Luka Mayang 20

1.2K 62 5
                                    


Azmir terdiam dalam ketakutannya. Raka tak mau masuk ke dalam karena baunya begitu menyengat. Tubuh Dahlia kaku, rongga mulutnya pun mengeluarkan bau busuk menyengat. Mawar mengambil kain dan terpaksa menutup mulut ibunya karena tidak bisa ditutup paksa.

"Mas, beliau sudah meninggal atau belum?" tanya Raka dari luar.

"Kayaknya belum, Ka. Napasnya masih naik turun kok," jawab Azmir. "Denyut nadinya juga melemah."

"Kenapa nggak bawa ke dokter aja, Bu?" Kali ini, Mawar sudah tak tahu lagi harus berbuat apa. Ia terduduk dan menitihkan air mata.

"Mau dokter, dukun, ustad, nggak ada yang bisa nolong, Nak. Sia-sia habis duit jutaan malah tambah parah," ucap Mawar tersedu-sedu. Raka terdiam untuk berpikir sejenak. Seingatnya ia mengenal ayah temannya yang pandai urusan seperti ini.

Raka pun menelepon temannya itu, menanyakan apakah bisa membantu Dahlia. Setidaknya dideteksi ia terkena penyakit apa.

"Bro, bapakmu ada di rumah?" tanya Raka ketika sudah tersambung di telepon.

[Ada, kenapa malem begini nelpon, Ka? Untung aja aku begadang.]

"Ini, lho. Ada yang sakit keras tapi nggak tahu sakit apa. Coba ke sini sama bapakmu buat periksa dulu. Soalnya udah banyak berobat tapi nggak sembuh."

[Yowes, besok aja aku bilangin. Bapak udah tidur.]

Usai mengucapkan terima kasih dan menutup telepon, Raka masuk ke dalam kamar. Ia memberitahu bahwa akan ada orang yang datang besok untuk memeriksa.

"Makasih, Nak, makasih! Semoga beliau bisa menolong ...," ucap Mawar sembari memegang tangan Raka. Remaja itu mengulum senyum dan mengusap bahu Mawar.

"Aamiin," ucap Azmir dan Raka bersamaan. Mereka berdua pamit pulang karena sudah lumayan lama di sini. Takutnya Ihda dan Mayang khawatir. Mawar mengantar sampai ke pintu depan.

Setelah menyelimuti ibunya, Mawar setia mendampingi di samping Dahlia. Orang tua itu tidak merespon apa-apa. Dibilang masih hidup, tapi seluruh tubuhnya kaku, berbau busuk.

Seseorang pernah berkata bahwa, bencana bisa membuat insan sadar dan berubah. Sejak ibunya lumpuh tak berdaya, Mawar rajin salat dan mengaji. Setiap selesai beribadah, ia berdo'a memohon kesembuhan. Tak hanya itu, salat malam pun ia laksanakan demi kesembuhan ibu tercinta.

***

Dari jarak lima meter, Azmir melihat bayang kekasihnya di teras rumah. Mayang menunggu, khawatir terjadi apa-apa. Senyum pria itu terlukis indah. Ketakutannya telah sirna kala melihat wajah wanita yang paling ia cintai setelah sang ibu.

Azmir memberi kode untuk tidak turun ke tangga. Meski sudah pukul empat pagi, tentu ada tetangga yang sudah bangun. Takutnya melihat keberadaan Mayang dan masalah besar akan menimpa keluarga itu. Mayang menuruti dan mundur beberapa langkah sampai menyentuh daun pintu. Raka dan Azmir turun dari mobil.

"Ayo, masuk. Nanti Mas cerita di dalam, di sini dingin," ucap Azmir sembari menarik pinggang Mayang. Raka yang tak mempunyai pacar, sedikit miris melihat adegan kemesraan itu.

'Dih, udah tau ada gue di sini masih aja pamer mesra-mesraan!'

"Eh, Bocah. Ngapain di luar? Mau diculik tante-tante? Buru masuk terus kunci pintu!" perintah Azmir. Raka pun melepas alas kaki dan masuk. Ekspresinya terlihat kesal dan iri.

"Iya-iya!"

Setelah itu, Mayang memanggil Ihda. Azmir dan Raka menceritakan kejadian di rumah Mayang tadi. Hal itu cukup mengejutkan Ihda. Apa yang terjadi di keluarga itu sebenarnya?

"Astagfirullah, astagfirullah. Kenapa bisa gitu, ya? Besok Ibuk mau jenguk sebentar. Sekalian antar makanan," ucap Ihda.

"Entahlah, Buk. Tadi aja pas masuk, Raka cium bau mayat. Busuk banget, sampe mual."

