BAB 4

162 20 59
                                    

Bomi menatap pantulan dirinya dalam cermin. Setiap melihat rupa itu, ia selalu bertanya-tanya 'Kira-kira aku mirip siapa ya?' Bomi benar-benar ingin tahu rupa ayahnya. Sementara rupa ibunya, ia tahu. Namun ia sudah lupa karena itu sudah sangat lama.

Bomi mengikat rambutnya. Penampilananya hari ini sangat manis. Ia menggunakan setelan overal berwarna coklat muda dan gaya rambut kepang dua. Tak lupa, karena ini musim dingin Bomi mengenakan coat senada, kaus kaki panjang selutut berwarna seperti kulit dan sepatu boat anti slipper supaya ia tidak terpeleset kalau saja hari ini salju turun.

"Kau rapi sekali? Mau pergi kemana?" Nenek Bomi melihat cucunya itu dari luar kamar Bomi.

"Ah, Nenek, aku akan pergi ke rumah Heejin." Bohong Bomi. Ia tentu saja tidak akan berbicara yang sejujurnya mengenai hantu itu dan janji yang hantu itu tawarkan.

"Kau pergi bermain di cuaca seperti ini? Kau tahu aku sudah sangat tua, apa kau tak kasihan padaku Bomi?"

"Nenek, bukan begitu. Aku hanya akan mengerjakan tugas saja. Bukan bermain-main." Lagi, Bomi berbohong. Ia sendiri pun tak paham bagaimana bisa ia selancar ini dalam berbohong. "Ah, aku akan membereskan rumah dan mencuci pakaianmu dan Paman terlebih dahulu, Nek."

"Kau tak perlu melakukan itu, kau sudah rapi. Kalau untuk belajar, pergilah jangan pulang terlalu laruhㅡuhuk, uhuk, dadaku sakit sekali."

Melihat neneknya terbatuk, Bomi kasihan. Ia semakin membulatkan tekadnya untuk menyelesaikan pekerjaan rumah terlebih dahulu sebelum pergi.











"Kau terlambat, Bomi. Ada apa? Tak biasanya kau begitu." Itu adalah kalimat pertama yang keluar dari bibir mungil Heejin.

Mereka berdua ada di taman paling dekat dengan sekolah mereka. Mereka memang sudah mengatur janji untuk bertemu di sana pada jam yang telah ditentukan juga. Namun, Heejin harus menunggu satu jam lebih lama karena Bomi datang lebih lambat.

Bomi menunjukkan raut bersalahnya. Ia tanpa segan meminta maaf kepada Heejin. "Aku harus melakukan pekerjaan rumah terlebih dahulu, Heejin. Maafkan aku telah membuatmu lama menanti."

"Begitukah? Ah, iya tak apa. Lain kali kau harus bilang dulu jika terlambat agar aku tak menunggu lama seperti ini. Sangat membosankan, tahu?!"

"Iya. Sudahlah jangan marah seperti itu. Kau cepat tua nanti."

Heejin terkekeh mendengarnya. "Baik lah, baiklah. Kita langsung ke rumah bibi ku, eoh?"

"Ya, tentu saja."

Dua gadis itu kemudian beranjak dari tempat duduknya untuk menuju ke stasiun kereta bawah tanah yang tak jauh dari sana.

Gerbong kereta tidak terlalu padat karena prediksi cuaca hari ini akan turun hujan. Siapa pula yang ingin bepergian di saat hujan di tengah-tengah musim dingin?

Heejin dan Bomi bercerita tentang siaran televisi mengenai ajang pencarian bakat episode semalam. Kedua gadis itu memang terobsesi dengan idola tampan yang jago menari dan menyanyi juga mempunyai visualisasi yang menawan. Seperti gadis seusia itu pada umumnya, mereka akan bersemangat dan menghabiskan waktu dalam membicarakan pria-pria tampan itu.

"Kalian ini benar-benar melelahkan. Apa tak bisa berhenti membicarakan pria yang bahkan tak mengenalmu?" Bomi nendengar suara berat itu, dengan segera ia menoleh ke samping dan mendapati Jeno duduk di pojok sana.

"Ya, kau sedang apa disini?!" Bomi berbicara pelan. Hampir tak mengeluarkan suara karena ia bisa saja dicap sebagai orang aneh nantinya.

"Tentu saja mengikutimu. Kau kira apa? Aku hantu yang hendak bepergian begitu?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Can Hear You | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang