File 14

1K 144 10
                                    

Sepulang sekolah aku menyempatkan diri untuk mampir ke markas kepolisian sebentar. Ada sesuatu yang ingin kulakukan di tempat ini. seperti hari-hari biasanya, di tempat tersebut terlihat beberapa aktivitas. Yah, kuharap aku tidak mengganggu pekerjaan Kak Adam yang terlalu loyal itu.

"Hai, kamu Edward kan?" sapa Randy, seorang polisi berpangkat Ipda yang — menurut yang kudengar dari Kak Adam — sudah menampakkan perstasinya sejak lulus dari Akpol. "Apa kamu mencari Senior Adam?" tanyanya. Aku mengangguk mengiyakan.

"Apa bisa saya bertemu dengannya?" Aku bertanya to the point. Polisi muda itu mengangguk lalu membawaku ke ruangannya. Yah, walaupun sebenarnya tujuanku datang ke tempat ini adalah ingin bertanya beberapa hal pada Kombespol Erlangga.

"Ya, dia masih memeriksa rekaman CCTV di sekitar TKP kemarin. Untung saja kamu datang. Aku sudah bosan mendengar dia menggerutu karena tidak bisa menemukan petunjuk," bisiknya sambil tertawa geli. Aku merasa sedikit aneh karena polisi muda itu kehilangan gaya bicara formalnya.

"Senior, sepupumu datang." Ipda Randy membuka pintu ruangan yang sebelumnya juga pernah kumasuki. Aku bisa melihat jelas kakak sepupuku sedang fokus menatap layar pc dengan mata yang terlihat sedikit memerah.

"Ah, akhirnya kamu datang juga. Apa kamu membolos lagi?" guraunya. Aku tidak merespons. Lagipula, siapa yang membolos? Bukankah memang sudah menjadi peraturan jika hari Jumat sekolah dipulangkan lebih awal.

"Kakak, aku punya beberapa hipotesa. Apa Kakak ingin dengar?" tanyaku sambil memperlihatkan sebuah senyuman miring sebagai isyarat jika aku lumayan puas dengan apa yang kudapatkan. Namun seolah tidak mengharapkan hasil yang memuaskan, Kak Adam hanya mengangkat sebelah alisnya. Dasar, dia mencoba meniru gayaku.

"Aku yakin pelakunya adalah satu orang," ucapku mantap. "Ini pasti pembunuhan berantai. Terlalu banyak kesamaan untuk dikatakan tidak dilakukan oleh satu orang. Karena itu aku yakin jika pelaku hanya mengincar mereka yang memiliki catatan korupsi," jelasku. Kak Adam hanya mengangguk-angguk sambil terus memerhatikan layar pc.

"Hei, Senior. Dengarkan analisis dari adik sepupumu. Apa Senior tidak kasihan? Dia sampai tidak tidur malam cuma karena membantu kita." Ipda Randy menyikut dengan Kak Adam yang sepertinya tidak terlalu mendengarkanku. Yang disikut hanya berdecak kesal karena pekerjaanya terganggu.

"Iya, aku dengar. Darimana kamu menyimpulkan seperti itu, Steve? Jangan bilang kamu melakukan hacking lagi. Aku sengaja mengajakmu terlibat dalam penyelidikan ini supaya kamu tidak melakukannya." Aku menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan yang lebih terdengar sebagai ancaman itu.

"Yah, hampir semua detektif punya informan. Bagitupun aku," ucapku dengan nada bangga. Kak Adam tampaknya tidak percaya dan berpikir aku hanya berdelusi. Padahal yang kukatakan benar. Yang kumaksud sebagai informan adalah Ayah Kira dan Dokter Hary yang memberiku petunjuk yang cukup penting, walaupun semakin membingungkan.

"Ada yang kamu temukan, Adam?" Suara berat itu tiba-tiba terdengar dari bawah bingkai pintu yang masih terbuka. Kami bertiga segera menoleh ke arah pria itu. Aku tersenyum puas. Tujuanku bisa tercapai semudah ini.

"Belum, Komandan. Tapi sepertinya adik saya sudah mendapatkan sesuatu," sahut Kak Adam. Aku tersenyum ramah demi mendapat simpati.

"Selamat siang, Pak Komisaris," sapaku. Kombespol Erlangga membalas dengan ramah meskipun dengan wajah tegasnya yang bisa membuat seorang tersangka langsung mengakui kesalahannya.

"Jadi, apa yang kamu dapatkan?" tanya Kombespol Erlangga dengan antusiasme tinggi, tidak seperti Kak Adam.

"Setelah saya mendapat beberapa informasi, saya menjadi yakin jika ini sebenarnya adalah pembunuhan berantai. Saya sangat yakin jika si pelaku hanya mengincar para koruptor," jelasku. Kombespol Erlangga mengangguk paham, sesaat kemudian menghela napas panjang.

[END] High School of Mystery: Cinereous CaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang