BAB 8

2.3K 124 2
                                    


Tak lama setelah aku selesai membuka hadiah dari Bang Rendra, terdengar suara klakson motor Mas Randi di depan rumah, Mas Randi pulang.

Setelah salam, Kami sambut Mas Randi, Kami cium punggung tangannya. Lalu Mas Randi masuk ke dalam rumah. Heran melihat ada 2 unit sepeda anak dan 2 unit mobil remote besar.

"Ini dari mana Dek? Adek beli segini banyak? Ini mahal sekali harganya" tanya Mas Randi heran.

"Ini kado dari Bang Rendra Mas, Abangnya Ririn. Hari ini kan anak-anak ulang tahun" jawabku.

"Bang Rendra kok bisa ngasih kado Dek? Bisa tahu kalau anak kita ulang tahun?" Tanyanya lagi.

"Gak tahu Mas. Aku juga heran, kaget saat ada supir taksi online tiba-tiba nganter kado ini." Jawabku seraya mengangkat bahuku.

"Oh ya ini Ayah bawakan kado untuk Reyhan dan Rafael jagoan-jagoan kesayangan Ayah, selamat ulang tahun ya sayang-sayang Ayah, sekarang sudah besar, makin besar makin sholeh, pintar dan ganteng" ucap Mas Randi seraya mengeluarkan 2 kotak mobil remote kecil dan memberikan masing-masing 1 ke Reyhan dan Rafael.

Anak-anak berucap

"Horee.. mobil remote. Horee.. keren. makasih ya Ayah" seraya memeluk Mas Randi. Mas Randi membalas pelukan mereka seraya mencium pipi-pipi lucu dan menggemaskan tersebut dan mengelus rambut hitam mereka.

*****

Pagi ini aku bersiap belanja bahan-bahan kue. Menjelang lebaran banyak orderan kue.

Aku bersiap diri, ku gunakan baju model tunik berwarna coklat muda, hijab segiempat warna senada dan celana panjang warna gelap.

Aku jalankan motor maticku menuju toko bahan-bahan kue yang baru buka sekitar 1 Minggu yang lalu. Dapat info dari teman-teman dari media sosial ada toko bahan kue besar yang sekaligus toko perabotan. Katanya toko terlengkap di kota ini. Katanya juga harganya murah, aku ingin survey dulu.

Saat sampai di lampu merah, aku melihat ke arah kanan berjarak 2 motor di sampingku ada mobil sport hitam model baru yang tak sengaja aku melihat di dalam mobilnya seseorang mirip Mas Randi di bagian kemudi dan Ririn di sampingnya. Kaca mobil sejak awal terbuka setengah jadi aku akhirnya bisa melihat dengan jelas. Ya, benar itu Mas Randi dan Ririn.

Ketika Aku ingin memanggil Mas Randi lampu sudah berganti hijau. Tak sempat aku memanggilnya. Kemudian mobilnya melesat cepat, karena jalanan sedang lengang.

Sekitar beberapa puluh meter aku menepikan motorku di sisi kiri jalan. Aku telpon Mas Randi.

Tak butuh waktu lama Mas Randi mengangkat teleponku

"Hallo Assalamualaikum iya Dek"

"Waalaikum salam, Mas barusan Adek lihat Mas Randi di lampu merah, mau kemana Mas? Adek mau manggil lampu sudah keburu hijau" Tanyaku.

"Oh Mas diajak Ririn survey ke tempat konveksi baru Dek, Adek mau ke toko bahan kue ya?" jawabnya.

"Oh begitu, iya Mas. hati-hati ya Mas"

"Iya Adek juga hati-hati ya"

Aku matikan teleponnya. Aku simpan di tasku.

Aku tertegun sebentar, ada sedikit rasa cemburu di hatiku melihat Mas Randi berduaan dengan perempuan lain. Mas Randi selama ini belum pernah membuatku cemburu.

*****

Aku melanjutkan perjalanan menuju toko bahan kue yang tidak jauh lagi.

Setelah sampai di toko, aku langsung masuk. Wow besar dan mewah mirip supermarket, berlantai 2.

Aku memilih-milih belanjaan yang aku butuhkan. Ya, benar harganya murah dan lengkap, apa saja ada.

Setelah selesai aku mendorong keranjang belanjaanku menuju kasir. Saat hampir sampai di kasir aku lihat antrian lumayan panjang dengan 3 kasir. Lalu ada yang memanggilku.

