BAB 3

181 27 33
                                    

Omongan tak masuk akal hantu laki-laki itu berhasil membuat Bomi dengan tidak warasnya pergi ke sekolah di hari libur. Orang waras mana yang pergi ke sekolah di tengah-tengah awal musim dingin seperti ini? Menonton film sambil menikmati cokelat panas di bawah selimut rasanya lebih menyenangkan untuk dilakukan.

Tentu saja Sekolah sepi. Namun tak mungkin sampai sama sekali tak ada orang di dalam bangunan luas itu. Tentu saja ada. Namun, Bomi datang ketika pak tua Yoo itu tertidur pulas di pos satpam.

Melihat Bomi datang bersama Jeno membuat hantu-hantu lain penunggu sekolah ini tak segan-segan menampakkan dirinya pada Bomi. Kali ini Bomi pun tak berpura-pura seolah tidak melihat apapun lagi, ia sesekali tersenyum kepada arwah yang kelihatannya baik.

Jujur saja, diberi kelebihan melihat apa yang tak seharusnya di lihat membuat Bomi menyadari kalau dunia sangat dipenuhi hal-hal yang unik. Rasanya, seolah tak ada yang mustahil di dunia ini.

Sekarang, disinilah Bomi dan Jeno berada. Di kolam renang dalam ruangan. Sekolahnya ini memang berfasilitas sangat lengkap. Bahkan, ada ekstra kulikuler memanah dan berkuda.

Bomi hanya duduk-duduk di kursi pinggir kolam karena ini musim dingin. Sumber air di daerah sini sangat dingin karena Bomi tinggal di kota yang dekat dengan puncak.

"Lalu bagaimana?" Tanya Bomi sambil menatap Jeno yang kini mencelupkan kakinya ke dalam air. Benar juga, bukannya hantu sudah tidak bisa merasakan apa-apa?

"Ya begitulah. Aku sudah meninggal. Bantu aku kembali ke alamku dengan tenang."

"Ceritakan sesuatu tentang dirimu."

"Itu tadi bukannya sudah ku katakan? Aku-sudah-meninggal?!"

"Kau ini bodoh ya?! Bagaimana aku membantumu jika itu satu-satunya petunjuk yang kau berikan?"

"Memang bagaimana lagi kalau aku tak ingat, lagi pula kan-" Jeno mendadak merasa tubuhnya kesakitan ketika ia hendak memercikkan sedikit air dari kolam renang di dekatnya ke arah Bomi.

Sesuatu terlihat ketika lelaki menutup mata. Seperti .... ia melihat dirinya melompat ke dalam air ke dengan mata terbuka dan raut menangis. Itu hanya potongan imajinasi yang entah kenapa muncul di kepala Jeno. Jeno merasa kepalanya sakit.

"Yak! Kau tak apa?"

"Ak, aku baik. Hanya saja nampaknya aku melihat sesuatu."

"Sesuatu seperti apa? Bisa jadi itu adalah petunjuk kematianmu." Bomi menjeda ucapannya dan memutar kedua matanya malas. "Tolong diamlah! aku sedang berbicara dengannya!" Lanjutnya sambil merengut karena hantu yang ia itu temui di perpustakaan tempo hari menembus dirinya beberapa kali. Seolah bersenang-senang dengan Bomi namun Bomi tak tampak menikmatinya. "Yak, Lee Jeno. Bisa tolong Kau usir hantu menyebalkan ini?"

"Aish, Pergilah. Kau tak punya teman? Dasar hantu kesepian." Begitu Jeno menyuruhnya pergi, hantu itu langsung menuruti perintah Jeno.

"Kau, cukup senior juga membuatnya langsung menurutimu."

"Haha tentu saja, aku sudah lama berada di sini."

"Apa kau ingat sudah berapa lama kau menjadi hantu?"

"Aku tidak terlalu mengingatnya, tapi ada satu yang aku tahu, sekolah ini dulunya ada patung berbentuk globe di halamannya. Namun sudah di renovasi beberapa kali hingga jadi sekolah bagus seperti sekarang ini. Aku juga tak tahu mengapa patung itu di hilangkan."

"Wah, bukankah itu sangat lama? Bukanya itu sudah lewat lima belas tahun yang lalu?" Bomi tak percaya dengan ini semua.

"Ya maka dari itu, aku ingin segera meninggalkan dunia ini."

I Can Hear You | Lee JenoWhere stories live. Discover now