E09

436 46 3
                                    

"Dahyun!!!!!!!!"

Dahyun di buat sebal oleh Jimin, lantaran pria itu kerap memanggilnya beberapa kali. Ia hanya ingin tenang sebentar, tapi tetap tidak bisa. Ia pun menghampirinya.

"Ada apa?"

"Bisa kau ambilkan jas dan tasku, aku lupa membawanya dari kamar."

Oke, kemarin Dahyun yang membuat Jimin kelabakan sekarang gantian dirinya yang membuat sang istri malah berdecak kesal. Ia tahu, tapi tidak mungkin ia pergi ke kamar untuk mengambil apa yang ia perlu sedangkan ia masih dalam keadaan makan.

Tak lama kemudian Dahyun kembali dengan membawa apa yang ia perlukan, menampilkan senyumannya lantas mengucapkan terima kasih kepadanya.

Dahyun? Hanya mengangguk kemudian memutar bola matanya jengah. Ingat, Dahyun masih dalam masa bulannya.

"Kau itu, tersenyumlah sedikit padaku, ini masih pagi." Ucapnya lantas menggenggam jemari Dahyun.

"Kau menyebalkan."

Jimin hanya menghembus napas, pasrah. Menyelesaikan sarapannya kemudian beranjak. Dilihatnya Dahyun yang duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Kembali ia menghembuskan napas.

"Sayang!!"

 Panggilan itu hanya Dahyun respon dengan gumaman. Dirinya masih asyik dengan ponselnya.

"Hubungi aku jika kau perlu sesuatu, kemungkinan besar aku akan pulang terlambat." Ucapnya kemudian pergi.

Setelah pintu tertutup, Dahyun segera berlari menuju jendela dan menyikap gorden agar ia dapat melihat kepergian Jimin dari dalam rumah. Tiba-tiba sebulir bening menetes dari pelupuk matanya. Ini begitu cepat dan tanpa ia sadari.

Ia selalu berpikir, apakah rumah tangganya akan hancur walaupun ini terbilang awal untuk menjalankannya, terlihat jelas bahwa Jimin tampak kecewa kepadanya, seakan-akan ia tidak becus menjalani ini semua.

"Maaf Jim." Ucapnya bersamaan bulir itu kembali jatuh.

Lantas ia kembali menutup gorden dan kembali duduk di sana, merenungi semuanya dan kembali mengingat ucapan Jimin.

"Apa ia benar-benar akan pulang terlambat?"

*

*

*

Sudah pukul delapan lebih  empat puluh lima menit, tapi Jimin tidak kunjung pulang. Sesekali ia melirik pada ponselnya siapa tahu Jimin akan menelepon atau sekadar mengirim pesan tapi hasilnya nihil, tampak jelas ponsel itu tidak menunjukkan apa-apa.

Ia tersenyum kecut. Menampik kemungkinan Jimin bersenang-senang di luar sana dan melupakan dirinya begitu saja. Tidak ada harapan lagi baginya. Dan tanpa ia sadari, dirinya malah tertidur pulas di atas sofa.

Jimin baru menginjakkan kakinya di rumah tepat pukul sebelas malam. Hari ini benar-benar melelahkan lantaran pekerjaannya kian menumpuk, membuatnya harus lembur untuk keberapa kali. Biasanya ia akan membawa pekerjaannya pulang, tapi entah kenapa ia lebih memilih menghabiskan semua dokumennya di kantor sambil merenung, lebih tepatnya memikirkan sang istri.

Ia tampak tertegun melihat Dahyun tertidur begitu pulas di sofa dengan posisi duduk. Kemudian mendekat dan berjongkok di hadapannya. Ia tambah terkejut saat melihat bulir bening itu kian menetes semakin lebar.

"Hyun!" Serunya.

"Kumohon, jangan pergi."

Jimin kalang kabut saat Dahyun mengisak. Terus mengulangi ucapannya dengan suara yang pilu.

I Want to You✔️Where stories live. Discover now