"Mbak Rika"

Aku menoleh ke arah panggilan.

"Loh Bang Rendra"

"Lagi belanja di sini ya mbak?" Tanya Bang Rendra.

"Iya Bang, lagi belanja untuk kebutuhan buat kue. Abang juga lagi belanja kah di sini" jawabku.

"Gak.. Ini saya lagi ngontrol sebentar. Kebetulan lagi lewat jadi sekalian mampir" jawabnya.

"Ngontrol apa Bang"?

"Ini toko baru 1 minggu di buka jadi Saya belum yakin untuk tidak mengontrol setiap hari" jawabnya.

"Oh Abang pemilik toko ini" tanyaku.

Bang Rendra mengangguk sambil tersenyum.

Lalu Bang Rendra memanggil salah satu karyawannya.

"Mas Budi, tolong hitung total belanjaan Mbak ini"

"Baik Pak" jawab karyawannya seraya mendorong keranjang belanjaanku menuju kasir lewat belakang.

"Pak ini totalnya 750.000" seraya menyerahkan nota dan plastik belanjaanku.

"Ya, nanti di kurangin saja bagian pembukuannya ya" ucap Bang Rendra.

"Baik Pak" jawabnya sopan.

"Loh Bang, Saya belum bayar loh" tanyaku heran seraya mengeluarkan dompet.

"Sudah tidak usah Mba, sudah Saya bayarin kok" jawab Bang Rendra.

"Waduh Bang, Saya jadi merepotkan terus nih. Ini Bang uangnya" Aku mengeluarkan uang berwarna biru sebanyak 15 lembar dan hendak menyerahkan ke Bang Rendra.

"Sudah gak usah Mba, simpan saja uangnya Mba" jawabnya.

"Duh Makasih banget nih, saya jadi gak enak loh merepotkan terus." Ucapku.

"Sudah biasa saja lah Mba" Ucap Bang Rendra.

Bang Rendra membantu mengangkat plastik belanjaanku. 2 plastik.

"Mau langsung pulang ya Mbak?" Tanyanya.

"Iya Bang" ucapku seraya berjalan di sebelahnya.

"Pulang naik apa? Saya antar pulang ya" tanyanya lagi.

"Saya bawa motor sendiri kok Bang" jawabku.

"Mbak puasa?" Tanyanya.

"Gak Bang, lagi ada halangan" jawabku.

"Mbak sudah makan? makan dulu yuk di restoran samping ini, menunya enak-enak loh" tanyanya seraya menunjuk ke arah restoran yang dimaksud saat Kami sudah sampai di parkiran.

"Maaf saya sudah makan Bang, lain kali saja ya. Maaf soalnya anak-anak Saya titip di tetangga, jadi gak bisa ditinggal lama-lama" jelasku. Sebenarnya siapa sih yang menolak diajak makan di restoran mewah, tapi aku sadar aku seorang perempuan bersuami, tidak boleh berduaan dengan laki-laki lain. Aku tahu batasan-batasannya. Eh tadi kok dia mengajak makan, apa dia gak puasa? Mungkin dia hanya ingin mentraktirku saja, aku mencoba berfikiran positif. Atau mungkin hanya basa-basi. Entahlah.

"Oh begitu, oke Mbak. Saya juga mau langsung pulang, Hati-hati ya Mba. Oh ya saya boleh minta nomor Whatsappnya? Saya pengen beli kue-kuenya. Lihat di fotonya di FB kok kayaknya enak-enak" ucap Bang Rendra seraya menggantung plastik belanjaan di motorku.

"Iya Bang, boleh" jawabku.

Lalu aku menyebutkan nomor teleponku. Bang Rendra mengetik di smartphonenya.

"Saya pulang Bang, makasih banyak ya Bang" pamitku.

"Ya kembali kasih" jawabnya.

Aku menghidupkan mesin motorku dan memakai helm. Bang Rendra berjalan ke arah parkiran mobil, mobilnya mobil sport berwarna putih dengan plat kendaraan masih berwarna putih.

Saat aku akan menjalankan kendaraanku aku tersenyum dan mengangguk sebagai tanda pamit ke arahnya yang masih memandangku saat dia hendak membuka pintu mobil.

Dia mambalas dengan senyum dan juga anggukan.
Lalu aku melesat pulang.

SUAMIKU MISKIN DIREBUT PELAKOR TAJIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang