(5) Kebencian

3.8K 481 38
                                    

Hermione duduk lemas di tepi makam orang tuanya. Matanya yang sembab menatap kosong di pusara.

Dua tahun ia tidak bertemu orangtuanya. Dua tahun! Dan saat bertemu dengan mereka, ia hanya menemukan dua jasad dengan mata terbuka tanpa kehidupan.

Baju hitamnya kotor terkena tanah yang basah karena langit pun sedang ikut menangis merasakan kesedihan Hermione Granger.

Harry dan Ron berdiri di belakang gadis itu dan memayunginya.

Harry menyentuh pelan bahu Hermione. "Mione, ini sudah dua jam kau berada di sini."

"Leave me alone." Bisik Hermione parau.

"Mione." Ron membujuk.

"I said, LEAVE ME ALONE!" Hermione berteriak dan mendorong dua sahabatnya dengan sihirnya hingga dua orang tersebut mundur karena tekanan sihir marah Hermione.

Harry dan Ron berpandangan khawatir. "Kami akan menunggumu di The Burrow, Mione." Setelah mengusap lembut rambut Hermione, Ron dan Harry pergi meninggalkan pemakaman dan berapparate.

Hermione duduk di bawah rintik hujan dengan raut kosong. Walapun begitu, otaknya masih bekerja memikirkan kejadian-kejadian hari ini, salah satunya perkataan Ron.

"Aku tahu satu orang yang memakai tongkat ini, Kingsley." Jawab Ron penuh kebencian. "Dan melihat tulisan di dinding itu, aku yakin siapa si pembunuh keji ini."

Kingsley mengankat alisnya bertanya. "Siapa Mr. Weasley?"

"Draco Malfoy."

"Harry benar, tak ada alasan untuk berbelas kasihan pada orang sepertimu." Bisik Hermione penuh kebencian di setiap katanya. Matanya penuh amarah dingin mematikan.

"Darah harus dibayar darah, nyawa harus dibayar nyawa, kematian harus dibayar kematian."

《◇◇◇》


Draco menimang anaknya dengan botol susu di tangannya. Dua mata perak itu saling menatap. Mata perak yang lebih muda sudah mulai terayun mengantuk. Draco berjalan dengan pelan membentuk pola ayunan sambil menyanyikan lagu penghantar tidur untuk anaknya.

"Ketika kau berada di sini sebelumnya...

Aku tidak bisa menatap matamu...

Aku tak bisa mengenggam tanganmu...

Kau adalah yang teristimewa...

Kau seperti malaikat bagiku...

Kau seperti cahaya di duniaku yang gelap...

Temani... Temani aku di setiap detik waktu..."

Mata anak itu akhirnya tertutup menggemaskan saat Draco selesai dengan Lullabynya.

Draco tersenyum, hatinya menghangat melihat wajah bayi di pelukannya. Sudah sejak lama ia terakhir merasakan kehangatan di hatinya seperti ini.

Mungkin kemarin sudah kehilangan bayak dari orang yang ia pedulikan. Ayah baptisnya, Severus. Beberapa sahabatnya, orangtuanya yang ia cinta dan yang terakhir adalah ibu dari anaknya. Ia tahu, mereka pasti akan membunuh Asroria. Pelahap maut atau bukan, pembunuh atau bukan, jika ia terlibat pasti akan mendapatkan hukuman keji itu.

Setelah perang berakhir, palahap maut di masukan ke dalam Azkaban dan menunggu hukuman mereka masing-masing. Satu persatu pelahap maut di bawa dari Azkaban untuk menjalani hukuman mereka. Draco tahu, ia akan dihukum mati bersama orangtuanya. Tapi entah mengapa ia merasa kematian akan lebih baik dari kehidupan. Masa mudanya sudah hancur karena ayahnya memilih jalan yang salah. Keluarganya sudah tak dihormati lagi. Apa yang tersisa untuknya? Tidak ada.

DRAMIONE : DON'T HURT MY DEATH EATERWhere stories live. Discover now