- 6 -

56 55 5
                                    

Setelah sesi perkenalan dari marvel yang membawa-bawa namaku, aku jadi kesal sendiri. Beberapa dari mereka sering menatapku heran. Terlebih, saat ini aku menjadi pusat perhatian mereka.

"Yah kok diem?" pria gila ini mengangguku lagi. Sial, harusnya aku tidak mengenalnya saja. Tapi, jika tidak dengannya tak mungkin ada orang lain yang melihat kejadian yang aku lihat bersamanya.

Ah, ya tapi tuhan tolong kenapa pria cerdas sepertinya harus lahir dengan sifat menyebalkan?

"Pagi semuanya." sahut guru itu memasuki kelas. Rambutnya pendek seukuran potongan rambut dora. Wajahnya sangar, lengkap dengan kacamata yang dikenakannya.

"Pagi bu." sahut mereka semua dan aku ikut-ikutan saja padahal suaraku tidak mungkin terlalu berpengaruh.

"Kamu anak baru? Maaf untuk sambutannya yang kurang mengenakkan." ujarnya berbicara dengan marvel. Yang di ajak bicara hanya senyum-senyum gila.

Maya!

Kamu ngapain ngeliatin marvel?

Oh tidak ini pasti ada yang salah. Aku gadis perfeksionis yang tidak akan mudah jatuh cinta dengan pria. Jika pun iya, seharusnya pria kucel sepertinya tidak aku masukkan nominasi.

Walau wajahnya lumayan tampan untuk kalangan anak remaja.

Argh! Stop it!

"Baik, sekarang buka halaman 35 kerjakan uji kompetisi 2. Di kumpul saat jam saya sudah habis. Saya tinggal sebentar." begitu katanya lalu bangkit lagi. Padahal dia baru saja menempatkan diri untuk duduk.

Dan apa tadi katanya? Tinggal sebentar?
Oh itu hanya tipuan. Bahkan sampai jam pelajaran itu habis, dia tak kunjung kembali. Saat waktunya pulang yang aku temukan dia sedang bergosip.

--------------- Marvel in game ---------------

Aku bergegas menuju parkiran sekolah. Tak lagi menunggu sekolah sepi atau apa, aku hanya harus segera meninggalkan kelas ini. Kertas yang ada di loker ketika istirahat tadi, membuatku kesal dan takut sendiri.

"Hei mau kemana?" aku jelas mengetahui suara itu. Suara pria gila yang terengah-engah mengejar wanita. Payah.

"Berisik!" aku mengibaskan tanganku berharap dia pergi setelah aku usir. Namun dia justru mengikutiku dari belakang.

"Yaudah deh kalo nggak mau seiringan. Sekarang gue di belakang dulu jagain. Siapa tau besok gue di gandeng." sahutannya tak berpengaruh olehku. Memangnya dia pikir aku cewek menye-menye yang luluh satu kali gombalan?

"Dasar cowok gila." dia tertawa menyeimbangkan jalanku lagi. Tadi katanya mau jagain dari belakang. Dih, nggak konsisten.

"Kenapa muka lo tegang amat?" pertanyaannya membuatku terkejut nyaris berteriak histeris. Benarkah wajahku sedari tadi begitu?

"Hah? Tegang gimana?" aku terkena pancingannya dan mulai merespon ucapannya. Padahal tadi aku sudah bertekad tidak akan menjawab ocehan tak bermutunya itu.

"Whahaha kena juga. Akhirnya gue tahu cara bikin lo bales ocehan gue." kini dia menyeringai kecil. Meski begitu, aku tetap kesal.

Aku merutuki spontanitas yang menyalahiku ini. Sialan, kenapa aku mudah sekali percaya?

"Yaudah gue minta maaf, jadi apa isi pesan teror lo kali ini?" aku menghentikan langkahku dan membalikkan tubuh menghadap kearahnya.

Sebentar. Bagaimana dia tahu? Dan sebenarnya apa saja yang dia sudah ketahui. Aku melihat sendiri dia pergi ke kantin saat istirahat, dan mustahil dia mengetahui kertas itu. Kecuali, jika dia memang pengirimnya.

Eh?

"Kok lo bisa tahu?" tanyaku padanya berharap bisa mencari satu demi satu titik terang dari masalah ini.

"Apasih yang nggak gue tahu?" kata-katanya memang sedang berusaha narsis dan terlihat sok hebat. Namun hal itu justru membuatku mencurigainya.

"Lo pengirim semua teror ini?"

"Gunanya apa?" tanyanya balik yang membuatku bungkam. Benar juga, gunanya apa?

"Sini gue mau lihat kertas teror itu." dia meminta kertas itu dariku.

Aku mengeluarkan kertas lusuh dari ransel merah jambu milikku. Ini ransel kesayangan karena pemberian dari ibuku, dan hasil jerih payahnya di masa-masa itu.

Masa ketika ibu menjadi buruh sana-sini untuk menyekolahkanku. Dan tas ini, hasil tabungannya waktu itu.

"Nih." aku menyodorkan kertas itu padanya. Dia membacanya dengan suara pelan.

Jadi sekarang sudah punya sekutu? Nggak masalah, tapi setiap yang pernah berinteraksi dengan lo, akan menjadi target selanjutnya. Selamat menunggu matt-i .

-pena yaya

jadi, kalian penasaran gak sih siapa pengirim teror ini?

kira-kira tujuannya apa?

coba komen spekulasi kalian?!

Marvel in gameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang