8. Pertikaian

746 143 46
                                    

WARNING!

Dalam part ini ada unsur romansa dan kekerasan. Bila belum berusia 21 tahun, silakan skip.

Bijaklah dalam memilih bacaan.

*****

Keputusan dari pertemuan di balai penghadapan sangat jelas. Paramitha ditolak! Tentu saja, bukan Mapanji Garasakan bila menerima begitu saja. Titah raja, biarlah sekadar kata-kata yang hilang ditelan angin mamiri. Dia, Panji Garasakan, akan bertindak. Bukankah tindakan lebih berkuasa daripada perkataan? Panji pun keluar balai dengan seringai jail tersungging di wajahnya yang rupawan.

Begitu sampai di purinya, Panji segera memanggil kedua abdi setia, Lodong dan Doyong. Keduanya langsung mengaturkan sembah dan duduk bersimpuh di hadapan Panji.

"Lodong, Doyong, katakan padaku apa salah bila aku mengambil gadis dusun untuk selir?" cecar Panji untuk menumpahkan kekesalan hati.

"Ampun, Paduka. Dalam pemahaman hamba yang bodoh ini, Paduka tidak salah," kata Lodong sambil. "Para punggawa rendah saja bisa mengambil gadis dusun mana pun untuk kesenangan."

"Benar, Paduka. Senopati Sumithra, bahkan memiliki sepuluh selir. Dari yang sudah matang, hingga perawan kencur yang belum tumbuh teteknya," lanjut Doyong.

Panji tidak menampik kenyataan itu. Para penguasa daerah yang dikuasai wajib menyampaikan upeti secara rutin. Ada yang resmi, namun tak jarang mereka menyelipkan tambahan untuk melancarkan maksud-maksud tertentu. Di antara tambahan itu, tentu saja, para gadis cantik.

Lihatlah para abdi keraton. Barang siapa bisa berkuda, sudah tentu mempunyai hak istimewa untuk meminang gadis dusun mana pun.

"Berapa istrimu Lodong, Doyong?" selidik Panji.

"Tiga."

"Hamba, ehm, lima, Paduka," jawab Doyong malu-malu. Kepalanya langsung ditoyor oleh Panji.

"Ampun, Paduka. Janganlah Paduka merasa sungkan. Paduka adalah calon raja Kahuripan. Itu berarti, segala yang berada di kolong langit Kahuripan adalah milik Paduka. Sudah barang tentu, para gadis itu," ujar Lodong kembali.

Panji mengangguk-angguk puas. "Mana Paramitha? Sudahkah kalian jemput?"

"Sudah, Paduka. Putri Paramitha sudah beristirahat di tempat yang aman," sahut Lodong yang berbadan gemuk. Lodong memberitahukan lokasi di mana Paramitha diselundupkan. Ternyata di salah satu rumah abdi dalem.

"Supaya tidak menimbulkan kecurigaan, Putri Paramitha akan melayani Paduka Pangeran sebagai dayang, bergantian dengan Welas," jawab Lodong yang lebih fasih berbicara.

"Hmm, bagus," jawab Panji dengan nada puas.

"Mohon petunjuk, Paduka. Kapan sebaiknya Putri Paramitha dijadwalkan melayani Paduka? Pagi, siang, sore, atau malam?"

Panji menyeringai. "Masa untuk hal segampang itu kalian harus bertanya?" hardiknya.

Kedua abdi itu saling bertukar pandang dan senyum penuh arti. Ketika malam tiba, Panji kembali mencari keduanya.

"Mana kekasih hatiku? Suruh segera menghadap!" titah sang pangeran.

Doyong membawa masuk Paramitha. Gadis itu masuk dengan hati-hati. Wajahnya selalu tertunduk, tidak berani menatap wajah junjungannya. Panji menjadi sangat gemas. Sebenarnya ia mengagumi gadis yang lincah dan kuat. Akan tetapi, kelembutan Paramitha tak tertahankan. Hatinya jatuh begitu saja pada mata bening yang bak telaga tenang namun menghanyutkan.

"Paramitha, Cah Ayu, apa Dinda lupa pada Kanda?"

Paramitha kebingungan. Dia tidak berani.menjawab, justru bersujud menelungkup ke lantai dan memohon ampun.

PEMBURU CIUMANWhere stories live. Discover now