5 | FEELING

50 9 5
                                    

Pukul sembilan pagi ini, Varellita harus berlari menuju UKS. Padahal ia baru saja makan jajan coki-coki tadi dan mengerjakan soal tentang anatomi tubuh, tapi, saat ia membuka hape nya. Ada pesan dari Jennie.

Kak Jen : kesini atau keluar aja dari PMR.

Dengan gelagapan, ia langsung lari keluar kelas, ijin nya aja sambil teriak di koridor. Itu pun karena Bagas memanggilnya untuk kembali masuk. Untung lagi ga ada guru yang jaga.

Gadis itu masih terus berlari, ya gimana. UKS lebih cepat di gapai kalau ia berada di lab.keperawatan ataupun gedung kelas 11 keperawatan. Sekarang, pagi-pagi ga ada hujan, ga ada petir, langsung ada peringatan. Emang ya, dunia ini kejam.

Keringat sudah bercucuran di dahi Varell, padahal ia ga lagi pakai seragam kejuruan, cuma seragam OSIS tanpa dasi. Tapi, Semarang hari ini memang panas betul, sepanas kepala Varel yang bingung nanti kalau harus ketemu Jennie yang lagi misuh-misuh.

Sebagai sekretaris PMR, ia pasti harus meladeni Jennie yang notabenenya ketua dan sibuk kalau masalah urusan UKS. Tapi, semua itu telah ter- back up oleh bantuan Chisbiya. Karena Chisbi itu wakil paling setia yang rela dirinya di jadikan babu.

Kasian.

Beberapa langkah lagi ia sampai. Dirinya sudah bisa membayangkan bagaimana nanti Jennie pasti akan mengomel panjang kali lebar dengan raut muka yang menggemaskan seperti anak kucing kalau ngamuk. Bayangin aja.

Cewek kayak Jennie pas lagi marah, tapi mukanya imut kayak kucing. Siapa yang tahan coba? Ada kok, Chisbi.

"Mau kemana lo?"

"EE MAMI COPOT!"

Varel mendengus, memutar arah dengan sorot mata penuh dengan kejengkelan, "he dasar arang gosong, kalau gue pingsan gimana? Ha gimana?!" Serunya dengan tidak santai.

Abib, ya siapa lagi kakak kelas yang suka gangguin Varel. Pemuda itu tersenyum tipis seraya maju ke arah Varellita. Dengan rambut yang sedikit basah dan kerah baju yang sedikit terbuka menambah kesan seksi serta tegas pada Abib.

Sat, kok ganteng?

"Ngapain lo cabut?"

Suara Abib membawa Varel ke alam nyata, dengan sedikit gelagapan, gadis itu menjawab, "tadi anu, itu, di panggil Kak Jennie!"

"Ngapain?"

"Transaksi narkoba."

"HE BERANI YA LO?!"

"YA LO NGAPAIN PERCAYA SAMA GUE?!"

"LO BENERAN JUAL NARKOBA?"

"MANA ADA GOBLOK, DAH GUE MAU LEWAT!!"

Baru saja ia melangkah, tangannya di tahan oleh Abib, "ngapain sih pegang-pegang?!" sahutnya dengan nyolot.

Abib diam, masih melihat wajah Varell dengan serius. Matanya yang tajam melihat dengan tenang ke bola mata Varellita, membuat gadis itu cepat-cepat mengalihkan pandangannya. Kalau kelamaan lihat bisa-bisa ambyar nanti.

"Dah sana pergi, ganggu orang lewat aja," kata Abib pada akhirnya lalu pemuda itu pergi, melangkah jauh kearah gedung kelas nya.

Varellita menganga, gadis itu tak percaya apa yang baru saja terjadi. "Orang gila."

"Kak Jen, emang kalau ga di bolehin, ga bisa nyari tanamannya di greenhouse sekolah aja?" Varellita yang sedang mengetik proporsional di sudut ruangan jadi menoleh.

"Please ya Bi, kalau gitu mending gue ga usah buat proposal perijinan kegiatan!" Jawabnya dengan cepat, membuat Chisbiya menghembuskan nafas sabar.

MAKNAE 2020 [ T A M A T ]Where stories live. Discover now