Fira tergagap bangun dari tidurnya. Ia melirik ponselnya, penanda jam menunjukkan pukul 04.30. Fira termenung sejenak, mengingat-ingat sesuatu. Rupanya tadi ia ketiduran setelah shalat tahajud.
Usai menunaikan shalat subuh Fira kembali melamun. Ia memikirkan mimpinya barusan yang nerupakan flashback saat-saat akhir kehidupan sahabatnya. Menurut kepercayaan Jawa mimpi di saat seperti itu namanya Puspa Tajam. Semacam firasat untuk mengatasi masalah kehidupan. Bahkan dipercaya ada petunjuk dari Tuhan di balik mimpi itu. Fira semakin yakin bahwa keputusannya adalah yang terbaik, meski jelas hatinya terasa sangat berat.
'Assalamu'alaykum, Mas Fajar, apakah hari ini Mas ada waktu untuk bertemu? Ada yang ingin Fira tanyakan, setidaknya sebelum Fira memberi jawaban atas permintaan wasiat itu'
Pesan itu ia tujukan pada Fajar. Kemudian gadis itu mengetik pesan lagi yang ditujukan pada Raffi.
'Assalamu'alaykum, Mas Raffi, please temui Fira di Jogja besok. Ada yang sangat mendesak perlu kita bicarakan. Penting banget, Mas. Please, ya ....'
Usai menulis kedua pesan itu Fira segera mandi dan bersiap. Gadis itu tampak modis dengan gamis modern motif geometri dan jibab perpaduan pink dan silver. Tak lupa ia memulaskan make up tipis di wajah, membuatnya makin tampak menawan. Sebelum keluar dari kamarnya Fira sempat melirik ponselnya sejenak. Kedua lelaki itu rupanya sudah membalas pesannya.
'Wa'alaykumussalam, insya Allah bisa, Fir. Mas hari ini nggak jaga kok. Nanti kalau Fira sudah sampai Jogja bilang ya, biar Mas jemput di kost'
Fira sedikit terheran dengan bahasa Fajar yang membahasakan dirinya dengan panggilan 'mas' padahal sebelumnya lelaki itu selalu menggunakan kata 'aku' sebagai kata ganti dirinya. Lagipula tidak biasanya Fajar menawarkan diri menjemput dan mengajak pergi berduaan.
Sementara pesan dari Raffi, seperti sudah ia duga sebelumnya. Lelaki itu menolak bertemu dengannya. Perasaan sedih tentu saja ada, tapi segera ditepisnya. Mungkin tidak bertemu adalah solusi terbaik, mengingat ia sendiri tak yakin akan mampu mengucapkan kalimatnya dengan lancar jika berhadapan langsung dengan kekasih yang telah mengisi hatinya sepuluh tahun ini.
"Ndhuk! Kamu nggak sarapan po? Katanya mau ke Jogja pagi-pagi." Suara ibunya mengagetkan Fira.
Gadis itu segera bergegas keluar kamar, menuju meja makan. Seperti biasa, pagi itu hanya Fira dan Bu Rindi yang sarapan bersama. Ayah Fira tentu sudah berangkat sejak usai subuh tadi. Visite pasien di rumah sakit swasta kemudian praktik pagi sejenak di apotik milik sahabatnya. Sengaja tidak praktik di rumah karena tidak mau mengganggu waktunya bersama keluarga. Jika waktu sudah menginjak pukul 07.30 ayahnya segera berangkat ke RSUD, menunaikan kewajibannya sebagai ASN di sana. Begitulah kehidupan dokter, hanya punya sangat sedikit waktu untuk keluarga. Fira jelas paham itu. Tapi entah kenapa alam bawah sadarnya masih menginginkan suami seorang dokter.
"Ndhuk! Gimana? Kamu sudah mantep sama pilihammu?" tanya bu Rindi tiba-tiba di antara suapan nasi gorengnya.
"Nggih, Bu! Insya Allah", jawab Fira pendek. Ia sedikit enggan membicarakan perihal pilihan jodoh dengan ibunya. Sudah bisa ditebak kalau sebenarnya ibunya itu tidak menyetujui pilihannya. Beruntung juga Bu Rindi tidak membicarakan lebih lanjut
●●●
Mobil swift silver metalik itu melaju dengan kecepatan 70 km/jam di jalan tol. Fira yang berada di balik kemudi memang tidak pernah berkendara melebihi kecepatan yang ditentukan. Jika tujuan utama ke Jogja seharusnya Fira lurus saja saat melewati gerbang tol Solo untuk nantinya keluar di gerbang tol Kartasura. Tapi Fira mendadak mengubah tujuannya. Ia berbelok keluar di gerbang tol Solo.

KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Safira
RomansaDemi memenuhi wasiat Ifah, sahabatnya, Fira ikhlas menikah dengan duda dari sahabatnya itu. Sekaligus janji untuk mengasuh Naysila putri Ifah dan Fajar yang berkebutuhan khusus. Padahal Fira telah lama menjalin kasih dengan Raffi. Dengan alasan itu...