Part 5 (Yuri/Lola)

291 60 1
                                    


Katanya, Ares libur selama dua hari. Jadi, kesempatan ini aku gunakan untuk berjalan-jalan di dalam mall ketika malam hari. Ya, apalagi kalau bukan untuk memilih baju baru. Walaupun diskonan, yang penting baju itu masih bagus untukku. Sepertinya, kali ini aku akan mencoba menyesuaikan style hantuku dengan manusia tampan dan kaku itu.

Ares si pemilik bola mata cokelat itu suka dengan warna gelap. Lalu, perhatianku pun tertuju pada manekin dengan dress hitam sampai di atas lutut, tertulis di sana off 50%+20%. Dengan satu kali menjentikkan jari, dress itu sudah berpindah ke tubuhku.

Ah, aku bersyukur Sansha meminjamkan sedikit kekuatannya untukku selama mencari misteri penyebab kematian.

Sejujurnya, akhir-akhir ini pikiranku selalu tertuju pada Sansha. Wanita cantik yang duduk anggun di singgasananya itu, sepertinya tidak pernah main-main dengan ucapan. Saat pertama kali aku melayangkan tubuh di istananya, terlihat makhluk-makhluk menyeramkan memamerkan gigi tajam mereka. Seolah-olah, mereka makhluk lapar yang belum pernah diberi makan daging segar.

Sudah satu tahun lebih berjalan aku menyelidiki semua misteri ini sendirian, beruntung saja aku diberi kesempatan bertemu dengan Ares. Dari percakapan dengan para makhluk gaib yang aku temui, memang hantu sejenis seperti diriku ini tidak jelas, apakah sudah hidup atau sudah mati.

Terdengar suara Ares memanggil namaku, sudah tiga kali. Ada apakah dia memanggilku? Segera, kutinggalkan mall ini dan menuju kediaman lelaki tampan yang akan menjadi temanku sampai semuanya berakhir.

“Ciluk baaa.” Aku mengejutkan Ares, ketika ia tiba-tiba membalikkan tubuhnya kehadapanku.

“Nggak mempan,” jawabnya dingin.

Ya mungkin dia sudah kebal dengan kehadiran makhluk sepertiku.

“Kenapa manggil aku di tengah malam hampir pagi seperti ini? Rindu ya sama aku, hmm?” Aku mengedipkan mata berkali-kali mencoba menggodanya.

“Ini.” Ares menyodorkan beberapa lembar foto ke arahku.

Cepat aku melayangkan foto-foto itu di udara supaya lebih mudah memeriksanya.

“Aku … semakin yakin pernah bertemu dengannya,” ujarku sambil melayangkan satu foto dengan baju dan dan model rambut yang tidak asing.

Beberapa foto yang lain menunjukkan jasadnya ketika ditemukan, ada dua daging yang berlubang dan mengeluarkan darah. Serta beberapa bagian tubuhnya berwarna kebiruan dan bengkak. Persis seperti mayat-mayat tak bertuan yang aku temukan di rumah sakit. Ares menunjukkan layar benda yang ia sebut laptop itu padaku. Diperbesar gambar Kak Annet dan memperlihatkan beberapa bagian tubuhnya juga disuntikkan beberapa narkoba jenis cairan. Begitu kata Ares.

“Pergerakan mereka sangat licin, dan aku curiga sepertinya mereka dibantu oleh orang dalam,” tuturnya sambil menghirup napas panjang.

“Ares, sudah berapa lama Kak Annet meninggal?”

“Belum genap dua tahun.”

“Kematianku juga belum genap dua tahun, apa itu sebabnya kita bisa saling terhubung seperti ini?” Kali ini aku tidak berniat menggodanya, karena aku seperti menemukan sebuah teka-teki yang harus dipecahkan.

“Apa kamu sama sekali nggak ingat, kenapa kamu bisa seperti ini?”

“Aku sudah menyusuri hampir semua rumah sakit di daerah ini. Sejujurnya saat pertama kali kita bertemu ada sedikit ingatan kehidupanku dulu. Aku seperti melihat bayangan seseorang dengan baju hitam yang mengejarku. Lalu, ada wajah Kak Annet yang melintas di sana. Hanya itu yang bisa aku ingat untuk saat ini, tidak lebih.”

SASSY GHOST (END) Where stories live. Discover now