Akhir dan Awal

20 3 0
                                    

Dentingan piring dan garpu, langit yang kini mulai meredup. Setelah kalimat-kalimat asing itu terlontar dari mulut lelaki di hadapanku ini, pegangan yang erat pada gelas minumanku perlahan namun pasti akhirnya melonggar.

Pandanganku kini hanya jatuh pada meja tempatku menumpukan beban tubuh lewat lengan kiriku dan aku tidak, ya, aku tidak menangis, pelupuk mataku bahkan tak panas sama sekali, hanya saja tubuhku lemas setengah mati. Kalau aku tak duduk di kursi ini sudah kupastikan tubuhku sudah bersimpuh di atas lantai.

"Aya?" Lelaki di hadapanku ini menatapku lurus. Lagi-lagi ia melepas napasnya dengan kasar sembari menyilangkan kedua tangannya di bawah dadanya, "aku sudah jujur. Seperti yang kamu minta selama ini, aku sudah jujur. Aku jadi semakin bingung kalau respons yang kamu kasih ke aku cuma diam begini."

Mendengarnya berkata seperti itu membuatku menarik kepalaku dan membelalakkan mata. Aku berdecak tak percaya, lelaki sinting.

"Respons seperti apa yang kamu harapkan?" Aku kembali duduk tegap, kali ini kesadaranku kembali pulih, entah bagaimana, terjadi dan pulih dengan sendirinya.

"Kamu berharap aku nangis? Berharap minta kamu bilang kalau semua itu bohong?" Aku menaikkan sebelah alisku, lalu berdecak lagi, "atau kamu berharap aku tetap minta kamu buat stay?"

Kulihat air muka lelaki di hadapanku ini berubah, rahangnya mengeras. "Thank you udah mengumpulkan keberanian untuk jujur dan thank you juga buat 3 tahun ini. Semoga kita gak berurusan apa-apa lagi setelah ini." Akhirnya aku mengakhiri, aku menarik tali tas selempangku.

Aku beranjak dari kursi sedang ia berdecak sambil menggelengkan kepalanya, aku menatapnya tanpa ekspresi, menahan segala emosi. Dengan setengah tertawa ia berkata, "oh, kamu lebih tangguh dari kelihatannya, ya? Tapi, jangan lupa, karena kamu berharap kita gak ada urusan apa-apa lagi setelah ini, kamu seharusnya ingat di mana kamu mendapatkan uang dan siapa pemiliknya," senyuman licik itu memudar, "gapapa, pikirin dulu aja." Ia mengakhiri dengan tatapan tajam dan wajah yang datar.

Dengan dada yang berdebar dan pelupuk mata yang terasa mulai seperti terbakar, aku pun bergegas memilih untuk berjalan dan meninggalkannya.

Tepat setelah melewati pintu keluar, kurasakan leher hingga lenganku basah. Pertahananku yang kokoh akhirnya runtuh saat itu juga, mataku mulai basah dan tungkai kakiku terasa sangat lemah.

Lelaki brengsek!

••••

Gravity by Sara Bareilles on mulmed.

Jangan lupa vote dan comment, ya, teman-teman, hihihi!!! 🥰

Titik TemuWhere stories live. Discover now