18. Bar

45 7 0
                                    

Dam dam dam dam...

Berpasang-pasang muda-mudi menari meliukkan tubuh mereka. Mencari-cari kenyamanan dalam pelukan, saling memagut bibir dan menikmati malam panas.

Semesta telah sampai di bar yang sudah lama tidak ia kunjungi. Ia tinggal menunggu Gibran, Alkan dan Jevi. Teman tongkrongan yang juga kakak kelasnya.

Dengan pergulatan fikiran, akhirnya dia memutuskan untuk menuruti keinginan Gibran.
Sebenarnya ada rasa penasaran dan ngeri jika mengingat hal yang Gibran lakukan di rooftop.

Ya, saat Gibran menghapus darah yang bertuliskan namanya. Dia masih penasaran,  apa hubungan si Anonymous dengan Gibran.

Apakah justru Gibran si Anonymous?

"Woi man! Long time no see" sapa Jevi berhigh five.

Semesta membalasnya, begitu pula dengan Alkan dan Gibran.

"Ke meja sana aja" ajak Alkan.

"Permisi, apa ada yang ingin dipesan?" tanya seorang waiters cantik yang baru saja menghampiri meja mereka.

"Ekhm, malam bisa ngga sama aku?" tanya Jevi.

Semesta mendengus, ini yang ia tak suka jika pergi ke bar. Pastinya tak jauh-jauh dari having sex.

"Nanti aku jemput ya" kata Jevi.

"Al, hunting ngga?" tanya Gibran.

"Nanti deh, gue cari-cari dulu yang keliatan jago main" kata Alkan.

"Lo ngga cari Ta?" tawar Gibran.

"Engga, gue masih inget Kintan Kak" ucap Semesta sembari menyesap Tequila miliknya.

Semesta bergidik saat Alkan menemukan mangsanya, dia juga tak sadar jika Jevi sudah menghampiri waiters cantik tadi.

Sekarang hanya tersisa dirinya dan Gibran. Ia melihat Gibran menyesap vape beberapa kali, diselingi mabuk tentunya.
Ia sengaja memesan alkohol berkadar rendah, agar tidak mabuk.

"Kak, udah kali, lo udah keliatan mabuk. Bawa mobil kan lo" tegur Semesta pada Gibran.

Beberapa kali Gibran meracau tak jelas.
Ia melihat arlojinya, pukul 02.30. Sebaiknya ia pulang.

Ia mencari-cari Jevi dan Alkan, namun nihil. Mungkin mereka sedang bersenang-senang. Terpaksa ia harua memapah Gibran dan mengantarnya mencari taksi.

Ia tak mungkin mengantarnya pulang. Rencananya mobil Gibran ia titipkan di bar.

Saat ia dan Gibran melewati desakkan pengunjung bar, ia tak sengaja mendengar racauan Gibran yang membuatnya berhenti melangkah.

"Kenapa.. Kenapa lo ngga bisa nepatin janji"

"Gue udah turuti semua perintah lo"

"Darah itu ... mayat itu..."

"Gue juga takut.. tapi gue sayang lo"

"Apa maksud lo kak" tanya Semesta.

Namun Gibran tak membalasnya dan memilih memuntahkan cairan ke lantai.
Semesta bisa gila!

Mayat? Darah siapa?

Apa darah di rooftop itu?

Dia mendudukan Gibran di tanah, dan menghentikan taksi yang melewati mereka. Memapah Gibran untuk masuk ke taksi dan membayar ongkos taksi untuk mengantarkan Gibran pulang.

Dia menghela nafas gusar. Apa dia harus menceritakan ini kepada geng Rich? Apa tidak usah?

"Arghhhh, Gibran, you make me crazy! " teriak Semesta frustasi.

Anonymous Letter ✔ endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang