s a t u

1.1K 127 35
                                    

✥

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Berkutat dengan kumpulan kasus sherlock holmes, adalah satu dari sekian hal yang tak pernah terlintas dalam benak seorang Akaashi Keiji. Sekalipun ia senang berpikir dan menganalisa sesuatu. Bukan berarti pemuda itu menerima segala kesusahan dengan tangan terbuka.

Lagi pula, gurunya itu hanya berdalih dengan alasan klise seperti kecanggihan critical thinking untuk sebuah tugas menganalisa. Yah, gurunya menjadikan Sherlock Holmes sebagai objek analisis pola pikir dan keperibadian seorang manusia.

Padahal, pada kenyataanya, guru sosiologinya itu adalah pecinta Benedict Cumberbatch garis keras.

Menghela napas. Akaashi memijit pangkal hidungnya pegal, menopang dua lensa yang sedari siang senantiasa bertengger dengan manis di sana.

Akaashi sedikitnya prihatin pada otak besarnya yang berupaya lebih keras dari biasanya. Bukan sebuah perkara mudah menguraikan hal dalam buku tersebut. Akaashi bahkan harus memberikan perhatian lebih pada hal-hal remeh.

Diliriknya jendela kamar yang tak tertutupi tirai. Ternyata hujan sedang bertamasya ke bumi. Akaashi bahkan bisa melihat kilatan putih yang sesekali menyapa langit di atas sana. Pun pohon-pohon yang bergemerisik tersibak angin.

Sepertinya ia begitu larut dalam kegiatannya, sehingga tak menyadari ekosistem tempatnya berteduh tengah gaduh.

Kemudian, sayup-sayup Akaashi mendengar suara seseorang diiringi dengan ketukan pintu. Sepertinya ia mulai melantur. Siapa pula yang mau repot-repot bertamu saat hujan tengah lebat-lebatnya.

Pikir Akaashi Keiji, mungkin saraf otaknya kelelahan. Namun, gedoran di pintunya semakin lama terdengar nyata dan terkesan tidak sabaran.

Bergegas beranjak. Dibukanya pintu dengan was-was. Sebuah tubuh meluruh tepat dalam dekapannya. Akaashi panik bukan main disuguhi hal tak terduga semacam ini.

Dibawanya tubuh tersebut ke dalam rumahnya. [Name] gadis itu adalah tamu yang mau repot-repot menerobos hujan.

Kendati mantel hujan yang melekat di tubuh sang gadis menyisakan rembesan air di pakaiannya. Kemungkinan besar [Name] memaksa menerobos hujan tanpa pikir panjang dan berakhir kedinginan tak sadarkan diri.

Akaashi melepaskan mantel [Name], pun melilitkan handuk dan selimut tebal. Dibaringkannya tubuh mungil gadis tersebut di kamarnya. Wajahnya tampak begitu pucat, bahkan bibir mungilnya tak henti bergetar.

"Kali ini alasan apa yang membawamu kemari, [Name]?" tanya Akaashi lirih.

Berbagai paradigma berkelebat di benaknya menciptakan labirin spekulasi yang kian merumit.

Pasalnya ini bukan yang pertama dan gadis itu selalu mengarang alasannya. Seperti kucingnya mati padahal dia tidak meiliki kucing, semut hitam yang tak sengaja ia injak, dan alasan konyol lainnya.

[Name] mulai meracau membuyarkan segala pemikiran rumit Akaashi Keiji. Suhu tubuhnya melonjak naik. Sepertinya demam mulai mengambil alih tubuh sang gadis.

Akaashi mengusap kasar wajahnya. Kekhawatiran perlahan menjalar melingkupi dirinya. Pemuda tersebut bahkan tak bisa tenang barang sejenak. Semalaman Akaashi sibuk bolak-balik mengganti kompresan [Name] secara berkala. Tugasnya bahkan ia biarkan terbengkalai.

[Name] tersadar di pertengahan malam. Gadis itu meringis melihat Akaashi yang mati-matian menahan kantuk.

"Akaashi," panggil sang gadis lirih.

"Kau sudah sadar. Bagaimana keadaanmu?" Tanya si pemuda serak dengan penampilan yang sedikit berantakan.

"Hm." [Name] pura-pura berpikir, membuat Akaashi cemas. Kemudian gadis itu terkekeh sebab gestur kaku Akaashi yang berusah tenang padahal panik luar biasa.

"Sudah lebih baik."

"Syukurlah, kau membuatku khawatir."

"Maaf." [Name] menundukan kepalanya. Rasa bersalah perlahan menjalar dalam dirinya. Pemuda itu selalu saja ia repotkan atas segala tindakan yang dirinya lakukan tanpa pikir panjang.

Akaashi mengelus puncak kepala [Name]. Sudut bibirnya ia tarik sedikit. "Tidak, apa. Aku sudah terbiasa."

[Name] terpana akan sebuah mahakarya yang terpahat tepat di hadapannya. Pun di perlakukan sedemikian manis oleh seorang Akaashi Keiji membuat bibirnya kelu dengan jantung berdebar kencang.

"Kau demam lagi, [Name]?" Akaashi yang tak peka malah menempelkan pungung tangannya mengecek suhu tubuh sang gadis. "Wajahmu memerah."

[Name] tercekat. Menahan napas. Wajahnya kian memerah. Memalingkan muka dengan gelagapan gadis itu berkata kalau dirinya baik-baik saja.

Akaashi menghembuskan napas lega. Setidaknya dengan begini ia tahu bahwa sang gadis sudah baik-baik saja. Kendati resah dalam dirinya yang belum juga mereda atas segala spekulasi yang membawa sang gadis hadir kala hujan lebat melanda dengan ganasnya.

OVERCOME | Akaashi KeijiWhere stories live. Discover now