Aku selalu ingin membuatmu merasa nyaman, dan melewati hari-hari indah. Namun pada akhirnya aku yang menyakitimu. Maaf aku pergi.
🧷
Author Point Of View-
Ini sudah beberapa minggu semenjak kelulusan diumumkan di SMA dimana tempat Adreas dan Jingga menuntut ilmu. Namun sudah berhari-hari terlalui, Adreas sama sekali tidak muncul, Adreas sama sekali tidak menemui Jingga, bahkan sekedar notifikasi telefon dan pesan pun tidak Jingga terima.
"As, dimana sih?"
Gadis itu memandang kosong ke jendela luar, dari kamarnya terpapar pemandangan indah taman kecil di rumahnya, beserta sebuah kbangku dimana Reas dan dirinya sering bercanda dan duduk berdua.
Gadis itu bersedih, dari sorot matanya terlukis segala jenis kerinduan dan sepi. Padahal beberapa belas atau bahkan puluhan hari yang lalu pengumuman SNMPTN akan dibagikan, dan ia mendapatkan apa yang diharapkan. Untuknya dan untuk Reas.
"Ngga, makan yuk? Bunda udah buatin sup ayam nih kesukaan kamu"
Seorang wanita paruh baya mengetuk pintu lalu membukanya perlahan, Bunda Maya. Ia masuk dan menemukan anak gadisnya sedang murung dan menatap sendu keluar jendela.
"Males bun, lagi nggak mood"
"Ih kamu mah sukanya gitu, tadi pagi udah nggak sarapan loh, siangnya cuma makan roti. Makan yuk?"
Bunda Maya mengelus pelan rambut Jingga, sudah beberapa hari memang Reas tidak pernah main kerumah. Bahkan dari cerita anaknya, Reas tak pernah memberi kabar.
"Bun, sebenernya Reas kemana ya? Kok beberapa minggu nggak ngabarin?"
"Mungkin Reas lagi sibuk Ngga, jangan sedih-sedih mulu ih kamu"
"Yaudah deh bun, makan yuk. Nanti Ingga mau coba telfon Reas lagi"
"Yaudah ayo"
Jingga dan Bunda Maya keluar dari kamar, berjalan beriringan menuju meja makan yang sudah penuh dengan hidangan lezat.
.
"As, lusa berangkat ya"
Seorang wanita paruh baya masuk ke kamarnya, sedang pemuda itu duduk diam, tak bergeming.
"As, denger mama kan? Lusa flight jam 9 pagi ya"
"As?"
"Adreas!"
"Iya ma, Reas denger"
Pemuda itu akhirnya mengeluarkan satu kalimat singkat, di otaknya sedang berputar segala hal yang berat ia tinggalkan. Dia tau bahwa pada akhirnya, mau tidak mau, orang tuanya akan terus memaksa untuk pergi. Menjauh dari Jingga, satu-satunya warna yang mampu menciptakan lukisan indah dalam hidupnya.
"Reas mau pamit sama Jingga ma"
Pemuda itu berdiri dan mengambil jaket yang disampirkannya di kursi, namun tangannya dicekat oleh sang ibunda, melarangnya pergi.
"Ma, please. Reas cuma mau pamit sama Jingga"
"Kamu yakin? Siap kamu liat Jingga sedih?"
"Mending Reas pamit ma, daripada harus diem-diem"
"As, mama yakin Jingga sedih banget kalau dia tau kamu mau pergi"
Pemuda itu menghela nafasnya, mencerna segala macam ucapan yang baru saja diucap oleh ibundanya. Benar juga, pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pancarona-
FanfictionIni perihal cerita kita. Berlatarkan indahnya kota. Pan·ca·ro·na kl n bermacam-macam warna