Other Tragedy

558 44 11
                                    


Saat masuk ke dalam portal ini bersama Theo, di bawah sana banyak sekali Pohon Tolleo. Pohon Tolleo adalah salah satu pohon kutukan, pohon yang jika diberikan sesembahan jiwa ia akan dapat menciptakan makhluk-makhluk yang menuruti yang memberikannya. Jadi, semua makhluk aneh yang kulawan sebelumnya berasal dari pohon ini, tapi jiwa siapa yang ia persembahkan hingga dapat menciptakan makhluk ini secara terus-menerus? Walau aku lahir dan hidup di dunia manusia, tapi dari buku-buku milik ibu yang kubaca dulu bersama Seiron banyak sekali ensiklopedia dunia demon. Aku tidak terlalu mengerti bangaimana ia bekerja tapi aku harus mencarai sumbernya. Tiba-tiba Theo kehilangan kekuatannya, ia seperti terjatuh sebentar tadi. Theo pun juga terkejut denngan apa yang ia alami.

"Ada apa?" tanyaku.

"Energinya berubah dari terakhir kita kemari. Energi dunia demon ini terlalu murni, aku tak bisa menggunakannya."

"Ini pasti karena pemurnian, wanita itu melakukan semuanya dengan baik di kandangnya sendiri. Baiklah aku akan membuatmu dapat mengolah energi ini." Aku hendak menyalurkan energiku padanya tapi Theo menahanku, ia menggeleng.

"Tidak bisa, ini terlalu murni. Itu dapat merusak keseimbangan energiku sendiri. Ini tak bisa jadi seperti sebelumnya," jelas Theo.

"Oh, ya aku baru ingat. Kalau begitu kau harus membua portal kecil yang selalu mengikutimu untuk mendapat pasokan energy."

"Aku punya ide yang lebih bagus, membuat portal berjalan itu boros energi." Theo membuka portal kecil dan memasukkan tangannya ke dalam sana. Dahan Pohon Kehidupan, ia memotongnya dan sekarang ia membawa itu dipunggungnya.

"Aku tidak memikirkan kalau itu bisa dilakukan," gunamku.

"Setiap bagian dari pohon kehidupan itu adalah sumber energi, tapi karena ini tak lagi hidup jadi ada batas sampaikan ia akan memeberikan efek. Nah, simpan ini." Theo memberikanku beberapa lembar daun dari dahan kehidupan.

"Untuk apa?" tanyaku.

"Kalau kau butuh energi, telan saja itu."

Theo sibuk mengikatkan dahan itu dipunggungnya. Aku membantunya mengikat.

"Nah ini lebih baik. Oh, sepertinya makhluk-makhluk itu membenci dahan ini, mereka mulai menjauh," ucap Theo.

"Mereka pasti merasa tak nyaman karena energinya terlalu berbeda. Itu insting alami. Baiklah ayo kita hancurkan dulu pabriknya."

Theo membersihkan makhluk-makhluk di bawah kami dan membuat lingkaran api pelindung untukku mendarat. Aku mengeluarkan sabitku dan mulai menebas semua Pohon Tolleo disekitarku bersama dengan makhluk-makhluk yang ada dalam jangkauan tebasanku. Menebas mereka seperti membersihkan rumput liar di halaman rumah. Makhuk yang tercipta secara instan dari pecahan jiwa merupakan makhluk yang sangat rapuh. Dari atas Theo pun membakar mereka dengan melemparkan bola bola api yang akan menyebar dengan cepat.

Akhirnya aku menemukan pohon induknya bersama dengan sesembahannya yang perlahan di telan ke dalam batang pohonnya. Aku dan sesembahan itu bertatap muka, ia menatapku dengan matanya yang sayu. Dia Hiegel, anak perempuan Avesita yang kubuat cacat dipertempuran terakahir kita. Wanita itu memang iblis yang sebenarnya, apa yang ia cari hingga mengorbankan anaknya sendiri pada pohon terkutuk ini.

Walau Hiegel di sana tidak dapat bersuara, tapi aku bisa merasakan kesedihannya. Kesedihan karena terkhianati, sedih karena ... hidupnya seperti ini. Satu-satunya yang masih bisa menunjukkan bahwa ia hidup adalah matanya. Dari matanya aku melihat apa yang ingin ia ekspresikan.

"Pada akhirnya hidupmu juga tak lebih baik dariku ya," ucapku padanya.

Ia memejamkan mata, entah itu menahan amarah atau menerima kenyataannya. Tubuhnya perlahan tertelan kedalam batang pohon itu. Pada akhirnya aku pun menebas pohon itu, memotongnya menjadi dua. Tidak ada rintihan, hanya ada suara pohon yang tumbang. Darahnya mengalir membasahi sepatu usangku. Semuanya menjadi lebih hening karena seluruh pohon di sini diam seperti pabrik yang tiba-tiba dimastikan mesinnya. Malang, aku melihatnya malang sekali. Sampai akhir ia selalu menjadi anak yang malang. Dari samping aku bisa merasakan suatu aura kemarahan namun ia tak mendekat. Aku tahu ini Ezerl, ia berada di balik sisa pepohon yang belum tertebas olehku sebelumnya. Aku melihanya mengepalkan tangannya dan memukul pelan pohon dengan amarah menggebu. Ia hanya bisa menahan amarah tanpa bisa bergerak maju. Ia pun kemudian menghilang dari tempat ini. Theo mendarat di sampingku.

"Hal seperti ini ... adalah tragedi. Aku tak menyangka akan menyaksikannya dari kehidupan orang lain juga," gunam Theo.

"Karena semua yang terlibat dengan kita selalu sebuah tragedy dan kau tidak bisa bertahan hidup dengan selalu mengasihani musuhmu. Ayo kita selesaikan ini."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 22, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

OOD EYES III : Back to ChildWhere stories live. Discover now