29. Is It an Illusion ?

1.4K 132 53
                                    

Kata orang, putus cinta memang menyakitkan. Di usia 25 tahun ini, Jisoo baru pertama kali mengalaminya. Memang usia berpacaran dengan Seokjin tidak terlalu lama, belum sampai 5 bulan. Dulu ketika dia masih menyukai Seokjin walau mereka belum berpacaran, seingatnya dia tidak sesedih ini. Ketika Seokjin berciuman dengan Jennie di depan matanya, dia juga tidak menangis separah ini. Semua terasa sakit ketika pria itu dengan terang-terangan mengatakan mencintainya tapi tidak ada di sisinya sekarang.

Hari-hari semakin berat bagi Jisoo. Dia pikir putus cinta hanya sakit hati beberapa hari. Sekarang sudah tiga minggu dan rasa sakitnya masih sama, bahkan lebih. Justru sakit hati itu serasa mulai menggerogoti raganya.

Keberadaan Taehyung yang biasanya memberi solusi dalam permasalahan hidupnya, kali ini tidak. Justru dengan melihat Taehyung, Jisoo mengakhiri hari dengan menangis sejadi-jadinya. Menjadi mantan pacar kakak sahabat ternyata cukup berat. Inginnya bersama Taehyung supaya tenang, tapi pria itu justru semakin mengingatkannya pada Seokjin.

Weekend sudah datang, tapi Jisoo terlalu malas beranjak keluar dari selimut. Dia sudah kehabisan ide untuk melakukan hal apalagi supaya hatinya terhibur. Jalan ke mall, ke bar, ke club, bahkan berdansa sampai pagi, mabuk sampai tidak ingat apapun, semua sudah dia lakukan selama tiga minggu ini nyaris tanpa istirahat. Mungkin itu juga menjadi alasan kenapa tubuhnya sekarang terasa lemah. Pulang ke apartemen selalu hampir pagi hanya untuk membuat raganya lelah dan segera tidur.

Ting tong.....

Suara bel pintu rumah terdengar cukup jelas di telinga Jisoo. Ingin sekali tidak mendengar agar tubuhnya tidak perlu beranjak, tapi gagal. Si pemencet bel terus membunyikannya hingga Jisoo begitu risih.

Kim Taehyung, siapa lagi sepagi ini datang ke apartemennya.

"Jisoo-ya, belum juga membaik?" sapa Taehyung. Dia langsung masuk ke apartemen begitu Jisoo membuka pintunya. Keadaan Jisoo yang terlihat buruk sudah menjadi jawaban atas pertanyaan Taehyung. Pria itu hanya menggeleng-geleng. Pertanyaan yang selalu muncul di otaknya, harus diapakan Jisoo supaya tidak terus-terusan begini.

"Jisoo, apa aku perlu menghubungi Seokjin hyung?"

"Tidak! Tidak usah! Jangan coba-coba ya!" sekalinya Jisoo mengeluarkan suara, malah bernada tinggi hingga membuat Taehyung kaget dan bergidik.

"Lagipula dia juga menghilang setelah aku mengomelinya."

"Jangan membicarakan dia lagi, sementara ini."

"Baiklah...."

Jisoo menghabiskan waktu dalam kediaman. Tidak berminat sama sekali mengajak Taehyung berbicara. Ya seperti ini kondisinya saat Taehyung menghampiri Jisoo sejak wanita itu putus dari hyungnya. Terpaksa Taehyung harus mengerti Jisoo yang mengacuhkannya lebih banyak. Bukannya Taehyung tidak membantu Jisoo berbaikan lagi dengan Seokjin, tapi Taehyung sudah buntu dan kehabisan akal.

Dia sudah menjelaskan, memberi pengertian, bahkan membujuk Seokjin hingga mereka bertengkar, tapi tetap saja hyungnya itu keras kepala. Seokjin memiliki teorinya sendiri yang membuat kepala Taehyung pusing. Dia merasa hyungnya kali ini tiba-tiba menjadi idiot. Setelah berkorban begitu banyak untuk Jisoo, sekarang malah overthinking hingga hubungan kandas begitu saja.

Yang bisa dilakukan Taehyung selanjutnya adalah menenangkan Jisoo, tapi ya belum berhasil sampai dirinya sendiri lelah. Jisoo yang dari kecil begitu kuat hidup sendirian, tiba-tiba sangat lemah kalau urusan cinta. Taehyung baru tahu satu hal baru dari sahabatnya ini. Cantik, karir bagus, mandiri sejak kecil, tiba-tiba seperti lumpuh otak karena cinta. Manusia memang kadang lucu.

Taehyung menempatkan dirinya duduk dengan nyaman di depan Jisoo. Sedangkan Jisoo dari awal memang sudah berusaha menghindari kontak mata dengan Taehyung. Tidak mau pria itu melihat matanya yang terlampau bengkak dan muka berantakannya.

Dualisme [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang