Part 7

4.3K 203 13
                                    

Fajar terbangun saat alarm ponselnya berbunyi menandakan pukul 4 pagi. Dia terbiasa bangun jam segitu, shalat subuh dan menyempatkan berdzikir sebentar kemudian bersiap untuk pergi ke rumah sakit untuk follow up pasien dan mempersiapkan laporan pagi.

Fajar sudah berpakaian rapi dan bersiap berangkat saat matanya tertumbuk pada jumlah puntung rokok di asbak. Ya, Raffi menghabiskan sepuluh batang rokok semalam. Mau tak mau Fajar ikut merasa bersalah. Apalagi saat dilihatnya Raffi masih di balkon, menatap langit luas dengan pandangan kosong.

"Fi!! Jangan gini! Aku bener-bener ngrasa bersalah banget sama kamu juga Fira. Please perjuangkan Fira! Aku yakin dari lubuk hati terdalamnya dia sangat mengharapkanmu", ucap Fajar. Ia berdiri tepat di samping Raffi.

"Oh, ya?! Benarkah itu? Ok! Aku akan memperjuangkan Fira! Tapi sebelumnya tatap mataku dalam-dalam dan jawab jujur!", Raffi berkata sambil mencengkeram kerah leher Fajar. Nada suaranya tampak parau. Penampilamnya pun kacau dan acak-acakan.

Fajar menentang netra Raffi. Menanti pertanyaan yang akan terlontar dari mulut sahabatnya.

"Sekarang jawab pertanyaanku! Bersumpahlah demi Allah dan Rasulullah! Apakah kamu benar-benar tidak mengharapkan Fira menjadi istrimu?! Karena jika kamu menolak dari awal, Fira jelas tidak akan galau!", Raffi setengah berteriak.

Fajar hanya terdiam, tidak berani menjawab pertanyaan Raffi. Apa yang dikatakan Raffi benar adanya. Munafik jika ia bilang tidak mengharapkan pernikahan wasiat itu. Naysilla jelas akan diasuh penuh cinta oleh Fira.

"Diammu sudah merupakan jawaban, Jar!" Ucap Raffi sambil melepaskan cengkeramannya pada leher Fajar.

Raffi kembali menghela nafas. Ia kemudian melanjutkan kalimatnya, "Sudah jelas kan! Jadi biarkan Fira yang akan memutuskan! Aku tahu kamu seorang ayah dari bayi yang ibunya baru saja syahid karena melahirkan. Jelas kamu akan berusaha memberikan yang terbaik untuk putrimu. Dan yang paling mampu menggantikan kasih sayang ibunya adalah Fira. Toh selama ini Fira juga sudah seperti ibu bagi putrimu.."

Fajar masih membisu. Ia tidak membantah kalimat Raffi. Bahkan menatap netra Raffi pun ia gamang. Hanya mampu menundukkan pandangan.

"Raffi! Maafkan aku.. Aku juga nggak mau seperti ini.. Tapi keadaan membuat situasi ini makin rumit. Ya! Kamu benar! Aku akan melakukan apapun untuk putriku.. Bahkan jika harus menghadapi amarahmu!" Suara Fajar berubah tegas.

Tak disangka Raffi tersenyum mendengar ucapan Fajar barusan.

"Nggak, Jar! Aku nggak akan marah! Dan aku juga tidak akan memperjuangkan Fira lagi.Aku yakin inilah jawaban istikhoroh ku. Terlalu banyak yang akan kukorbankam kalau aku memaksa bersama Fira.. Pendek kata mungkin memang dia bukan jodohku" ujar Raffi sendu.

"Fi! Tapi prinsipmu itu, bukankah bisa sedikit dikompromikan?"

"Nggak, Jar! Aku punya kriteria rumah tangga impian. Yaitu memiliki seorang istri yang total berkhidmat padaku. Dan kamu tahu kan? Gerai apotik ku di beberapa kota dan sudah jadi rutinitasku untuk memantau. Bagaimana Fira bisa selalu bersamaku jika ia tetap berpraktik sebagai dokter? Apalagi keinginan orangtuanya yang mengharapkan Fira melanjutkan spesialis. Jelas tidak sesuai dengan visi masa depanku..", pandangan Arif tampak sayu saat mengatakan kalimatnya.

"Jadi setelah kutimbang manfaat dan mudharatnya, kurasa Fira lebih cocok bersamamu. Memandang Naysilla yang sangat membutuhkan sosok pengganti almarhumah ibunya.. Sementara aku.. Yah, insya Allah, pasti akan kutemui wanita idaman yang sesuai untukku.. " kalimat yang diucapkan Raffi dengan sepenuh kekuatan hatinya. Tapi tak urung air matanya menetes jua.

●●●

Sepertiga malam terakhir adalah waktu favorit Fira untuk bermunajat pada pencipta Nya. Sekaligus melakukan shalat istikhoroh memohon petunjuk atas sengkarut masalahnya yang hingga kini ia belum merasa menemukan titik terang.

Takdir Cinta SafiraWhere stories live. Discover now