Biru Itu Laut

3.3K 287 7
                                    

HALLO :)

Sesuai janjiku kemarin di Instagram buat update hari ini.

buat yang belum tau, makanya follow gih @bi.ru___ hehe

jangan lupa vote n komen, jangan lupa promosiin ke temen-temen wattpad kalian



salam,

Megakata







Laksa

Kali ini aku mengikutinya lagi, entah untuk apa tetapi aku selalu penasaran dengan gadis berambut sebahu itu. Jana, gadis yang aku temui di kedai kopi itu membuatku merasa tertarik dan juga sedikit bingung. Aku belum terlalu mengerti siap ayang dicari Jana. Namanya Biru, aku juga tidak mengerti siapa Biru ini. Kekasihnya, temannya atau saudaranya. Karena jawaban Jana saat itu juga membingungkanku.

Sudah sekitar 3 hari aku mengikutinya pergi, kemarin ia duduk di taman. Kupikir awalnya ia sedang menunggu seseorang, tetapi sampai 3 Jam dia hanya duduk sambil menatap orang yang berlalu lalang di depannya. Setelah itu ia pulang. Tidak ada yang di alakukan selain melamun dan membiarkan beberapa pasang mata yang melewatinya menatap dengan aneh.

Dua hari yang lalu pun sama, ia pergi ke sebuah gedung kesenian dan dia duduk didalam ruang pertunjukan teater. Tidak hanya aneh, karena disana tidak sedang diadakan pementasan apapun. Tetapi anehnya Jana benar-benar duduk sendiri sambil menatap panggung kosong. Dia seperti penonton yang sedang menikmati pertunjukan. Mengerikannya adalah, tidak ada apapun di atas panggung.

 Benar-benar kosong.

Dan sekarang? Dia berada di pantai, disebuah tepi laut yang berada di kota kami. Sejak pertama kali kami bertemu, bahkan dia sudah ketakutan terhadap dirinya, dan kurasa ini tidak baik. Dia memang terlihat seperti gadis biasa, tetapi dia terlihat aneh.

 Aku tidak menganggapnya gila! Kurang tepat jika kau menganggap begitu,
Jana seperti kehilangan motivasi hidupnya.

Kali ini dia sedang duduk agak jauh dari laut, dan aku masih menatapnya dari salah satu tempat yang tidak jauh darinya.

Pandangan itu sayu, sangat sayu.

Aku terlonjak dari lamunanku saat menatap langkah gadis itu semakin menuju ke arah laut. Aku sudah tidak berpikiran jernih lagi saat jarak antara ia dengan laut hanya tinggal beberapa langkah. Aku menariknya sangat kencang, dan ia jatuh kedalam pelukanku.

 Badannya gemetar hebat.

Begitupun dengan aku. Aku takut jika aku terlambat dan membiarkan Jana tersesret ombak.

Aku benar-benar takut.

Jana

Tiga hari ini begitu kosong, aku tidak terlalu mendengarkan nasihat Bunda untuk melupakan kejadian yang pernah kualami termasuk mengenal Biru. Aku hanya meng-iya-kan perkataan Bunda. Aku tak mau membuatnya khawatir.

 Pertemuanku dengan Laksa tak mengubah apapun. Laksa juga tidak datang lagi, dia membual untuk berteman, di ammebual untuk membantuku. Seharusnya saat itu aku tidak menjabat tangannya untuk berkenalan. Akan lebih baik aku asing dan tidak memiliki teman.

 Akan lebih baik aku tidak membiarkan ornag lain mengetahui tentangku dan namaku. Akan lebih baik memang begitu seharusnya.

Kemarin aku dari taman, entah apa yang ku lakukan disana. Aku hanya melangkah kan kaki pada tempat-tempat yang menurutku tepat. Tetapi lagi-lagi aku hanya berdiam diri, sesekali mungkin muncul, bayangan saat aku memakan bubur ayam dengan seorang pemuda.

 Bayangan seorang pemuda dengan gitar di ujung jalan bernyanyi bersama anak jalanan. Semua terulang jelas pada bayanganku. Tetapi lagi-lagi aku merasa ketakutan. Dan berakhir dengan aku memilih pulang.

Dua hari yang lalu pun aku berjalan menuju ke gedung kesenian, aku bahkan menuju tempat dimana biasanya diadakan pementasan teater. Disana sangat sepi, tetapi lagi-lagi aku hanya duduk smabil menatap panggung yang kosong. Setelah lama, panggung itu berisi sosok pemuda yang sama. Pemuda yang membacakan puisi kini sedang bermain teater. Pemuda itu nampak begitu memikat. Tersenyum kepadaku seakan mengatakan bahwa dia akan kembali. Biru akan kembali.

