12 . Berusaha Ikhlas

10 2 0
                                    

Musibah mengajarkan manusia untuk lebih kuat. Kuat fisik, kuat mental, dan kuat menahan sesal

•Jerat Rindu•
Ig @windanur_halizah

****

Selamat dan semangat dan membaca!

Tinggalkan vote dan komen juga 👌

Cklek!

Giana menegang sesaat saat mendapati Ginanda yang duduk bersandar di petiduran bangkar. Kakaknya sudah sadar, sejak kapan?. Ahh..itu tidak penting, yang terpenting sekarang Ginanda sudah sadarkan diri.

"Udah pulang?" Tanya Ginanda dengan suara yang masih serak.

Giana tak menjawab, dia menoleh ke kanan dan kiri."Dimana Uti?"

"Sedang salat." Giana mengangguk, hendak melangkah pergi tapi segera dicegat utinya~Rasmi yang baru masuk.

"Ginanda sudah sadar. Gak lama setelah kamu pergi tadi pagi." Seakan tahu pertanyaan yang ada di kepala Giana, Rasmi menceritakan kronologi sadarnya Ginanda yang disebabkan karena terlalu lelah dengan pekerjaannya.

"Kamu nggak perlu khawatir, kakakmu baik-baik aja." Rasmi menoleh ke arah Ginanda, dia tersenyum.

Giana berdiri dari duduknya membuat Rasmi dan Ginanda sama-sama memandangnya.

"Perusahaan udah ada yang ngurus, kakak nggak perlu diforsir."

****

Giana menghembuskan napas panjang, dia duduk di salah satu bangku kantin rumah sakit sambil menunggu pesanan makanannya Giana membuka poselnya yang sejak tadi siang belum dibuka. Giana mengernyit bingung saat notif pesan beruntun masuk begitu banyak, beberapa panggilan tak terjawab masuk puluhan kali dari Saras. Giana membuka pesan itu.

___________

Saras

Mbak Giana, kedai kebakaran
Mbak bisa kesini sekarang?

Mbak

Mbak Giana

___________

Panas menjalar melewati sekujur tubuh Giana, dengan cepat dia berdiri dan mengambil langkah untuk berlari mengabaikan teguran dari orang-orang yang tak sengaja bersenggolan dengannya. Yang harus Giana lakukan sekarang adalah mencari kendaraan untuk segera sampai disana.

****

Tubuh Giana lemas, matanya terbelalak, dadanya bergemuruh. Netranya tak luput memandangi bangunan didepannya yang sudah tak terbentuk.

Kedai yang sudah lebih dua tahun dia dirikan dengan susah payah, hangus termakan api menyisakan puing-puing yang sudah berubah warna menjadi hitam. Giana memejamkan matanya mencoba menerima kenyataan yang telah terjadi, usahanya selama ini sia-sia.

"Saras, Angga!" Giana mengedarkan pandangan pada kerumunan orang yang ikut serta memadamkan api.

Terlalu larut dalam kesedihan Giana melupakan dua orang yang ikut membantunya di kedai ini, bagaimana keadaannya? Apa mereka baik-baik saja?

"Saras!" Orang yang Giana cari mendongak menatap Giana dengan mata yang sembab, disampingnya Angga juga menatapnya dengan raut ketakutan.

"Mbak, maafin aku. Semua ini gara-gara aku mba." Saras memeluk kaki Giana sambil menagis.

"Saras .."

"Enggak mbak, semua ini salah aku."

"Jangan kayak gini." Giana menarik punggung Saras untuk berdiri.

"Maaf mbak, Saras buat mbak kecewa, mbak udah percaya sama Saras tapi Saras nggak bisa jaga kedai." Tangis Saras kian menjadi, bahunya sampai bergetar dengan telapak yang menangkup wajahnya.

Giana membawa Saras dalam pelukannya. "Jangan ngomong kayak gitu, ini musibah. Mbak enggak apa-apa kehilangan kedai, asal kamu sama Angga baik-baik aja, mbak khawatir." Giana mengusap punggung Saras memberi ketenangan.

"Mbak tenang aja, saya sama Saras akan ganti semua kerugian mbak." Angga angkat bicara. Saras melepas pelukan dan mengangguk setuju. "Iya mbak, kita akan tanggung jawab, mbak nggak perlu khawatir."

"Kalian ini ngomong apa? Mbak udah bilang kan, kalau ini musibah dan nggak ada yang tahu kapan terjadinya. Jangan kayak gitu, kalian bikin mbak marah." Giana menatap lekat Saras dan Angga bergantian.

Bohong jika Giana berkata baik-baik saja, nyatanya setengah hatinya masih terasa berat. Namun Giana harus ikhlas, semua musibah datangnya dari Allah maka serahkan kembali pada Allah, mungkin ini teguran bagi Giana agar lebih bersyukur dan iklhas dalam menerima semua ketentuan-Nya.

"Maaf mbak." Ucap Angga menyesal.

"Enggak apa-apa. Kedai ini masih bisa diperbaiki," Giana menatap kedainya, "Kalian mau kan temenin mbak lagi, kita mulai dari awal."

Saras dan Angga berbinar dan mengangguk cepat, "Mau mbak." Giana memeluk Saras erat.

"Makasih mbak."

"Iya, sama-sama." Saras kembali memeluk Giana.

****

2

2 Juni 2020

Jerat Rindu ( Telah Terbit )Where stories live. Discover now