Bagian 4 : Jatuh Cinta

57 6 0
                                    

Fisikku memang tidak mendukung, tapi aku punya hak untuk mencintai dan dicintai.
---

Apakah aku jatuh cinta?

Kupikir iya, pada gadis bernama Jihan Sasmita.

Tidak bisa dijelaskan bagaimana pastinya, hanya saja aku mengenali bahwa ini bukan perasaan sayang sebatas pertemanan. Aku menginginkan lebih. Aku menginginkan dia menjadi milikku.

Haha, tapi aku rasa itu terlalu muluk-muluk. Memangnya aku ini siapa? Cuma laki-laki miskin dengan tampang pas-pasan. Menyembunyikan rasa malu akan diri dibalik topeng kepedean.

Kukemasi buku-buku di atas meja belajarku ke dalam tas. Jam sudah menunjukkan pukul 06.15, dan aku masih sempat-sempatnya berkhayal ria.

Sekitar 20 menit berlalu, aku sampai di sekolah dengan mengendarai sepeda motor.

"WOY, SAM!" Seseorang memanggilku dengan berteriak.

Aku menoleh ke samping kiri, ternyata teman satu kelasku, Bagas. Dia tersenyum dan turun dari sepeda motornya.

"Sendirian aja kamu?" tanyaku basa-basi.

"Nggak salah kamu nanya aku gitu? Aku kan jomlo," jawabnya dan kami berjalan beriringan menuju kelas.

"Haha!" Aku tertawa dan merangkul pundaknya. "Santai, Sob! Cuma mau mastiin, masih inget status apa nggak."

Dia berdecih singkat. "Ngaca woy, situ sama aja."

"Kita sama-sama sendirian, dan saling melengkapi sama lain. Will you marry us?" ucapku ngawur.

Aku dihadiahi sebuah toyoran di kepalaku. "Sorry, aku nggak menyimpang! Jijik tau. Lagian ngomongmu 'kami' itu siapa?"

"Aku dan lemakku dan kekuranganku dan—"

"Banyak banget dannya," potongnya.

Aku mengembuskan napas berat.

"Kenapa?" tanyanya.

"Kamu enak jelek, jadi ada alasan buat jomlo, sedangkan aku?” ucapku sedih.

Dia menyibakkan tanganku dan bersungut-sungut berkata, "Salah minum obat ni anak, stress. Jauh-jauh sana!" ucapnya lalu memasuki kelas.

Kuikuti dengan tertawa di belakangnya. Aku menoleh ke arah barisan bangku paling kanan. Kulihat Jihan sedang tertawa bersama teman-teman sekitar bangkunya.

Tanpa sadar aku ikut tersenyum ketika melihatnya tersenyum. Dia seperti memiliki sesuatu yang ada dalam dirinya, yang dapat membuat sekitarnya terlihat bersemi.

Aku rasa, setiap aku melihat tawanya, setiap itu pula perasaanku bertambah padanya.

Aku sedikit merasa lega, ternyata kekhawatiranku kemarin malam hanya pemikiran negatifku saja. Dia masih sama, masih bersinar.

---

The Boy's DestinyWhere stories live. Discover now