Chapter 25 • Cruel World

331 33 4
                                    

"Terkadang hidup memaksa kita untuk merasakan lebih dari apa yang seharusnya kita rasakan."

🍀Chapter 25🍀
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•

Aku termangu menatap jam dinding yang masih berdetak dengan nyaring. Tiap detiknya terasa seirama dengan degupan jantungku yang kian menggebu.

Mataku teralih pada jendela kamarku, berkeliling menyaksikan banyak perubahan di sekitar lingkungan. Rumah tetanggaku yang dulu berwarna jingga, kini sudah berubah menjadi biru.

Begitupun kehidupan keluargaku yang dulu terasa hangat dan bahagia, kini hanya sunyi yang tersisa bersama kilas kenangan yang mulai berdebu.

Semenjak tinggal bersama Tante Mella, hubunganku dengan Azka semakin menjauh. Obrolan-obrolan ringan yang dulu seringkali terjadi, kini mulai terkikis jatah waktunya.

Seluruh waktu Azka tersita hanya untuk kuliah dan bekerja, sedangkan aku?

Setiap libur sekolah, hanya bisa meratapi nasibku yang terkukung dalam penjara. Menunggu gema dari sang nyonya yang selalu memerintah tanpa kenal lelah.

Seperti hari ini, aku baru saja pulang menemaninya pergi belanja. Menjadi kuli panggul selama berjam-jam, setelah tadi pagi ia menyuruhku menggotong kursi yang sudah rusak ke tempat pembuangan sampah.

Padahal, ada tukang sampah yang akan melakukannya dengan sukarela. Tetapi, Nyonya Pamella Terryana lebih memilih memperbudakku untuk melaksanakannya.

"Arrasya!" pekik seseorang berteriak memanggil namaku.

Ah, sialan!

"Arrasya, cepet dong kalo dipanggil!" bentaknya lagi.

Aku bersungut-sungut membuka pintu kamarku. Nyonya besar telah memanggilku, entah kegiatan apalagi yang akan ia suruh.

"Apa?" sahutku malas saat sudah berada di depan kamar Ayah yang kini menjadi kamar Tante Mella.

"Tolong beresin gudang ya! Saya mau pergi dulu keluar," ujarnya dengan kasar.

Wanita macam apa dia? tidak ada lemah-lembutnya sama sekali.

"Males. Udah capek, disuruh-suruh Mulu dari tadi," tukasku menolak.

Sejak pagi hingga petang, ia selalu menganggu waktu istirahatku. Waktu libur sekolahku jadi sama sekali tidak ada artinya semenjak kehadirannya.

Jujur saja, seluruh tubuhku sudah remuk rasanya. Ingin merebah saja sulit sekali rasanya.

"Lemah banget sih! Saya laporin ke Ayah kamu ya," ancamnya yang selalu membawa-bawa nama Ayah.

"Dasar licik. Jangan ganggu Ayah, biarin Ayah fokus kerja," cibirku.

"Ya makanya kerjain!" gertak wanita ini sembari memukul kepalaku.

Wanita ini benar-benar!!!

Untung saja ia wanita dan lebih tua dariku. Kalau saja tidak, pasti sudah kuhabisi dia. Memangnya wanita bisa apa jika dipukuli oleh laki-laki? Paling hanya menangis.

Aku selalu tidak tega menyakiti wanita, tetapi kalau wanitanya seperti Tante Mella. Aku rasa aku harus memikirkannya.

Akhirnya, aku menuruti permintaannya. Dengan segenap rasa kesal dan amarah yang terus-menerus bergemuruh di dadaku.

Mella sialan.

Kurang ajar.

Berani-beraninya ia menyuruhku melakukan semua perintahnya.

Ingin sekali rasanya aku memakinya keras-keras, kalau saja aku tak memikirkan nasib anggota keluargaku yang lain.

Tak apa Arrasya, sebentar saja. Sedikit lagi kau pasti akan mendapatkan celah untuk membalas semua amarahmu padanya. Jangan lakukan kekerasan pada wanita, itu hanya akan membuatmu terlihat lemah.

Aku terus merapalkan mantra dalam hati, sembari mengingat wajah Bunda yang selalu kucintai. Berusaha menguatkan diri ini untuk bertahan sedikit lagi.

***

Angkasa mulai meredup, menyisakan cahaya remang pada ruangan pengap dan lembap ini yang hanya berhiaskan lentera dengan cahaya kekuningan.

Aku terus berkutat dengan barang-barang lapuk di ruangan berdebu ini. Mengangkat satu per satu barang yang kadang ukuran dan beratnya melebihi tubuhku.

Membersihkan tiap inci barang dan lantainya, lalu memindahkan barang-barang itu lagi seperti semula. Sungguh, dulu membersihkan gudang bersama saudara-saudaraku terasa sangat menyenangkan. Namun nyatanya, ini akan jadi malapetaka jika membersihkannya sendirian.

Serpihan debu menyerang dari segala sudut, membuat sesak membelengguku di setiap tarikan napas. Pening sudah menyerang kepalaku sejak beberapa waktu lalu, menyisakan kakiku yang kini bergetar kala dijadikan tumpuan.

Puk
Puk

Aku menepuk kedua tanganku guna membersihkan debu-debu yang bersarang di sana. Masker yang menutupi sebagian wajahku rupanya tak cukup untuk menangkal debu-debu yang masuk dan mengusik paru-paruku.

Aku mulai tersengal-sengal, bersamaan dengan keringat yang terus menghiasi wajahku.

Tidak, jangan di sini. Kumohon.

Aku terus saja merapalkan doa kala kakiku tak mampu lagi menahan bebannya. Kalau aku pingsan di sini, tak akan ada yang akan menyadari.

Berusaha sekuat tenaga untuk keluar dari ruangan ini, setidaknya aku harus sampai di depan.

Tuhan, tolong aku.

Pandanganku justru meredup kala aku terus memaksakan kakiku untuk bergerak. Oh, rasanya sakit sekali sungguh. Entah mengapa, badanku menjadi serapuh ini sekarang.

"Bunda ..."

Hanya nama itu yang bisa kusebut sekarang, berharap malaikat akan datang dan membawaku pergi dari sini. Berharap semua masalah yang terjadi hanyalah mimpi.

Sudah, aku sudah tidak sanggup lagi sekarang. Aku pasrah akan situasi saat ini, membiarkan tubuhku tergeletak mengenaskan di samping peti-peti yang baru saja kubersihkan.

Bersamaan dengan pandanganku yang mulai menggelap, aku bisa merasakan sebuah tangan halus mengusap puncak kepalaku.

Sayangnya, tak ada lagi tenaga yang tersisa bahkan untuk sekedar menoleh ke arahnya.

"Hidup tidak seburuk itu. Bangkitlah anak kuat! Bertahanlah demi orang-orang yang kau sayang."

Itu suara Bunda, ia yang kini mengusap kepalaku dengan penuh kasih sayang. Aku ingin sekali memeluknya. Namun, tiba-tiba semua banyangan itu menghilang, bersamaan dengan kegelapan yang kini mulai menang.

🍂To Be Continued 🍂
°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°

🍂To Be Continued 🍂°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nanti malem ending guys! Stay tuned ya:) ehehe...

Peluk jauh dari Najla!🖤

2 A.M (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang