nyaman

818 73 1
                                    


Fajar berjalan di lorong rumah sakit, ibunya masih di rawat dan dia tak bisa pergi karena teh Susan harus pulang untuk bekerja. Karena klub Fajar SGS PLN Bandung kalah dari kejurnas maka Fajar tak main lagi di turnamen itu. Fajar baru saja bangkit dari kekalahan, tapi telfon dari pelatih ganda putra yaitu coach Herry IP membuat Fajar runtuh dan tak ada semangat lagi. Dia di wo oleh PBSI dalam 3 turnamen bulan ini, padahal besar harapan fajar untuk menang pada turnamen tersebut.
Saat Fajar berjalan ia tak sengaja melihat Zahra duduk di kursi rodanya sendirian di dekat taman. Fajar langsung menghampiri Zahra dan duduk di sampingnya.

" Ada masalah?". Zahra seperti tau apa yang di alami Fajar.

Fajar hanya menoleh dan menghela nafas pelan.

" Gak" .

" Oh".

Jawaban Zahra membuat fajar semakin geram dengan sifatnya. Kenapa sih gak seperti Zahra yang ibunya bilang. Fajar menoleh ke arah Zahra yang sedang menatap lalu lalang orang orang.

" Gini amat ya hidup gue, salah apa sih gue, kesel lama lama gantung raket ini mah". Fajar mengacak rambutnya kasar.

Hening yang terdengar, dan Fajar hanya menunduk dengan sesekali meratapi nasibnya yang tak tau lagi arah hidup.

Zahra membuka suara, yang seketika membuat Fajar menoleh dan menatap Zahra.

" Yang punya masalah gak cuma kamu jar, semua orang juga punya masalah, kamu cuma wo kan bukan di keluarkan dari PBSI, berarti harapan kamu masih bisa di lanjut, yang perlu kamu laksanakan adalah evaluasi dan introspeksi diri ". Fajar menatap Zahra dengan heran, perempuan yang dia anggap batu itu ternyata punya pemikiran yang sangat baik dan bisa memotivasi Fajar.

" Tapi itu 3 turnamen bergengsi zah, gue harepin banget biar rank gue bisa naik. Iya gue tau di 2019 di turnamen yang sama gue kalah trus dan itu mengancam rank gue. Tapi bukan berarti kali ini gue sama kek tahun lalu , gue sama Rian udah berusaha buat bisa bahkan di kejuaraan dunia gue udah dapet perunggu, apa itu gak cukup buat nama baik PBSI". Fajar menunduk dan terdiam.

" Angkat kepalamu jar, lihat sekeliling mu termasuk aku, jangan kamu lemah hanya karena kamu di wo saja". Mendengar itu Fajar langsung mengangkat kepalanya dan menatap Zahra.

" Lihat ke ruang itu jar". Zahra menunjuk salah satu ruang yang terbuka pintunya menampakkan seorang pasien dengan kursi roda dan Fajar memfokuskan ke kaki pasien tersebut dan ternyata pasien itu tak mempunyai kaki, sontak Fajar menatap heran Zahra karena tak mengerti apa maksud Zahra.

" Trus? Kenapa gitu?".

" Dia atlet jar, sama seperti kamu tapi bedanya dia adalah atlet lari". Fajar terkejut dan menatap pasien itu lagi.

" Dia kehilangan dunianya, dia itu punya mimpi membawa bendera merah putih berkibar di seluruh dunia, bahkan dia itu merupakan juara Nasional bahkan bulan ini harusnya dia bertanding di swiss". Penjelasan Zahra berhasil mengetuk hati Fajar Alfian yang mungkin merasa seharusnya dia masih bersyukur karena masih bisa bertanding di turnamen lainnya dibandingkan pria yang ada di seberang nya itu.

" Apa yang harus kamu lakukan jar? Apa kamu masih mau mengeluh tentang itu? Bodoh harusnya kamu bersyukur setidaknya kamu di wo pun pasti ada alasannya jadi jangan dengan cepat mengambil keputusan bahwa hanya kamu yang punya masalah".

Fajar menatap Zahra dengan lekat, sehingga Zahra merasa dia sedang di perhatikan. Zahra menoleh dan matanya bertemu dengan mata Fajar . Ketika Zahra hendak menoleh membuang pandangannya, tapi fajar malah menahannya untuk tetap bertatapan.

" Lo bener, gue gak seharusnya merasa kek gini, ternyata gue salah, gue fikir cuma gue yang punya masalah, tapi justru banyak orang di luar sana yang masalahnya lebih besar dari gue. Makasih ya udah mau ingetin gue". Fajar tersenyum manis kepada Zahra. Sedangkan Zahra berusaha membuang pandangan itu. Padahal dalam batin Zahra saat ini dia merasa sangat malu dihadapan Fajar yang tersenyum seperti ini.

" Tidak perlu terimakasih, sesama manusia sudah sepatutnya untuk saling mengingatkan". Jawaban datar Zahra membuat fajar sudah terbiasa dengan sifat Zahra yang seperti ini, karena lambat Laun Fajar akan berusaha membuat Zahra kembali seperti dulu yang dikatakan ibunya.

Fajar menatap jam tangan nya dan melihat jam tangan ternyata ini sudah hampir sore dia harus kembali ke kamar rawat ibunya.

" Eh, zah gue balik duluan ya, Lo mau di anter apa gimana".

" Gak usah saya bisa sendiri".

" Yakin, ntar ketumbur orang lagi ".

" Sudah sana, saya bisa kamu gak usah khawatirkan saya".

" Yaudah gue pergi".

Baru lima langkah Fajar berjalan, tiba tiba Fajar mendengar suara Zahra mengaduh.

" Aduhhhh".
Fajar menoleh dan berlari mendekati Zahra.

" Zah, kamu kenapa? Ada yang sakit?".
Tidak ada jawaban, namun sama seperti kemarin hidung Zahra berdarah. Fajar panik dan langsung mengantarkan ke ruangannya.









Gimana gimana, menurut kalian mereka bakal bersatu atau gak nihh..
Tunggu kelanjutannya yaaa

Jangan lupa vote

Happy reading 🤗

Behind the smile || Fajar Alfian [ Completed ]Where stories live. Discover now