o6

1.8K 305 1
                                    

Hari Sabtu ini aku gak ada kegiatan apa-apa. Laporan ku baru selesai tadi pagi dan siang ini aku free. Waktu free ku ini akan kupakai untuk menonton film di ruang tengah.

Ah, omong-omong Yeosang sedang apa, ya? Apa dia sibuk bekerja? Tapi ini hari Sabtu seharusnya dia gym atau sekedar tidur seharian.

Akhirnya aku iseng untuk pergi ke dapur dan ingin mengintip sedikit ke kamar Yeosang.

Ketika melewatinya, ternyata ia sedang tertidur dengan selimut yang menutupi tubuhnya, kecuali kepalanya.

Rambutnya tebal, ya. Apa dia gak ada waktu untuk memotongnya? Setidaknya, menjadi rapi adalah keharusan bagi orang sepertimu.

Huh, aku peduli amat sepertinya?

Kebetulan sekali film favorit ku tayang. Midnight Sun. Film yang mau berapa kali ku tonton selalu bisa membuatku menangis tersendu-sendu. Kemudian aku terfokus kepada film nya.

Iya, aku begitu fokus sampai menuju ending film nya pun tanpa sadar aku sudah menangis.

'Kan aku sudah bilang, film ini sangat mengharukan. Kenapa gadis itu harus meninggalkan pacarnya dengan cara seperti itu? Itu sangat menyayat hati kau tau!

Ah, bisa-bisanya aku terisak parah seperti ini. Bagaimana ini aku gak ingin membangunkan Yeosang. Kebiasaanku ini jelek sekali. Kalau sudah menangis aku akan terisak-isak dengan parah. Seperti orang menangis karena kekasihnya mati di film-film.

"Kau menangis?"

Aku terkejut mendengarnya dan melihatnya. Yeosang kini berdiri depan pintu kamarnya sambil menatapku datar.

"Ini karena film kok," jawabku yang gak dibalas dan lelaki itu kembali ke kamarnya.

Tuh, kan gara-gara aku menangis Yeosang jadi bangun!

Film sialan! Sudahlah, aku ke kamar saja.




Kemana Yeosang? Seharusnya jam segini ia sudah bangun dan siap untuk makan malam. Apakah ia masih tertidur?

Apa aku harus mengeceknya? Bagaimana kalo nanti ternyata dia sudah bangun dan sedang memakai baju? Aku juga yang malu! Ah, tapi... sudahlah Jane! Beranikan dirimu!

Aku beranjak dari kursiku dan berjalan ke depan pintu kamarnya.

Gak ada suara apa pun yang terdengar dari dalam sana. Apa benar ia masih tidur?

Aku menggelengkan kepala, "Suruh dia makan dan selesai." gumamku.

Tok tok.

"Yeosang, ayo makan." ujarku.

2 menit, gak ada jawaban.

Sekali lagi, Jane.

Tok tok.

"Kang Yeosang? Kau di sana, kan?" seruku.

5 menit, masih belum ada balasan.

Kalian tau? Aku jadi panik. Seharian ini dia gak ke luar kamar dan aku gak mendengar apa-apa dari dalam sana.

Dengan keberanian yang besar aku memutar gagang pintunya. Oh, gak dikunci? Ketika ku buka, pengap sekali kamarnya.

Biasanya kalau ku bersihkan selalu terlihat segar, tapi kenapa sekarang terasa panas?

Aku memandang belakang kepalanya yang ku yakini ia sedang menghadap ke tembok membelakangi ku dengan selimut yang menutupi badannya sampai leher.

Lagi-lagi kuberanikan diriku untuk menggoyangkan badannya pelan untuk membangunkannya. "Yeosang? Bangunlah, ayo makan."

Lelaki itu mengerang dan membalikkan tubuhnya perlahan. Yang kulihat, ia kesakitan? Entah, tapi yang kulihat ia benar-benar terlihat lemah.