"Oh, iya, Dek. Waktu kamu tadi mimpi buruk, kamu teriak 'nenek' gitu. Emang mimpi apa?" tanya Azmir penasaran. Mayang beradu tatap dengan Ihda, haruskah?

Akhirnya, Mayang angkat bicara. Ia menceritakan kejadian di dalam mimpinya. Singkat tapi mengerikan, ia seakan-akan menemukan titik terang. Di mimpi itu, ia melihat dirinya sendiri berdiri di tengah kuburan; sendirian. Sosok itu berwajah pucat, bermata hitam, dan rambutnya begitu panjang terurai. Mayang yang penasaran mendekati sosok itu.

Lama ia menatap, sosok itu tak bergerak dari tempatnya. Barulah disadari ketika melihat ke bawah, kakinya tak berpijak. Mayang mulai peka bahwa pantulan dirinya di hadapan bukanlah manusia. Ia ingin berlari tapi seakan ada yang mencegahnya.

Ketika berusaha melepaskan diri, sosok misterius itu menoleh. Senyumnya semakin melebar sampai di bawah mata. Ya, ini mirip seperti bayangan di cermin ketika itu. Mayang sadar ini adalah Maria. Iblis terkutuk yang bersemayam di tubuhnya.

Entah mendapat keberanian darimana, Mayang terus mendekati sosok itu.

"Hai, bagaimana kabarmu?" tanya Maria berbasa-basi. Mayang membenci suara itu, sangat mirip dengannya. Ia mengepal geram, ingin rasanya membunuh iblis ini sekarang.

"Nggak usah banyak omong! Kamu tuh siapa? Keluar dari tubuhku!" ucap Mayang membentak. Maria tidak takut, malah menertawakan. "Lucu?"

"Ya! Sangat lucu. Si Tua Bangka itu telah berjanji akan memberikan raga ini. Harusnya kamu yang pergi!"

"Siapa Tua Bangka?"

"HAHAHA!"

"Bodoh! Orang yang berusaha membunuhmu itu adalah nenekmu sendiri!" Mayang terkejut, tapi ia berusaha mengendalikan diri. Kata Bik Rosita, jin pandai berbohong dan mengelabui. Bisa saja Maria membual dan berniat menjebaknya.

"Bohong! Nenek sayang sama aku! Nggak mungkin dia mau bunuh cucunya sendiri," ucap Mayang tak percaya. Maria tertawa lagi, ia benar-benar geli mendengar ucapan Mayang saat itu.

"Apakah ekspresiku menunjukkan wajah berbohong, Bodoh? Kau wanita paling sial dan bodoh di dunia ini. Kau dibodohi nenek sendiri tak tahu, lalu aku yang jujur ini kau anggap berbohong?" Mayang seakan dibuat terbakar dengan perkataan Maria barusan. Berani sekali ia berkata seperti itu.

***

"Setelah itu?"

"Aku lupa, dia kayak memberitahu sebuah rahasia. Dia sempat nyebut nama Mbah Rondo," jawab Mayang. "Ah, kenapa juga harus lupa, sih? Aku penasaran rahasia apa."

"Kalau benar nenekmu dalang dari semua ini, kita nggak bisa berbuat apa-apa juga. Kondisinya begitu," ucap Azmir.

"Tunggu dulu, Mbak Rondo?"

Mayang mengangguk. "Mungkin ada kaitannya dengan Mbah juga, Mas."

"Tapi Mbah juga bisu, 'kan?"

"Nah itu. Kita cari cara aja supaya Mbah mau buka mulut. Kalau begini terus nggak akan bisa terkuak, Mas. Ada apa sebenarnya, apa yang dirahasiakan nenek."

"Kamu jaga diri aja. Besok ada yang meriksa nenekmu. Kita lihat dulu kira-kira dia sakit apa, baru bisa mengambil tindakan."

"Iya, Nduk. Ini urusan gaib, kalian harus berhati-hati. Do'a Ibuk selalu ada mengiringi usaha kalian. Salat, ngaji, jangan lupa. Inget terus sama Gusti Allah," ucap Ihda menasehati, dibalas anggukan oleh ketiganya.

Azmir mengantar Mayang masuk ke kamar untuk istirahat. Lusa bapak Azmir pulang dari tugas luar kota. Ia harus memberitahu bahwa Mayang tinggal di rumah sementara waktu sampai keadaan membaik. Pasti diizinkan, toh siapa yang tahan dikurung dalam kamar seharian?

[Boleh, Kak. Lagipula Ibukmu udah bilang mau mempercepat pernikahan. Nanti Bapak pulang kita diskusikan mumpung ada Mayang.]

Hatinya lega, bersyukur mempunyai orang tua yang baik dan pengertian.

***

Mayang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang