2. Giana ; Ginanda

18 3 0
                                    


Dendam berasal dari rasa kecewa. Jika ada dendam di hati manusia, obatnya hanya satu; Berdamai dengan masa lalu

•Jerat Rindu•

@

windanur_halizah


****

Giana kecil menatap penuh harap pada dua orang dewasa di depannya yang tersenyum binar tengah menyuapi putrinya, sesekali melontarkan candaan atau menawarkan sesuatu pada putrinya. Giana menatapnya sendu. Giana juga ingin mendapatkan hal yang sama, toh dia juga anaknya. Tapi selalu mereka menyuruhnya melakukannya sendiri. Giana hanya diam.

Neneknya mengelus surai rambutnya mengambil alih makanan didepannya, matanya berbinar saat sendok penuh makanan itu tertuju padanya segera Giana membuka mulut dan melahapnya. Senyumnya mengembang setidaknya masih ada orang yang memperlakukannya sama seperti kakaknya.

Giana beranjak dewasa, tak jarang dia mendapat penolakan dari ayah dan ibunya. Giana tetap bersikap baik dan berfikir positif, mungkin orang tuanya lelah. Namun itu tak berlaku pada kakaknya. Dia hanya diam saat perhatian mereka hanya tertuju pada Ginanda. Giana sadar jika dirinya dibandingkan kakaknya itu sangat jauh, Ginanda pintar, sering mendapatkan juara kelas maupun lomba, dia juga baik kepada siapa saja, termasuk pada dirinya.

Mungkin hal itu yang membuat ayah ibunya memperlakukan kakaknya secara khusus.

Giana tak mau kalah, dia berusaha menjadi seperti kakaknya agar ayah dan ibunya mau melihatnya. Namun nihil. Mereka bahkan tak melirik.

Sampai suatu hari Giana mengetaui fakta bahwa orang tuanya menginginkan anak laki-laki setelah Ginanda. Hatinya hancur. Giana paham meskipun usianya yang terbilang masih belasan tahun. Bisa dikatakan jika dia anak yang tidak diharapkan.

Giana mengadu pada neneknya. Neneknya terkejut, tanpa menjawab Giana langsung direngkuh. Mereka berdua menangis dalam pelukan. Giana menganggap diamnya neneknya adalah jawaban baginya, atas ketidak adilan orang tuanya sendiri.

Dan mulai saat itu neneknya memperlakukan Giana layaknya orang tua kepada anaknya.

****

"Gi, sarapan!" Giana menatap Ginanda yang sibuk menaruh makanan dimeja. Memakai mantel dan megalungkan syalnya dileher, wajahnya pucat namun senyumnya tak pernah luntur untuk Giana

"Kakak masakin nasi goreng, dimakan ya." Ginanda menyodorkan piring berisi nasi goreng

"Uti, Gi mau roti!" Ucapnya pada neneknya.

Ginanda menghentikan pergerakannya, senyumnya mengendur, menatap neneknya diseberang meja, neneknya mengangguk memberi kode untuk Ginanda agar tetap tenang

"Mau selai coklat?." Tawar neneknya, Giana mengangguk

Ginanda kembali duduk di kursinya dan memilih makan.

Mereka sarapan dengan keheningan.

"Giana, kakak udah transfer ke kartu kamu." Ginanda mencoba mencairkan suasana berharap Giana mau membalasnya. Namun apa, hanya deheman yang didapat. Ginanda mengangguk sebisa mungkin agar tidak menumpahkan air mata disini. Ginanda sadar sikap Giana kini karena ulahnya, ketidakpekaannya pada sang adik karena terlena dengan perhatian orang tua

"Nanti jangan lupa dibayarin loh, Gi!" Perintah neneknya

"Iya Uti."

****

Giana berjalan sekitar seratus meter untuk keluar dari komplek nya, dan lima puluh meter untuk menuju di halte. Giana memilih memakai angkutan umum padahal dirumahnya mobil tidak terpakai, Ginanda menyuruhnya untuk memakai mobil tapi dia menolak. Menurutnya naik bis itu lebih menyenangkan.

Giana menunggu hampir lima belas menit, tapi bis belum juga muncul kalaupun ada itupun sudah penuh. Giana kembali duduk memainkan poselnya untuk mengusir bosan. Lima menit~bis belum juga datang, Giana membuka ranselnya mengambil permen lollipop dan melahapnya. Kebiasaannya saat tidak ada kegiatan yang dilakukan Giana akan memakan permen kesukaannya.

Namun ada hal yang membuatnya risih. Giana terus diperhatikan oleh anak kecil~perempuan yang duduk disebelahnya sendirian, tatapannya sendu. Giana tidak tahu kenapa dia diperhatikan.

Giana memilih berdiri maju beberapa langkah, menyenderkan bahunya ke tiang. Namun pandangan anak itu tak luput. Giana mencoba tak perduli.

Bis datang, setidaknya Giana tidak menunggu lagi. Namun sebelum masuk Giana menoleh ke arah anak itu yang masih menatapnya. Giana menghembuskan napas, berjalan ke arah gadis itu membuka ranselnya dan menyodorkan permen yang sama dia makan. Anak itu menerima dengan berbinar lalu tersenyum. Giana segera masuk dalam bis.

***

6 Mei 2020

Jangan lupa tinggalin jejak

Salam

Winda💜

Jerat Rindu ( Telah Terbit )Where stories live. Discover now