[12] Sebuah Petunjuk

3.7K 481 6
                                    

Bismillah
Selamat membaca:)

----

"Berdamai dengan masa lalu bukanlah hal yang mudah, tetapi meninggalkan cerita yang belum usai jauh lebih membuat hati kita resah."

☆☆☆

Razita sering mendengar bahwa waktu mustajabah untuk memohon kepada Allah swt salah satunya adalah di sepertiga malam. Maka dari itu, seperti biasa Razita selalu menyempatkan melakukan shalat tahajud setidaknya dua rakaat. Namun, malam ini rasanya ada begitu banyak hal yang ingin Razita tumpahkan dalam doanya. Terutama perihal tujuan utamanya datang kemari.

Sampai detik ini pun berulang kali ia mencoba ikhlas dengan kejadian yang menimpa kedua orang tuanya tapi tetap saja kadang sesekali dadanya masih begitu sesak kala mengingat darah yang berlumuran di tubuh mereka pada hari itu.

"Ya, Allah jika memang Engkau mengizinkan hamba mengikhlaskan semua ini maka pertemukan hamba dengan pelaku yang sebenarnya. Biarkan hamba bisa segera menghapus dendam ini. Biarkan orang itu segera menebus dosanya. Bukakan jalan bagi hamba Ya Rabb, Aamiin."

Selepas mencurahkan semua isi hatinya, Razita segera melipat mukena dan memasukkannya ke dalam tas agar tidak tertinggal. Saat itulah ia baru ingat kalau gelang yang ia temukan kemarin masih belum dikembalikan pada Ghazi.

Razita mengambil gelang hitam itu. Mengamatinya dengan seksama seolah ia teringat akan sesuatu. Dan beberapa detik kemudian, ia langsung berjalan ke arah laci. Lalu, mengambil sebuah kotak yang berisikan sesuatu yang sama dengan yang ia pegang. Hanya beda warnanya saja.

"Sama persis?"

Kini, Razita baru tersadar kalau kedua gelang di masing-masing tangannya sama persis. Oke, Razita tahu kalau sebuah pabrik atau usaha tidak akan membuat hanya satu produk, pasti lebih dari itu. Tetapi, entah kenapa feelingnya berkata sebaliknya. Razita yakin kalau gelang seperti ini pasti dipesan, biasanya untuk couplean.

Apa mungkin gelang putih yang menjadi barang bukti itu juga berpasangan? Andai Razita tahu dimana pasangan yang satu lagi pasti akan lebih mudah baginya untuk menemukan pelakunya.

Dan kelihatannya ada satu orang yang bisa membantunya.

☆☆☆

Sejak tadi pagi Razita berusaha untuk mencari celah agar bisa mengobrol dengan Ghazi tanpa ada teman satu ruangan yang tahu. Razita hanya ingin memastikan hal ini terlebih dulu sebelum merepotkan yang lain. Barulah, saat jam istirahat ia bisa bertemu Ghazi di kantin yang kebetulan juga sendirian.

"Kak, boleh ngobrol bentar?" tanyanya langsung to the point.

Ghazi sempat terkejut karena jarang sekali Razita mau menegurnya terlebih dulu. "Kenapa?"

Razita mengeluarkan gelang hitam itu dari saku kirinya. "Gelang Kakak kayanya jatuh di toilet kemarin."

Ghazi mengambil gelang itu tapi bukan untuk dipakai melainkan diamati baik-baik. "Ah, ini gelangnya Ines bukan gelang gue. Punya gue ada di rumah."

Tanpa perlu Razita pancing, pembicaraan Ghazi sudah mengarah ke arah yang ia inginkan. Syukurlah. "Gelang couplean ya Kak?"

"Iya tapi ini gue belinya udah lama banget." Ghazi mencoba mengingat-ingat, "kalau gak salah setahunan yang lalu. Gue aja udah ganti dua kali. Gak tahu kenapa sama Ines dipakai lagi." Ghazi malah menunjukkan gelang tali yang ia pakai sekarang.

"Gelangnya bagus, Kak," ujar Razita pura-pura tertarik sambil menunjuk gelang manik hitam tersebut.

Ghazi mengangkat sebelah alisnya. Tidak percaya kalau seorang Razita akan suka dengan sesuatu seperti ini. "Lo suka gelangnya?"

Cahaya Di atas Cinta [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang