☔ Hujan 7 ☔

110 13 2
                                    






"Selamat pagi, semangat buat diriku" ucap Hujan penuh semangat sembari mengelap meja makan dan menunggu boss datang untuk sarapan.
Suara derap kaki cukup jelas, namun kali ini Jingga tak mengenakan jas kantornya.  Setelan biasa, sepertinya dia bolos lagi.
"Jingga, kok belum ganti? " tanya Hujan penuh kepo.
"Ini aku udah mandi,  hari ini aku gak ke kantor" terangnya.
"Oow,  mau ngapain? " tanya Hujan sekali lagi.
"Nemenin lo belanja buat kebutuhan satu bulan" jelasnya.
"Kenapa harus ditemenin,  gak mimpi ini gue? " heran dari Hujan.
"Lo nanti tersesat, gue juga yang bingung. Gak mimpi, oiya sekalian beli baju yang enak dipandang.  Gak cuma itu itu aja" jelas Jingga sembari menunjuk gaya khas pakaian Hujan yang begitu lusuh.
"Yaudah isi perut lo, tuh udah gue masakin nasi goreng" perintah Hujan sembari menunjuk sepiring nasi goreng.
Jingga pun melahap sepiring nasi goreng itu,  sedangkan Hujan menuang air ke gelas untuk Jingga.
Selesai Jingga sarapan, Mereka berdua masuk ke dalam mobil dan bergegas menuju Mall.
Sesampai di Mall,
"Oiya itu udah aku tulis semua daftar belanjaan. Sebelum belanja itu,  mending ke pakaian aja dulu" terang Jingga.
"Okee"
Di area pakaian,  Jingga mengekori Hujan kemana pun.
"Kenapa lo gak duduk aja? " tanya Hujan bingung melihat tingkah laku Jingga.
"Gak, kamu cuma boleh beli tiga aja.  Jangan mahal-mahal, baju biasa aja, jangan baju seksi lo beli" jelas Jingga begitu crewet.
"Yah, sama aja. Jadi pembantu, ya bajunya biasa aja" kesal Hujan dalam batin.
Hujan pun sudah memilih, dan mengambil satu stel untuk dia kenakan.
Ya kali ini Hujan memakai kaos polos berwarna maroon dan celana jeanz seatas dengkul. Setelah dibayar Jingga,
"Yaudah ayo" ajak Jingga.
"Ini mah gue masih burik, padahal gue kangen pakek dress" batin Hujan.
Mereka berdua menuju sembako, membeli gula, teh, kopi, telur, beras, susu.  Juga sayuran, daging, buah-buahan, camilan, mie dan beberapa makanan kemas siap saji.
Semua belanjaan yang membawa adalah Hujan.  Hujan begitu kewalahan sekali dan amat berat.  Sedangkan Jingga berjalan didepan tanpa membawa apapun.
"Jingga jalannya pelan aja, masih mau beli apa to? " tanya Hujan.
"Aku mau cari es krim" ujar Jingga.
Yang membuat Hujan sedikit trenyuh dan ingin tersenyum geli.
"Gue gak suka es krim, mending  pulang aja"  ceplos Hujan.
"Yeh siapa juga yang mau beliin lo.  GR!! " terang Jingga yang membuat Hujan mendesih sebal.
"Yaudah gue tunggu di mobil ya? " pamit Hujan.
"Nggak boleh,  lo harus ikut gue kemana pun.  Ntar nyasar,  gur juga yang bingung" tolak Jingga.
Dengan raut wajah pasrah,  Hujan mengekori Jingga hingga menemukan es krim.
Setelah membeli,  dan membayarnya.
"Ini lo bawa" menyerahkan pelastik besar kepada Hujan yang dikedua tangannya penuh membawa paperbag belanjaan.
"Caranya gimana?  Lo bawa sendiri deh.  Gue berat banget ini" keluh Hujan penuh jujur.
"Emt,  yaudah deh" pasrah Jingga.
"Dia pikir gue punya seribu tangan,  semua suruh bawa gue" gumam Hujan penuh amarah.
Wajah Hujan masih begitu kesal, namun kekesalannya kini menjadi tegang dan begitu bingung.
"Ya ampun,  itu kan kak Reza?  Kok bisa di sini?  Gak boleh tau nih" gumam Hujan.
Segala totebag ditutupkan pada wajah Hujan,  dan berusaha berjalan dengan memalingkan wajah. Hingga Jingga melihatnya merasa heran,
"Ada apa? " tanya Jingga.
masih mengawasi gerak-gerik Kak Reza yang duduk di meja makan.
"Kita makan di sini aja, laper!! " ajak Jingga yang membuatku melongo.
"Nggak,  gue mau pulang. Nanti makan di rumah aja" tolak Hujan.
"Masakannya enak di sini,  di rumah bosen" ungkap Jingga yang membuat amarahnya semakin meledak.
"Yaudah lo makan sendiri,  gue ke mobil" inisiatif Hujan.
"Oke"
"Bawain nih es krim, muat kok dikasih paperbag yang itu" ujar Jingga sembari menunjuk paperbag yang masih longgar.
Hujan yang mendengarnya hanya dapat mengangguk dan berjalan cepat menjauh dari Jingga.
Di mobil Hujan begitu bingung,
"Kok bisa ya kak Reza ada di Jakarta?  Jangan-jangan cari in gue?  Atau dia mau tinggal di sini?  Ya ampun"
"Pokoknya aku harus cepat-cepat minta kepastian sama Afero"
Hampir satu jam,  Hujan berada di dalam mobil sendiri.  Dan akhirnya Jingga  selaku bosnya datang dan bergegas  untuk pulang ke rumah.
Sesampai di rumah,  Hujan turun dari mobil dan berjalan begitu sulit karena membawa banyak belanjaan.  Sementara Jingga berjalan begitu cepat dan memperlihatkan wajah sumringah.
"Nih anak kayaknya habis kejatuhan duren deh" tebak Hujan dalam batin.
Setelah sampai di dapur,  Hujan membuka kulkas dan menata segala barang belanjaan yang telah dirinya beli.
Jingga datang mendekat,
"Oiya,  nanti malam ada tamu. Tadi baru kenal,  terus ada masalah kerjaan sih. Dia kayaknya mau jadi investor perusahaan.  Nanti malam jangan lupa bikinin makan malem, kalau gak ya sekedar minuman sama camilan aja" jelas Jingga.
"Emang segitu pentingnya? " tanya Hujan yang tak tau apapun mengenai investor.
"Pentinglah,  kalau sampai papa tau.  Gue bakal dikasih hadiah apapun.  Gue pengen mobil bmw " jawab Jingga yang membuat Hujan melengo.
"Hm,  oke. Kan baru kenal.  Kasih camilan aja.  Satu orang kan?  Gak perlu gede-gede" saran Hujan yang terkesan sederhana.
"Yang penting lo atur sendiri.  Gue mau mandi,  oiya besuk yang dikeranjang kamar bawa ke loundryan ya? " suruh Jingga.
"Hmmm"
"Nih anakmah bisanya cuma nyuruh terus,  gak ada kata gak nyuruh itu pun gak bakalan ada" gumam Hujan yang penuh kejengkelan terhadap bosnya,  siapa lagi kalau bukan Jingga. Bos yang bikin jengkel dan amarahnya meledak-ledak.

