Epilog

6.9K 161 9
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak.
Vote dan komen.

Terimakasih.

__________

"Alana, sedang apa kamu di sana?"

Gadis kecil bergamis pink itu menoleh sebentar ke arah Alan. Hanya senyuman yang ia berikan. Sementara netranya kembali berpokus pada sebingkai foto yang terpajang di depannya.

"Alana kangen Umi, Abi."

Alan menghela napas, melangkah lebih dekat ke arah putrinya. Ia kemudian ikut menatap foto mendiang istrinya. Jika ditanya rindu, Alan pun sama. Sudah lima tahun berlalu, namun nama Alana masih mengakar kuat di hati. Ia harus menghabiskan waktu satu tahun lamanya berkonsultasi dengan ahli psikologi. Untungnya selama itu Alana kecil diurus oleh Ibu mertuanya.

"Umi cantik ya, Abi?" tanya Alana sembari tersenyum. Meski dalam netranya, Alan dapat melihat jelas ada kerinduan dalam netra gadis kecil itu.

"Tentu, Sayang. Alana sama Umi sama-sama cantik menurut Abi."

"Abi, kata nenek, Abi sangat mencintai umi ya? Sebab itu Abi tidak mencarikan umi baru untuk Alana," celoteh gadis kecil itu polos.

Alan tersenyum getir, seraya mengusap pelan kepala Alana kecil. "Memangnya Alana ingin Abi mencari Umi baru?"

Gadis itu menggeleng, wajahnya berubah sendu. "Alana tidak ingin Umi baru. Alana hanya ingin Umi saja. Apa boleh kita meminta pada Allah untuk mengembalikan Umi?" tanyanya lagi begitu polos.

Tanpa sadar membuat Alan menitikkan air mata. Jika memang itu bisa, sudah sejak dulu ia memintanya. "Dengar, Sayang. Umimu sudah tenang di syurga-Nya. Setiap makhluk yang hidup, itu pasti akan seperti umi. Alana ingin 'kan umi bahagia di sana?"

Alana mengangguk, meski tidak pernah merasakan kasih sayang uminya secara langsung. Namun, setiap kali Abi atau neneknya menceritakan Uminya, ia seperti merasakan uminya berada dekat dengannya.

"Umi akan bahagia, jika Alana di sini juga bahagia. Jadi, gadis kecil Abi ini jangan bersedih lagi ya? 'Kan masih ada Abi. Yang perlu Alana lakukan adalah berdoa. Mendoakan Umi di atas sana."

"Tapi Abi janji ya, tidak boleh meninggalkan Alana?"

Alan mengangguk, sedikit memberikan kelegaan pada putrinya. Gadis kecil itu memeluk Alan begitu erat, menyalurkan rasa kasih sayang pada sosok Ayah yang selalu menjaganya.

"Nak, ayo bersiap?"

Keduanya kompak menoleh, menatap ke arah Citra yang sudah rapi dengan setelan gamis abunya. Alana tertawa lucu, selalu saja neneknya paling semangat jika diajak pergi.

"Nenek, kita mau ke mana?" tanya Alana setelah berada di mobil.

"Menjenguk neneknya Alana."

Alis Alana terangkat. Bukankah neneknya ada di sini? Lalu nenek siapa yang akan dijenguk? Seolah paham, Citra mengusap kepala Alana sayang.

"Namanya nenek Resi. Dia, ibu dari abimu."

_________

"Ini Alana? Cucu Mama?"

Alan mengangguk, mendongak pada putri kecilnya yang terlihat bingung di pangkuannya.

"Itu siapa Abi?"

Alan tersenyum hangat. "Neneknya Alana."

"Sini Sayang sama Nenek?"

Alana terdiam. Tidak lagsung beranjak dari pangkuan sang Ayah. "Alana punya dua nenek, Abi?"

Alan mengangguk, lalu memberikan isyarat untuk memeluk Resi yang sudah merentangkan tangan. Memang sejak lima tahun, ini adalah pertemuan kali pertama Alana dengan Resi. Tiga tahun yang lalu, tepatnya saat hari raya Idul Fitri, Alan dan Resi sudah saling memaafkan. Mereka sepakat untuk memulai awal yang baru.

"Sini Sayang peluk Nenek?" Alana mengangguk, berlari kecil ke arah neneknya. Resi memeluk Alana hangat, mengecup pucuk kepalanya yang dibalut kerudung, sangat cantik. Setetes air mata jatuh, penyesalan kontras terlihat di netranya.

Jika dulu dia tidak buta akan dendam mungkin kini keluarganya akan bahagia. Cucunya akan merasakan kasih sayang seorang Ibu.

"Maafkan Nenek ya. Nenek sangat menyayangimu," kata Resi begitu lirih. Rasanya dadanya terlalu sesak. Melihat netra Alana kecil seakan mengingatkannya pada mendiang Alana.

"Nenek, Alana mau pergi ke makam umi. Nenek ikut ya?" ucap gadis kecil itu.

Resi menyeka sudut matanya, beralih menatap Alan dan Citra bergantian. Alan mengangguk, seolah mengerti dengan tatapan ibunya.

"Alan sudah meminta izin pada pihak kepolisian kok, Ma."

_________

Di sinilah mereka, di pemakaman umum, tempat persinggahan terakhir Alana. Alana kecil langsung berjongkok di dekat makam ibunya dengan penuh semangat. Sementara tiga orang dewasa hanya menyaksikan interaksi si kecil yang tampak merindukan sang Ibu. Resi tak kuasa menahan air mata. Hatinya begitu sesak melihat pemandangan menyakitkan ini.

"Umi, Alana sayang Umi. Kata Abi, nama Alana itu sama seperti Umi. Kata Abi juga Alana sangat mirip Umi. Alana kangen, pengen ketemu Umi, tapi kata Abi Umi gak bisa temuin Alana ya?" celoteh si kecil sangat menggebu. Ia menatap nisan sang Ibu dengan sendu.

"Alana sangat merindukan Umi. Umi tenang di sana ya, Alana baik-baik saja kok di sini." Gadis kecil itu tersenyum, seakan berusaha untuk baik-baik saja.

Alan menghampirinya, merengkuh tubuh kecil itu seolah memberikan kekuatan. "Doakan Umi sayang. Alana hafal 'kan doanya?"

Alana mengangguk cepat, "Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shagiran. Aamin."

__________
Finish.

Bab ini merupakan bab akhir dari kisah Alan dan Alana.

Teruntuk pembaca IAM yang baca sampai part ini, terimakasih banyak atas support dan dukungannya.

Maaf baru update, soalnya lagi fokus ngedit, nyoba-nyoba daftar jadi Creator Capcut, doain semoga lolos ya.
Aamiin.

Jangan lupa klik pojok kiri.
Kalian bisa mampir ke ceritaku yang lain.

Izinkan Aku Mencintaimu (END)Where stories live. Discover now