"Kau kenapa? Wajahmu pucat banget." ujarku dengan nada yang panik.

Dengan lancangnya aku duduk di tepi ranjangnya. Gak apa, nanti aku minta maaf karena sudah sembarangan.

Aku ini seorang istri dari Kang Yeosang tapi masih berkata lancang karena sudah menyentuhnya. Ini salah. Ini benar-benar salah.

"Badanmu panas. Kau sakit, ya?" tanyaku setelah memegang keningnya yang berkeringat. Oh Tuhan bagaimana bisa kau menciptakan makhluk tampan seperti Yeosang yang berkeringat saja makin tampan?

"Keluarlah." lirihnya.

"Gak mau. Kamu bangun dulu." pintaku.

Yeosang menuruti akhirnya. Ia bangkit dari tidurnya dan terdiam dalam duduknya. "Pasti pusing, ya?" tanyaku yang dibalas dengan anggukan seadanya. As expected, ya. Seperhatian apapun aku padanya, dia akan merespons nya dengan seadanya. Apa sih yang kuharapkan?

"Mau kubawakan makanan?" tanyaku yang lagi-lagi dibalas dengan anggukan. "Oke, diam di sini jangan kemana-mana." Kemudian aku beranjak dari kamarnya.

Aku mendecih, "Memangnya siapa yang gak khawatir, sih suaminya sakit? Gak bisa, kah mengeluarkan sepatah kata pun seperti iya dan gak daripada menggunakan kepalamu itu!"

Aku memang lihai dalam hal ngedumel. Lagipula bukan sebuah kebohongan kalau aku khawatir dengan Yeosang. Lelaki itu gak pernah sakit selama bersamaku dan ini merupakan yang pertama bagiku jadi aku agak sedikit posesif.

Menurutku, Yeosang meriang. Tadi ia sedikit menggigil padahal kamarnya ini panas. Aku saja kegerahan di dalam sana tadi.

Aku langsung mengambil obat dari kotak di laci dapur dan membawanya bersamaan dengan makanan untuk Yeosang.

Ketika aku sampai di kamarnya, Yeosang bersandar pada temboknya. Ah! Aku gak tega melihatnya!

"Mau makan sendiri atau aku suapin?" tawarku. Haha, terdengar cringe.

"Taruh saja dan keluar."

Eh? Kau mengusirku!?

"Kamu ini! Gak boleh mengusir-usirku, Kang Yeosang! Kamu lagi sakit!" bentakku pelan. Adakah membentak dengan pelan-pelan?

Lelaki itu sedikit tertegun.

"Nurut lah kali ini!" ujarku. Ha, memang benar kata Mama waktu aku SMP dulu. Aku akan menjadi seorang istri yang galak.

Akhirya Yeosang membenarkan duduknya. Aku juga menyendokkan nasi dan menyuruhnya mangap, "Buka mulutmu," Ia menurut dan langsung melahap suapan dariku.

Setelah beberapa suapan dan piringnya kosong aku memberinya minum. "Minum yang banyak."

Lagi-lagi ia menurut. Lalu aku mengeluarkan pil dan menyuruhnya menelan pil itu. "Minum ini abis itu tidurlah lagi. Kalau masih sakit besok gak usah ke kantor." ujarku.

Aku menunggunya meminum obat itu. Hingga sudah ditelan aku baru merapikan kasurnya. "Tidurlah." Dan aku keluar dari kamarnya.

Tuhan, tolong sembuhkan Yeosang.























Masih pemanasan~

✔️[3] 𝗔 𝗦𝘁𝗼𝗿𝘆 𝗔𝗯𝗼𝘂𝘁 𝗠𝘆 𝗛𝘂𝘀𝗯𝗮𝗻𝗱 : 𝙆𝙖𝙣𝙜 𝙔𝙚𝙤𝙨𝙖𝙣𝙜Where stories live. Discover now