PART 1

45 2 0
                                    


Semburat senja mengiringi tiap langkah santriwati yang akan kembali ke asramanya masing-masing usai mengaji kitab Fathul Qorib, yang diisi langsung oleh Kyai Anwar Fahrudin-sang pengasuh P.P Al-Hikam.

"Ta,, ati ati jalannya, jangan nglamun mulu". Suara Hilma membuyarkan lamunan Lita. "Aduh Ma, aku masih kepikiran sama tadi, tau gak", jawabnya gusar. "Yang mana sih, Ta?"

"Masa iya, seorang ayah bisa menikahkan anaknya tanpa memberi tau anak itu sih?"

"Tapi kita kan juga punya hak untuk memilih siapa yang akan menjadi pendamping kita kelak", sahut Lita yang masih tidak terima.

"Aylita, seorang ayah mempunyai hak atas anak perempuannya sebelum anak itu menikah. Jadi, apapun bisa beliau putuskan untuk kebaikan kita. Lagian ya, gak mungking seorang ayah akan memberikan anaknya kepada orang yang jahat, ya nggak?", jelas Hilma.

"Ya iya sih. Tapi kalua kita gak mencintainya gimana?", jawab Lita yang masih terus membantah.

"Cinta itu akan hadir karena terbiasa. Ia akan datang dengan sendirinya", balas Hilma lagi.

"Tau ah, pusing aku kalo bahas yang kayak gini", ucapnya seraya berlalu meninggalkan Hima. Sedangkan Hilma hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu.

***

Usai shalat Isya', Lita memilih berdiam diri di kamar dan membaca novel yang minggu lalu baru dibelinya. Namun baru membaca 2 lembar, Lita dikejutkan dengan suara teman sekamarnya.

"Ta, dipanggil Mbak Nida' di kantor. Ada telvon katanya". Lita mendengus kesal karena acaranya diganggu. Setelah mengatakan terima kasih, Lita segera menyambar jilbab dan menuju kantor pengurus.

"Assalamu'alaikum Mbak. Mbak panggil saya?", tanya Lita saat sudah memasuki kantor.

"Wa'alaikum salam. Iya, dari tadi HP kamu bunyi terus, ibu kamu yang nelvon. Tadi beliau pesan agar kamu nelvon balik", jelas Mbak Nida' seraya menyerahkan HP milik Lita.

Memang. Di pesantren tempat Lita menimba ilmu ini diperbolehkan membawa HP. Tapi dengan syarat hanya boleh dipakai saat hari libur saja. Dan seandainya sudah kembali mengaji dan belajar lagi, maka HPnya akan dititipkan kembali ke pengurus pondok.

Lita segera mengambil HPnya dan keluar dari ruang pengurus.

Sampai di kamar Lita langsung menghubungi Bundanya. Namun hingga panggilan kelima pun, sang Bunda tak kunjung mengangkatnya. Akhirnya ia beralih menelvon Kak Ali(kakaknya).

"Halo bang. Assalamu'alaikum", ucap Lita saat mendengar suara dari seberang. "Wa'alaikum salam. Apa kabar Dek?".

"Alhamdulillah sehat bang. Abang sama Mbak Ning gimana kabarnya?", tanya Lita.

"Alhamdulillah abang juga baik. Kenapa? Tumben kamu nelvon abang?".

"Iiiiihhh, abang mah. Lita kan kangen sama abang, masa gak boleh nelvon sih?", tanya Lita dengan nada seperti sedang merajuk. Ali terkekeh mendengarnya.

"Uluuuhhh, ceritanya adek abang ini sedang rindu?", sahut Ali. "Jangan rindu dek, kamu gak akan kuat", lanjutnya.

"Abaaang!!!", teriak Lita yang kesal karena sang kakak yang terus menggodanya. Bukannya takut, Ali malah tertawa karena berhasil membuat adiknya kesal.

"Sekarang abang serius. Ada apa? Gak biasanya kamu telvon abang malam-malam seperti ini?", tanya Ali saat tawanya sudah reda.

"Tadi tuh bunda telvon, tapi gak ke angkat sama Lita. Trus pas Lita telvon balik, malak gak diangkat sama bunda. Bahkan sampai panggilan ke lima pun tetep gak diangkat", jelas lita seakan melupakan kekesalannya tadi.

"Bunda kemana sih bang?', lanjutnya.

"Abang juga gak tau. Tadi pagi bunda sama ayah pamit mau jenguk sahabatnya yang lagi sakit. Trus sampe sekarang belum pada pulang", jawab sang kakak.

"Lah terus tadi kenapa telvon Lita?', tanyanya bingung. "Mana abang tau. Orang dari tadi abang di rumah kok. Mungkin HP bunda habis abterai, jadi gak bisa dihubungi".