Malam itu,  selepas Hujan mandi dan segala camilan telah siap di piring.  Hujan mendengar bunyi bel dari arah luar.  Dengan berlari,  dirinya akan membuka pintu.  Namun niatnya tak jadi,  lantaran dirinya kepo.  Hujan pun mengintip melalui jendela.
Dan seketika jantungnya berdegup kencang penuh kebingungan. Malam ini yang mengetuk pintu adalah kak Reza,  kakak tiri Hujan.  Hujan yang melihatnya,  langsung Buru-buru menjauh dari pintu.  Bahkan dirinya tak membukakan pintu.  Hujan berlari hingga dirinya menabrak Jingga.
Jingga yang tertabrak jatuh ke lantai,  dibiarkan begitu saja oleh Hujan. 
"Badanku gak enak,  nanti yang di dapur bawa ke ruang tamu sendiri ya?  Bye" ucap Hujan terburu-buru.
Jingga yang melihatnya hanya diam dan begitu murka terhadap pembantunya yang begitu semena-mena.
Hujan kini bersembunyi di kamar mandi lantai atas.  Nafasnya masih terengah-engah,  haus dahaga hanya bisa dirinya tahan.
"Reza mau cari aku?  Atau jangan-jangan sebagai investor perusahaan? OMG!! " tebak Hujan sendiri.
Sementara di ruang bawah,  tepatnya di ruang tamu.  Dua orang laki-laki yang begitu tampan sedang berbincang-bincang mengenai perusahaan.  Hingga Jingga sendiripun yang memberikan jamuan kepada tamunya. 
Malam begitu larut,  bahkan Hujan masih berada di kamar mandi.  Dan kondisinya saat ini dirinya terbaring.  Untung saja Jingga menemukannya,  dan membopongnya ke kamar.  Pembantunya begitu aneh malam ini.  Hingga tertidur pulas di kamar mandi.

*Cklek* suara sakelar kamar Jingga.  Jingga mematikan lampu kamarnya,  dirinya bergegas tidur dengan mengenakan piama polos favoritnya.  Dirinya begitu senang,  karena sebentar lagi mobil impian akan terwujud menjadi nyata.

"Mimpi Indah, bmw calon mobilku" batin Jingga sembari memperlihatkan senyum sumringahnya.




Next gak nih?
Kasih saran dan komentar ya?
Biar aku tau kurangnya mana dan kesalahannya apa.  Jadi aku bisa benerin, aku masih belajar jadi penulis.  Jadi gak begitu tau tentang dunia kepenulisan.  😗😘

Btw Kak Reza datang ke rumah Jingga,  untuk apa ya?  Apa ada maksud lain selain mengenai perusahaan??   🤔🤔


Hujan Januari 2Where stories live. Discover now