Sehari setelah kejadian Jihan menangis di taman belakang sekolah, aku melihat dia sering bersama seorang laki-laki dari kelas sebelah, dan dia terlihat begitu bahagia.
Tidak banyak yang bisa aku lakukan. Aku hanya berinteraksi seperti biasa, tanpa menunjukkan apa yang aku rasa sebenarnya.
Aku cemburu? Tentu saja.
Aku bukan tipe orang yang setelah mengetahui kenyataan pahit dia dekat dengan orang lain akan berkata, 'aku bahagia kalau dia bahagia'. Karena aku butuh memastikan banyak hal, termasuk hatiku.
Aku duduk di teras rumah dengan beralas ban mobil bekas yang diberi sumpalan di dalamnya.
Aku sedang berbalas pesan dengan Jihan. Membicarakan banyak hal dari yang serius sampai yang benar-benar tidak penting, seperti duluan mana ayam atau telur?
Di saat percakapanku dengan Jihan berjalan lancar, aku iseng melihat beberapa cerita teman-teman di kontakku. Sampai tiba di cerita yang dibuat oleh Jihan, aku terkejut bukan main.
"Ini kayak?" pikirku menggantung. Teringat kalimatku tempo hari saat Jihan sedang curhat denganku.
Apakah aku penyebab tangisnya saat di taman belakang sekolah?
Apakah aku?
Kuketikkan balasanku padanya.
Kamu kenapa?
---
VOUS LISEZ
The Boy's Destiny
NouvellesJika memang semesta mempertemukan mereka untuk saling mundur secara terhormat, bukankah terlalu klise untuk menyalahkan takdir? Bersatunya Si Humoris dengan sisi depresi dan Si Percaya diri dengan segala keminderannya, akankah menjadi sebuah kisah t...