Lita bercerita banyak hal pada Ali. Sudah lama mereka tak bertemu, karena liburan kemarin Ali sedang berada di rumah mertuanya. Tak terasa waktu sudah sangat malam. Lita pun mengakhiri panggilannya, karena kakaknya harus istirahat.

***

Seperti agenda santri lainnya setiap hari libur, Lita pun mencucibaju bersama teman-temannya. Mereka mencuci diselingi senda gurau. Selesai mencuci ia kembali ke kamar untuk bersiap-siap, karena hari ini ia ada janji dengan Hilma untuk menemaninya pergi ke toko buku.

Lita sedang memakai jilba ketika tiba-tiba ada yang mencarinya.

"Ukhti dipanggil umi, ukhti diminta ke ndalem sekarang. Penting katanya!", ucap mbak Nia, salah satu abdi ndalem

"Memangnya ada apa mbak? Seingat saya, hari ini bukan jadwal saya piket ndalem", tanya gadis itu bingung.

"Saya juga ndak tau. Saya hanya menyampaikan pesan beliau", ucapnya kemudian. Usai menyampaikan pesan tersebut, Nia pun pergi meninggalkan Lita yang masih dilanda kebingungan.

"Ta, udah belum?". Lita terkejut mendengar suara Hilma yang ternyata sudah ada di belakangnya.

"Eh, itu,,anu.. mmm,, tadi mbak Nia kesini. Beliau dapat pesan dari umi, aku suruh kesana sekarang", ucap Lita pelan. "Ooo,gitu. Ya udah cepetan ke sana, udah di tungguin umi loh", jawab Hilma santai.

"Kamu gak papa?", tanya Lita pelan. Ia merasa tidak enak dengan Hilma. Pasalnya, ia sudah berjanji sejak kemarin. Dan sekarang tiba-tiba ia harus membatalkan janjinya.

"Ya gak papa lah, santai aja kali. Namanya juga ada yang lebih mendesak. Udah sekarang kamu temui umi, takutnya ada yang penting", sahut Hilma.

Lita pun segera pergi ke ndalem untuk menemui uminya.

***

"Assalamu'alaikum..", ucap Lita pelan.

"Wa'alaikum salam,. Masuk nduk". Suara umi terdengar di ruang keluarga. Ia melihat umi sedang membaca sebuah buku. Lita pun segera mendekatinya.

"Umi memanggil saya?", tanya Lita ketika sudah berada di dekat umi.

"Iya nduk. Sini, duduk dekat umi. Ada yang mau umi bicarakan sama kamu". Lita pun mendekatinya dengan pelan dan duduk di sampimg umi dengan kepala yang masih menunduk. Lita sangat menghormati wanita di depannya ini sebagai seorang guru sekaligus ibu baginya. Beliau juga termasuk sahabat bundanya.

"Nduk, sebenarnya umi mendapatkan amanah untuk menyamapikan sesuatu ke kamu. Tapi umi khawatir kalau kamu belum siap". Lita menatap bingung wanita itu.

"Memangnya ada apa umi? Kok umi sampai khawatir jika Lita belum siap", tanyanya.

"Menurut kamu, bagaimana sih cara berbekti kepada orang tua?", tanya umi. "Menjaga nama baik mereka, selalu bersikap sopan dan patuh, jujur atas segala hal, mendengarkan nasehat mereka, dan menuruti permintaan mereka"

"Seandainya mereka meminta sesuatu ke kamu, tetapi kamu tidak menyukainya. Apa kamu akan tetap menurutinya?", tanya umi lagi. Ini sebenarnya ada apa sih?, batin Lita bingung.

"Jika itu memang yang terbaik untuk Lita. Kenapa tidak? Mereka pasti sudah memikirkan semuanya", jawab Lita akhirnya.

Lita dapat melihat umi Naya menghembuskan nafasnya pelan, seakan ada beban berat. Dan itu semakin membuat Lita penasaran, namun ia tak berani menanyakannya.

Tiba-tiba umi menyerahkan HP yang menampilkan sebuah video yang membuat Lita semakin bingung. "Kamu lihat dulu video itu nduk", ucap umi yang seakan tau kebingungan Lita.

Lita pun menonton video tersebut. Sampai di menit kelima, Lita tetap menontonnya. Ini,, pernikahan siapa?, batinnya bingung. Namun di menit selanjutnya, nafasnya tercekat dan jantungnya berdetak tak menentu.

"Gak,, gak mungkin. Ini pasti salah", ucapnya tak perccaya.

***

My Past MateWhere stories live. Discover now