Aku menangis.

Apakah aku sudah gila?

Tidak, aku tidak seperti itu.

Kali ini apa yang aku lakukan di sini, menatap ombak serta laut yang entah mengapa terasa menyedihkan. Suara-suara air itu seakan menenggelamkan pikiranku. Menarik diriku untuk ikut masuk kedalam sana, menenggelamkan segala pikiran buruk dan beban yang sangat-sangat menyakitkan, yang membuat bebapa hari ini aku merasakan lelah yang luar biasa, serta yang membuatku…

Aku merasa ditarik seseorang, dan aku jatuh ke dekapannya. Aku tersadar, lamunanku membawaku bahkan sampai disisi laut. Ilusi macam apa yang aku ciptakan sendiri pada diriku. Aku takut, aku takut bahkan terhadap diriku sendiri.

Cukup lama aku berada di pelukan seorang pemuda ini, aku melepaskan pelukannya setelah memang pikiranku mulai membaik. Aku menatap mata coklatnya, dan seperkian detik tubuhku seperti melayang. Aku diangkat oleh Laksa, langkahnya yang entah membawaku kemana membuatku berpikir apa yang laki-laki ini sedang lakukan?

“Duduklah” Ucapnya datar. Apakah dia tidak tahu bagaimana rasanya kesendirian ini mengurungku? Apakah dia tidak mengerti bahwa aku butuh Biru?
Ia mendudukanku di salah satu tempat berteduh, ia sempat pergi entah kemana yang sebenarnya bisa kutebak saat melihatnya kembali sambil membawa air mineral.

“Minumlah!”

Aku mengiyakan saja. Sambil membuka tutup botol dengan tangan yang masih agak gemetar.

Setelah itu, kami diam. Menikmati angin laut yang menyapu wajah kami. Aku memberanikan diri menatap Laksa. Ia masih menikmati pesona laurt didepannya. Jika dipikirkan, pertemuan kita memang sangat aneh, atau memang segala hal yang ternjadi padaku memang selalu bisa dibilang aneh?

“Ada apa Jana? Mengapa kau menatapku seperti itu? “

Aku menggeleng pelan, sebelum berucap

“Aku sempat berpikir Laksa, kalau tadi seseorang yang mendekapku adalah orang yang sama. Orang yang tak pernah membiarkan diriku terluka, dan orang yang sebenarnya memberiku luka paling tidak kumengerti.“

“Biru? “

***

Jana menganggukan kepalanya, ia memang sempat berpikir bahwa Biru memang ada dan tidak membiarkannya sendiri seperti tadi, tapi ia salah. Laki-laki itu bukan Biru tapi Laksa.

“Jana, kamu terlalu memaksakan dirimu.”

“Apa maksudmu?”

“ Aku tidak bisa menjelaskannya, tapi aku ingin membantumu sembuh.”

“kau pikir aku gila!” Jana menatap nyalang Laksa, dia marah saat seorang yang tiga hari lalu menyandang status sebagai temannya berpikiran seperti itu.

“Apakah aku mengatakan bahwa kau gila? Kau yang mengatai dirimu sendiri Jana.” Ucap Laksa tidak kalah keras pada Jana.

“Kalau kau ingin mencari tau perihal Biru, aku akan bantu. Aku akan membantumu Jana!” Kata Laksa dengan memegang bahu Jana, seakan menyadarkan bahwa memang ada sesuatu yang salah dari Jana.

“Aku ingin melupakaannya Laksa, tapi setiap aku berusaha membuang segala pikiran itu. Justru kenangan-kenangan bersama sosok Biru terbayang! Lalu bagaimana?!!”

“Ceritakan padaku perihal Biru Jana!” Ucap Laksa lirih,
Jana nampak ragu, sebelum ia menghembuskan nafasnya pelan dan melempar pandangannya pada laut.

“Biru seperti laut Laksa, saat kau hanya mengenalnya ia begitu menarik. Begitu mendamaikan. Kamu akan selalu ingin lebih luas menjelajahi laut itu, dan ketika kamu memilih masuk dalam pesonanya kamu akan melihat begitu menakjubkan hidup. Biru memberi pembelajaran lewat segala puisinya, lalu jika kamu semakin tenggelam dalam dirinya, kamu mulai merasakan takut kehilangan Biru, semakin dalam laut semakin penuh misteri. Begitupun Biru “

Permulaan kisah Biru, Jana menceritakan segalanya pada Laksa. Sedangkan pemuda itu hanya diam sambil menahan sesak yang entah mengapa mulai menyelimuti batinnya.

“Bukan kau yang gila Jana, kisahmu yang gila!”

Biru-Pelarian Romantis yang MembahayakanTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon