3. Puasa Pertama Taya

6.9K 619 31
                                    

" Mama minum, haus..."

Taya sudah merengek ingin minum sedari tadi, Taya bisa saja menahan lapar. Tapi menahan haus itu beda cerita lagi.

" Tadi Mama bilang jangan main lari-larian, capek. Abang jadi cepat haus, aduh mana keringat lagi." Omel Baheera gemas dengan kelakuan putranya.

Tadi pagi ketika bangun Taya bangga sekali bilang sudah sahur dan mau puasa biar keren. Katanya dia kuat untuk nahan lapar. Bangga sekali, lalu sekarang bocah gembul itu mulai merengek karena haus.

" Minum diiikiiiit saja Mama.. Haus..." rengekya lagi tak tahan.

Rasanya Taya ingin segera berlari kearah dispenser dan mengambil minum, Taya sudah bisa mengambil minum sendiri. Tidak perlu dibantu mama lagi. Tapi tidak boleh curang, kata mama kalau curang temannya setan.

Seingat Taya, Ummi ditempat Taya mengaji bilang kalau puasa itu setannya dikurung. Jadi yang benar yang mana yah.

" Tunggu jam sepuluh deh Bang, itu lihat yang jarum pendeknya ada di angka ini terus jarum panjangnya angka 12. Sedikit lagi yah, harus sabar." Baheera membujuk putranya, mungkin terdengar keterlaluan tapi sebenarnya Baheera juga tidak memaksa.

" Itu kalau angka panjang lewat ini boleh minum?" Taya fokus melihat jarum jam bergerak. Rasanya pelan sekali, tidak sabar menunggunya.

" Iya, jangan ditungguin. Kalau Abang tungguin malah terasa lama. Nanti boleh makan juga yah, Abang mau makan apa?"

Baheera beranjak dari sofa menuju dapur, berencana mempersiapkan sarapan Taya yang super telat karena bocah itu menolak sarapan dari mamanya tadi pagi dan berencana puasa agar terlihat keren.

" Telul goleng, ndak putih-putih telulnya." Pintanya kemudian, rasanya Taya sedikit lapar.

Selain haus, bocah gembul itu juga merasa kelaparan.

" Telur dadar yah, mau pakai kuah sayur sop Bang?" Baheera mulai memperisapkan makan untuk putra gembulnya itu. Tidak sulit hanya membuat dadar telur yang dicampur beberapa bahan.

" Mauuuu..."

Taya sudah duduk manis di meja makan, tadi mama membantunya naik ke kursi makan miliknya. Kursi Taya lebih tinggi daripada kursi punya mama sama ayah. Taya suka karena terlihat keren.

" Mama sudah belum?" Taya mengetuk-ngetuk meja dengan sendok kecil miliknya. Terdengar tidak sabaran sekali menunggu makanannya datang.

Tak berapa lama makanan Taya sudah jadi, bocah gembul itu terlihat bersemangat. Buktinya air putih yang tadi sudah disediakan oleh mamanya sudah ia minum setengah.

" Pelan-pelan makannya Bang." Tegur Baheera begitu melihat cara makan Taya yang terburu-buru.

" Lapal, huwaaaaa. Enakkk...." Taya tak peduli dengan teguran mamanya, ia terus melanjutkan makannya dengan suka cita.

" Habis ini lanjut puasa lagi yah sampai dzuhur." Pinta Baheera disela suapan Taya.

" Boleh?" Taya terlihat bingung. Kata Ummi puasa itu sampai magrib. Tapi kata mama boleh sampai dzuhur. Taya jadi tidak mengerti.

" Boleh kok, Abang kan masih kecil. Sekarang belajar puasa dulu. Kalau sudah besar, sudah sekolah SD nanti harus puasa full sampai magrib." Baheera membiar beberapa nasi tercecer keluar dari piring Taya, tidak menegurnya sama sekali.

Tidak apa-apa. Paling penting Taya bisa belajar mandiri dan makan tidak perlu disuapi lagi.

" Huuh, masih kecil. Boleh yah ndak puasa lama kayak Mama." Angguk Taya puas, jadi ia senang karena tidak harus puasa sampai magrib.

" Habisin makanannya yah, nanti kita lanjut lagi puasanya. Kalau Abang mau makan atau minum bilang Mama. Tidak boleh curang yah." Pinta Baheera lembut, memastikan jika putranya tidak akan minum diam-diam karena tidak tahan.

" Iya, Taya bilang kok tadi."

" Iya, terimakasih yah sudah bilang sama Mama kalau Abang haus tadi. Abang keren. Nanti kita bilang sama Ayah yah."

" Huuh.." angguk Taya semangat.

Hello Nataya!Donde viven las historias. Descúbrelo ahora