12. Pedih

973 71 10
                                    

Alita tersenyum simpul menatap mata Adnan, tatkala pria matang itu mempersilahkan Alita duduk di kursi yang ia tarik sedikit menjauh dari meja, lalu ia duduk di kursi tersebut. Adnan menatapnya dalam dan mengambil tangan Alita. Jantung gadis itu berdetak cepat ketika Adnan mengecup punggung tangannya sambil memejamkan mata, cukup lama. Kemudian Adnan sedikit membungkukkan tubuhnya hingga wajahnya sejajar dengan wajah gadis itu.

"Kamu cantik banget, Al," ujarnya setengah mendesah dan mata yang sebelumnya menatap bibir Alita, kini turun di dadanya yang tidak tertutup sempurna dengan gaun merah darah yang dikenakannya sehingga belahan dada gadis itu terlihat jelas seolah ingin diraba. Dan kalian tahu? jantung Alita seolah akan meledak dan pipinya memerah bak udang rebus.

Tidak jauh dari meja yang Adnan dan Alita tempati, Alif menggeram kesal melihat mereka. Ia bangun dari kursinya sambil menghentakkan kaki di lantai, membuat Gilang terlonjak kaget dan tersedak jus alpukat yang baru saja ia minum karena matanya terlalu fokus pada dua orang yang terlihat seperti pasangan sempurna itu.

"Shit!" umpatnya.

Sementara Alif langsung meninggalkan Gilang tanpa menghiraukan apa yang sedang Kakaknya itu rasakan karena ulahnya yang membuat Gilang kaget.

"Woy! Mau ke mana?"

Alif hanya mengibas telapak tangan dan tetap melanjutkan langkahnya tanpa menjawab pertanyaan Gilang. Remaja itu tidak kuat melihat pemandangan yang diciptakan Adnan dan Alita yang membuat matanya sakit. Sementara itu, Gilang memilih bertahan di tempat.

Senyum smirk tercipta di bibir Adnan tatkala matanya menangkap Gilang yang ternyata masih memata-matainya. Ide gila merasuki pria matang nan tampan itu.

Adnan memegang dagu Alita, hampir menghilangkan jarak dengan gadis itu.
"Al, andai ini bukan tempat umum ..." Ucapan yang sangat Adnan gantung berhasil membuat sesuatu di dalam dada gadis itu berdebar-debar.

"Saya udah gigit bibir kamu yang seksi itu," lanjutnya.

Seketika itu Alita menggigit bibir bawahnya. Pipi Alita memerah dan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Adnan tersenyum puas melihat reaksi gadis itu, padahal ia sendiri belum pernah merasakan ciuman. Dasar!

"N-na ... nanti b-bibir ak-ku sakit, Mas," katanya dengan suara terbata-bata.

Mendengar itu, Adnan tertawa kecil. "Nggak sakit, Al. Enak kok, enak," godanya membuat Alita menundukkan wajahnya karena malu.

"Shit!" umpat Gilang. Ia sudah tidak tahan berada di tempat ini. Akhirnya ia memutuskan pergi ke meja kasir dan segera meninggalkan tempat ini.

Ketika hendak keluar dari restoran, Gilang berpapasan dengan Andi.
"Eh kak Andi," sapanya.

"Eh, Lang," balasnya, mereka saling melempar senyum kemudian tanpa mengatakan apa pun Gilang segera melewati sahabat dari kakaknya itu, membuat Andi menggaruk tengkuk lehernya yang sama sekali tidak gatal.

Ada apa dengannya? Kenapa wajahnya terlihat seperti mangga muda? Andi membatin.

Sudahlah.

Ah itu dia!

Mata Andi menatap lurus sosok sahabatnya bersama wanita yang mengenakan gaun merah tanpa lengan. Andi tersenyum menatap Adnan seakan memberi pujian karena Adnan tidak membohonginya, ditambah lagi Adnan membawa wanita yang dilihat dari belakang saja sudah menarik.

"Oh, jadi in—" tukas Andi menjeda ketika akan duduk.

"Ni," lanjutnya. Ia terkejut bukan main setelah melihat calon istri yang akan dikenalkan sahabatnya itu ternyata Alita. Begitu pun Alita, ia terkejut. Ternyata Adnan tidak mengajaknya makan malam seorang diri.

Harta Tahta AlitaWhere stories live. Discover now