12

4.9K 568 37
                                    

"Mau kemana?" tanya Bilal saat melihat Rakana bangun dari tempat tidurnya.

Setelah kemarin seharian izin tidak masuk kelas, hari ini dia harus masuk kelas. Bagaimanapun dia tidak mau di cap anak manja oleh Ustaz Taqy lagi.

"Mau cuci muka," lirih Rakana.

Dengan sigap Fayyadh yang berada di samping Rakana langsung memegangi tubuh rekannya yang masih lemas. Tekanan darahnya belum normal, jadi sering pusing jika bangun dari tidur maupun berdiri terlalu lama.

Fayyadh tak sendiri, Bilal pun memegangi tubuh Rakana dari kiri. Mereka membantu Rakana berjalan ke kamar mandi. Di saat seperti ini, Bilal ingin mengumpat jika jarak kamarnya dan kamar mandi lumayan jauh.

Udara dini hari masih terasa dingin, lorong-lorong kamar memang sudah ramai. Karena semua santri sedang bersiap untuk muroja'ah di mesjid.

"Bentar," lirih Rakana yang berhenti di depan kamar Senior.

"Pusing?" tanya Bilal. Dia khawatir pada temannya ini.

Fayyadh yang berbadan bongsor berinisiatif berjongkok di depan Rakana. Bilal yang melihat aksi Fayyadh pun terkejut, pasalnya dia baru melihat sosok Fayyadh yang pemalu kini berani melakukan hal itu.

"Saya gendong, Bi tolong, ya," pinta Fayyadh kepada Bilal. Serentak, Bilal langsung membantu Rakana untuk menemukan posisi nyamanya.

"Sudah?" tanya Bilal.

Fayyadh mengangguk yakin. Kini Rakana ada di atas punggungnya. Badannya lemas sekali, kedua tangannya yang di lingkarkan di leher Fayyadh ikut bergoyang-goyang mengikuti gerakan Fayyadh berlari. Rakana melenguh saat perutnya bergejolak akibat pergerakan Fayyadh.

"Awas! awas! Minggir, woy!" Bilal berteriak heboh saat ada beberapa santri menghalangi jalan mereka.

"Minggir! Darurat nih!" Bilal berteriak heboh.

Sesampainya di toilet, Rakana masuk ke bilik paling tengah. Fayyadh dan Bilal menunggu di depan pintu bilik toilet. Sebenarnya mereka khawatir jika teman mereka kenapa-kenapa di dalam. Tapi tidak mungkin juga kan mereka masuk.

Dalam keheningan toilet, Fayyadh dan Bilal masih berdiri siaga jika temannya butuh bantuan. Lima menit sampai sepuluh menit, akhirnya Rakana keluar dengan wajah pucat dan badannya lemas.

"Mau digendong lagi?" tawar Fayyadh.

Rakana menatap wajah Fayyadh yang campuran Arab Yaman. Hitam manis dengan hidung mancungnya. Tampan, baru kali ini Rakana memperhatikan wajah Fayyadh, si pemalu yang sukanya menundukkan pandangan.

"Jalan aja," jawab Rakana.

Tanpa perintah lagi, kedua teman Rakana memapahnya kanan kiri. Perjalanan panjang menuju gedung C menjadi kenangan tersendiri bagi Rakana. Jika diingat, tidak ada seorang pun yang membantunya jika dia sedang sakit. Bahkan menjadi korban saat tawuran, dia mengobatinya sendiri di rumah. Terkadang ada Bi Asih.

●DEAR, RAKANA●

Hari ini Rakana lebih banyak diamnya. Selain tidak enak badan, dia malas untuk bicara maupun gerak. Jika tidak ingin di tegur, rasanya dia ingin sekali rebahan di kasur lantainya saja.

Suasana kelas terlihat hening ketika Ustaz Taqy memberikan materi. Dia memperhatikan Rakana yang mencoba membaca Alquran dengan benar.

"Kita ulangi pelajaran minggu kemarin, ilmu tajwid merupakan ilmu yang sangat penting dipelajari oleh semua muslimin. Cara terbaik mempelajari ilmu tajwid adalah dengan berguru kepada yang ahli,"

Dear, Rakana ✔ (Cetak)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant