File 0.4.3 - Imagine If He Smiled

1.2K 328 20
                                    

"Ada apa, Aiden? Kamu tidak enak badan?"

Aiden menggeleng. "Aku sehat kok, Yah."

"Lalu kenapa piringmu masih penuh? Kamu tidak ada selera makan?"

Bagaimana cara Aiden makan jika perasaannya dari tadi berdetak tak karuan! Pipinya memanas tanpa sebab.

Ini aneh. Desir yang sedang Aiden rasakan sekarang benar-benar aneh. Dia belum pernah merasa gugup begini. Ada apa dengan Tuan Putri Aiden sampai dibuat salah tingkah tak jelas?

Sejak berkenalan dengan Watson, dirinya seperti hantu mengentayangi Aiden di mana-mana. Entah itu benaran Watson atau hanya imajinasi belaka.

Aiden ingin tahu banyak tentang Watson.

"Andai saja dia tersenyum. Dia pasti akan lebih manis," gumam Aiden menopang dagu. Tatapannya sudah pindah dimensi membuat Tuan dan Nyonya Eldwers khawatir. Ada apa dengan anak mereka?

Watson tidak pernah tersenyum. Apa dia tidak capek memasang wajah triplek melulu? Kalau saja dia tersenyum... Bayangkan jika dia tersenyum. Sedikit saja. Just a little smile. Bayangkan jika Watson tersenyum.

"Nak? Kamu yakin kamu baik-baik saja?"

"E-eh? Kenapa, Yah?"

"Wajahmu merah tuh."

Aiden menjerit dalam hati, merutuk diri sejadi-jadi mungkin. Sedang apa dia di depan meja makan?! Bukan makan malam malah memikirkan hal aneh!

Sialnya dia berhasil mendapat bayangan Watson yang tersenyum.

*

Jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Bunyi jangkrik kian mendengung di luar rumah, membuat irama tertentu. Bulan purnama menggantung di atas langit, menyinari malam yang sunyi. Sinarnya menerangi sebuah kamar.

Sebuah foto keluarga terletak di atas meja. Sekeliling remang, tidak ada penerang. Hanya cahaya bulan yang masuk lewat celah-celah gorden.

Watson mengembuskan napas panjang, memainkan rubik kesayangannya, menunggu kantuk tiba. Dia tidak bisa tidur. Tugas sekolah juga sudah dia kerjakan. Jadi Watson hanya bisa duduk termenung memainkan rubik, berharap rasa kantuk segera mendatanginya.

Selesai menyatukan semua warna di rubik, Watson terdiam sejenak. Ingatannya kembali pada sekumpulan orangtua yang mencegat kepulangannya bersama anggota klub detektif. Mereka berombongan menahan detektif Madoka.

"Tolong temukan anak saya! Dia satu-satunya buah hati saya! Satu-satunya harta berharga dalam hidup saya! Kami akan membayar berapa pun!"

"Bagaimana rasanya kehilangan orang paling kamu sayangi? Sesak? Lemas? Kamu merasa sudah tidak punya semangat hidup? Itulah yang kami rasakan saat ini!"

Watson berhenti memegangi rubik, meletakkan benda itu ke atas meja.

"Polisi bahkan menyerah menolong kami. Tidak bisakah kalian membantu mempertemukan kami dengan anak-anak kami? Kami akan membayar jasa kalian."

"Tolong tangkap dia yang melakukan perbuatan keji ini. Kamu detektif luar biasa. Kamu berharap padamu."

"Tolong selesaikan kasus ini seperti biasa, Watson. Kau punya bakat itu."

Tolong.

Tolong.

"Kamu bercanda? Mana bisa kita berteman dengan anak emas sepertinya!"

"Kamu bisa mengatasinya kan, hei, Makhluk Pintar? Kan kamu genius."

"Jika itu Watson, aku percaya dia bisa melakukannya. Habisnya Watson kan genius seperti Mamanya."

[END] Detective Moufrobi : The Gloomy Detective and Immoral PredatorWhere stories live. Discover now