Bagian 3

104 12 2
                                    

Beberapa orang menyukai berdiam diri di rumah. Menikmati hidupnya di rumah. Melakukan segala kegiatan yang bisa di lakukan di rumah. Begitu juga dengan Laila. Dia lebih menyukai berkutat di dapur, dari pada berjalan-jalan mengelilingi mall. Seminggu ini dia hanya terus berdiam di unit apartemen yang di tinggalinya bersama Alan. Tapi, alih-alih merasa hidup bersama seseorang, Laila lebih merasa hidup sebatang kara.

Mengalihkan rasa sepi yang menyesakkan, Laila memilik berkreasi menciptakan menu-menu baru untuk restoran. Membagikannya kepada tetangga-tetangga unitnya yang kebanyakan karyawan kantoran yang lebih banyak makan makanan cepat saji, sejenis mie instan. Jadi, ketika Laila membagikan makanan sehat ala rumahan rasa restoran mereka merasa bahagia. Mereka juga bilang, jika Laila membuka restoran, pasti restorannya akan ramai pengunjung, yang tentu saja Laila aamiinkan.

Alan, laki-laki super sibuk itu bahkan nyaris tak pernah lebih dari lima menit terlihat di depan matanya. Laila hanya melihat laki-laki itu ketika akan berangkat kerja, saling bertukar sapa "selamat pagi". Malam harinya ketika Alan pulang, Laila sudah tidur nyenyak. Selebihnya tidak ada.

Ini terasa mengerikan. Kebencian terang-terangan terasa lebih bisa diterima olehnya. Dari pada sikap pengabaian dan dingin. Semacam Laila makhluk menjijikan yang tidak seharusnya berada di situ. Kalau pun ada, Laila tidak patut untuk mendapat perhatian Alan.

Laila mencoba mengerti mungkin ini sulit bagi Alan. Alan yang sudah memiliki kekasih harus menerimanya sebagai istri. Tapi, apakah Alan juga tidak tahu jika ini juga hal yang sulit baginya. Tidak, Alan tidak tahu. Alan hanya tahu dia dijodohkan. Perkara hutang piutang ku hanya ibu, aku dan suam-istri Habsy yang tahu. Pikir Laila.

Tapi Laila juga enggan menarik simpati Alan dengan menceritakan kisah menyedihkannya ini kepada laki-laki itu. Dia tidak mau melihat pandangan mengasihani itu dari mata Alan. Tidak mau!

Ini hari ke-7 setelah dia menikah. Masa cuti nikahnya sudah habis. Jika, memang itu bisa dinyatakan sebagai cuti. Anina yang baik hati bersedia mengambil alih pekerjaan Laila selama gadis itu tidak bisa datang ke restoran. Anina bahkan rajin memberikan laporan-laporan progress pemulihan restoran ayahnya.

Pagi ini Laila sudah rapi, rambut panjangnya diikat ekor kuda tinggi. Celana bahan slimfit berwana putih membalut kakinya dipadu dengan atasan tunik medium blue Memastikan penampilannya sudah sempurna. Gadis itu meraih tas tangan di atas bufet.

"Lo mau pergi?" tanya suara bariton dari arah belakangnya. Laila menoleh mendapati Alan sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Kemeja slimfit warna coklat susu dan celana bahan hitam. Dilengkapi dasi bergaris sewarna kemejanya.

Jika adonis bukan sekedar makhluk mitologi yunani yang diincar bahkan oleh dua dewi  paling menawan, Laila bisa yakin dengan sangat kalau Alan adalah titisannya. Dengan tinggi badan 173 cm, dadanya yang bidang, rahang ovallembut yang tegas laki-laki sungguh mempesona, jambang sudah dicukur bersih dan licin. Laila jadi ingin menyentuhnya, apakah sehalus itu. Astaga La! Ini masih pagi. Otak cantik Laila memperingatkan. Gadis itu buru-buru menormalkan ekspresinya. Kenapa dia jadi doyan banget terkesima hanya karena melihat Alan. Memalukan.

"Ya, gue perlu ke restoran. Anina sudah terlalu repot karena mengambil alih pekerjaan gue disana seminggu ini. Boleh kah?" tanya Laila hati-hati.

Jadi, perempuan itu bekerja di restoran, batin Alan. Alan mengedikkan bahunya dan berucap, "terserah." Yang Laila artikan sebagai bentuk persetujuan.

"Trims. gue pergi dulu ya," jawab Laila sambil tersenyum. Kemudian gadis itu berlalu menuju rak sepatu dan mengambil flat shoes untuk dia kenakan dan keluar dari unit apartemen. Tanpa mengetahui Alan tengah terpana menatapnya walaupun sosok Laila telah meghilang dari pandangannya. Laki-laki itu kini tengah termangu merasa dia sangat akrab dengan senyuman itu, senyuman yang sudah lama sekali dirinya cari. Alan tidak mengerti, dia tidak bisa memetakan perasaanya, dan itu membuat kepalanya pening.

SUPERNOVAOnde histórias criam vida. Descubra agora