Enam belas

7.2K 976 41
                                    

"Lo bisa nggak sih ngajak temen gue ke tempat yang lebih bener?" Jena sudah berkacak pinggang sambil berdiri menatap Radit galak.

"Bukan salah Radit, salah gue." Kepalanya yang pusing sekali sudah dia sandarkan ke bahu Radit.

Radit hanya menghela nafas berat.

Jena sudah menarik paksa Asha agar berdiri. "Bangun."

"Jeee...." Asha merengek.

"Dan lo..." Jari Jena sudah menunjuk Radit. "...gue harap lo nggak ambil kesempatan dalam kesempitan karena kondisi Asha."

"Bener-bener ya, kalian punya kebiasaan buruk menghakimi orang." Radit sudah berdiri merangkul Asha yang tubuhnya limbung sambil memasang wajah kesal. Dia memanggil waiter dan langsung membayar lalu keluar dari tempat itu, masih merangkul Asha diiringi dengan Jena.

Saat mereka hampir sampai mobil Radit, Asha muntah hebat. Jena yang memang selalu tanggap langsung mengeluarkan air mineral dan tisu dari tasnya.

"I hate you Sha. I hate you for doing this. Kenapa lo minum? Lo tahu lo nggak bisa dan nggak boleh minum. Belum lagi dosanya. Lo tahu ini dosa kan?" Jena ingin menangis melihat Asha begini.

"Lo kayak nyokap gue. Berisik." Dia mengguyur wajahnya dengan air dalam botol itu, juga berkumur.

"Lo sendiri kayak orang bego yang nggak bisa move on."

Asha berdiri marah. "Iya, terus kenapa? Lo nggak tahu bagaimana rasanya kan Je? Kalian nggak tahu!!" Tangannya mendorong Jena menjauh. Dia tidak perduli bahwa masih ada Radit disitu.

"Gue emang nggak tahu, yang gue tahu, temen gue Asha nggak begini. Bukan yang ini!!" Jena balas berteriak pada Asha.

"Yang lo mau lihat gue yang baik-baik aja kan? Sebenarnya gue nggak pernah baik-baik aja. Gue begini!!"

"Bohong!! Gue tahu lo bisa lebih baik dari ini. Tapi, kalau lo mau sia-siain hidup lo cuma buat cowok yang nggak worth it. Silahkan Sha. Silahkan mulai hancurkan diri lo sendiri. Tapi gue nggak akan ada disebelah lo lagi." Dia harus memperingati Asha keras sedari awal. Sebelum semuanya terlambat. Karena masih dikuasai emosi, dia berjalan meninggalkan Asha yang mengejarnya dibelakang.

"Je...Jena." Kepalanya masih pusing sekali. Tubuhnya yang limbung ditangkap Radit.

"Sha..Sasha. Je, hidung Asha berdarah lagi." Radit mengangkat tubuh Asha sementara Jena yang berdecak keras sudah kembali berjalan cepat ke arah Asha.

***

Mereka bertiga sudah berada di mobil Radit menuju ke apartemen Alya. Asha sudah dibaringkan di kursi belakang mobil setelah sebelumnya hidung Asha sudah dibersihkan oleh Jena.

"Kenapa nggak ke rumahnya?"

"Nggak. Ada bokapnya dan kakaknya. Dia bisa diamuk massa nanti."

"Mobil kamu gimana?"

"Suami saya yang akan ambil besok pagi. No worry."

"Saya antar kamu pulang nanti."

"Nggak usah, saya mau tidur ditempat Alya aja, bareng Asha."

Radit tersenyum kecil. "Kalian sayang Asha banget ya?"

Jena hanya diam saja. Mengingat perjalanan persahabatan mereka yang panjang.

"Sebenarnya ada apa dengan Asha? Apa boleh saya tahu?"

"Saya nggak mau membuka kehidupan pribadi sahabat saya ke laki-laki yang belum lama kenal dengan Asha. Maaf."

Love, Hate and Something in between (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang