14. Korban Ketiga

49 11 0
                                    

Sekitar sepuluh menit kami menunggu. Hingga suara sirine membuat kami terbangun dari kantuk yang mulai menyerang.

Langkah-langkah gagah terdengar di koridor. Ada lima polisi disini.
Pak Rahmat dan Jeff segera menceritakan situasi secara rinci kepada salah satu polisi.

Sedangkan empat yang lainnya mulai mengevakuasi korban. Memasang garis kuning dan memotret bukti-bukti.

Kami semua melihat semuanya secara jelas. Begitu pula saat kami melihat dengan jelas siapa mayat yang tertanam mengenaskan itu.

"Nyalakan lampunya" perintah salah satu polisi . Pak Barjo menurut dan menyalakan saklar lampu di dinding samping.

Dan hal itu membuat kami semua tercengang hebat.
Pak Rahmat pun membulatkan mata melihat siapa mayat tersebut.

"Ervanka!" teriak Pak Rahmat.

Ya benar. Dia Ervanka. Ervanka Larisha. Kakak kelas kami.

Tubuh putihnya pucat membiru, rahang bawahnya sobek, seperti disayat sesuatu. Dia masih mengenakan seragam lengkap dengan sepatu.

Yang membuat kami merinding adalah lengan kanannya yang terkilir ke belakang. Terlihat seperti hendak patah. Di dalam pot, darah masih menggenang.

Siapa yang tega melakukan ini semua!
Menanam jasad di dalam pot dengan tertekuk-tekuk.

Polisi segera meletakan jasad dalam karung pertolongan. Kami semua takut, kalut, sedih, marah. Sungguh emosi yang membuat jantung kami terus menerus berirama.

"Saya sarankan sekolah diliburkan besok. Kami akan melakukan penyelidikan lanjutan sampai besok pagi. Sudah kedua kalinya terjadi pembunuhan di sekolah anda. Kami perlu penindak lanjutan" tegas Pak polisi.

Pak Rahmat menggangguk mantap.

"Baik Pak" ucap Pak Rahmat.

"Misi yang kalian semua lakukan sangat berbahaya. Apalagi kalian notabennya masih siswa disini. Setelah ini pulang ke rumah masing-masing dengan selamat." titah Pak Polisi.

"Ya, kalian semua pulang. Biar saya, Pak Barjo dan Pak polisi yang menyelesaikan ini. Saya sangat berterimakasih atas kobtribusi dan keberanian kalian. Saya harap kalian tidak membeberkan masalah ini pada siswa lain" ucap Pak Rahmat.

"Baik Pak, kami semua pamit pulang." ucap Jeff lalu menuntun William keluar.

Kami semua tentu mengikutinya. Lelah! Benar-benar lelah.

"Hati-hati pulangnya. Gue anter William." ucap Jeff saat kami sampai di gerbang.

Selepasnya, kami pulang dengan perasaan campur aduk. Bahkan kami tidak merasakan kantuk sama sekali.

Ervanka. Korban ketiga setelah kematian Putra dan Citra. Apa benar semua ini ulah Kak Gibran?



Anonymous Letter ✔ endWhere stories live. Discover now