan mulai atur stategi. “Beepaudio yoyo test kala itu berbunyi, tanda bahwa aku harus berlari sekarang. Pada awal ini, aku hanya berlari pelan. Meski harus tertinggal oleh teman-temanku, biarkan. Inilah strategi yang kubangun. Pelan di awal yang akan berbuah di akhir dengan mencapai level tertinggi, gumamku dalam hati.

     Berlari dengan panjang lintasan dua puluh meter ini sempat membuatku tenang. Namun semakin ke sini, audio semakin cepat berbunyi “beep”. Bunyi yang paling tak kusukai selama tes ini berlangsung. Alhasil semakin bertambah level, semakin aku harus menambah kecepatanku berlari. Berharap audio berbunyi saat aku tepat tiba di titik akhir level. Sebenarnya mudah untuk melakukan yoyo test ini, jika kita punya strategi. Seperti halnya kawanku yang masih saja semangat berlari. Aku yang semakin ke sini semakin tergopoh-gopoh menjadi kalah jauh dari temanku yang satu ini. Ya, Esti namanya. Nama apik dari seorang pendaki gunung. Pendaki gunung? Tentu saja ia dengan mudah untuk menjalani yoyo test ini. Dibandingkan aku yang hanya seorang mantan aktivis pramuka, kalah jauh.
Aku yang sudah menyiratkan kemerahan di wajah, bak seorang bayi yang baru dilahirkan ke dunia ini memutuskan berhenti setelah melakukan recovery selama sepuluh detik di level 6.0. Napas yang masih terengah-engah berjalan menuju Pak Arif yang tengah berdiri di pinggir lapangan. “Dara Pramita, nomer absen dua belas di level 6.0 Pak.” laporku pada Pak Arif.

     “Oke.” jawabnya singkat sembari mengeluarkan tangan dari saku dan mulai mencari di mana letak  namaku berada dalam kolom nilai. Tak menunggu lama, aku cepat-cepat duduk di tepi lapangan berkumpul bersama teman-temanku yang sudah berjuang dalam medan lapangan ini. Kutengok ke arah lapangan, tampak Esti yang masih saja semangat bolak-balik berlari seperti setrika yang sedang bekerja menghaluskan baju. Perempuan dengan notaben anak pala ini tak henti-hentinya menyiksa diri untuk berlari sekuat tenaga. Bak seorang atlet handal dalam pertandingan laga Internasional. Aku dan teman-temanku bersorak-sorak menyemangati kawanku yang satu ini. Tak menunggu waktu lama, di titik  level 7.0 Esti berbalik badan. Keluar dari medan laganya. Menyiratkan wajah bahagia yang bercampur dengan keringat yang mengalir dalam wajahnya. Kulihat baju yang ia kenakan pun basah dibuatnya.

     “Kuat banget Sampeyan ya.” ujarku memberi penghargaan.

     “Hehehe, alhamdulillah. Ini ma sekalian tak buat latihan, biar nggak kaget pas di gunung.” ujarnya dengan masih terengah-engah.

     “Woih siap, anak gunung kuat-kuat gini ya.” ujarku.

     “Anak orang ya, bukan anak gunung, hehehehe....” ujarnya yang disambung oleh semua temanku tertawa.

     Hari ini, langit begitu cerah. Nampak awan yang sama sekali tak mengganggu niat baik sang bagaskara menyapa dunia hari ini. Lambaian alunan angin di kota bayu yang sedikit lebih kencang dari biasanya, membuatku tak terasa panas walau berada di bawah sorotan sinar bagaskara ini. Sembari menikmati pertandingan dalam laga yoyo test ini, aku terbayang akan jawaban Sanu tentang lomba itu. Entah mengapa aku tak begitu yakin dengannya. Ya sih, walau tampak sekali rajin dan bertanggungjawabnya dia pada tugas kelas, tak menjamin ia bakal mengiyakan ajakan lomba yang sama sekali ia tak paham. Mustahil, pikirku dalam hati.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 25, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SEMUWhere stories live. Discover now