Lee Taeyong, her traumatic

392 56 0
                                    

"Dasar gendut!" Ejek lelaki itu. Wendy hanya diam tidak ingin membalas atau berbicara satu kata pun.

"Punya mulut dipake, jangan cuma diam aja!" Lagi,lelaki cungkring itu mengejek Wendy lagi, teman-temannya? tentu saja ikut mengejek serta tertawa bahkan saat di hari pertama ia sekolah tak ada yang mau mengajaknya berteman, semua mendiaminya.

"Dasar bisu!" Oh tuhan, Wendy sudah tidak tahan lagi menahan ini semua.

"Tuhan maafkan aku, karena aku terpaksa melakukannya kepada lelaki sialan ini." Batinnya dalam hati.

Bugh!

Wendy meninju pipi lelaki itu dengan tangan kosongnya, seketika semuanya terdiam bahkan yang tadi tertawa dan mengejeknya langsung berhenti.

Suasana kelas sunyi senyap karena satu tinjuan tangan kosong Wendy melayang pada pipi mulus teman lelakinya yang biadab tersebut.

Sadar apa yang ia lakukan itu salah dan agak mengejutkan. Ia langsung pergi keluar kelas dan lari menuju rooftop dengan sekuat tenaga sembari menahan air matanya yang ingin tumpah.

"Hiks...hiks.." tumpah sudah air mata Wendy, tak lupa ia menutup pintu rooftop tersebut dan duduk tepat di depan pintu tersebut.

"Mama, aku sudah tidak tahan lagi." Ucapnya sambil terisak.

"Hiks..hiks..Tae..tae..yong merendahkanku lagi." Yup, bocah yang tadi mengejek Wendy adalah Taeyong Lee, anak dari pemilik sekolah yang Wendy tempati.

Lee Taeyong dengan segala kekuasaannya membuat Wendy menjadi sedikit merasa trauma kepadanya, karena ia dan geng-nya sering sekali membully Wendy dengan kalimat kalimat yang tidak pantas.

"Mama, Wendy sudah tidak tahan lagi berada di sekolah ini," lirihnya,"aku ingin keluar dari sekolah ini ma."

Batin dan jiwa Wendy tersiksa jika ia terus-menerus berada di sekolah ini. Padahal ia berharap dipindahkannya ia sekolah mendapatkan banyak teman baru, malah musuh baru, satu sekolah pula.

Sedangkan salah satu jalan agar ia tidak terus menerus di zona ini adalah keluar dari sekolah ini dengan segera.

"Benar, keputusan yang tepat Wendy, aku harus melakukannya untuk diriku sendiri." Gumamnya.

Sudah dua puluh menit lebih ia habiskan untuk berdiam diri di rooftop untuk menenangkan diri, ternyata efektif juga. Selain itu Wendy tak sadar jika dibalik pintu ada orang lain yang mendengarkan curahan hati Wendy.

"Maafkan aku. Aku hanya ingin mendapatkan perhatianmu." Ucap lelaki itu lirih sembari menatap sendu pintu tersebut.

"Aneh, rasanya sangat aneh, aku tidak pernah menyangka bahwa aku memiliki trauma terhadap seseorang, terlebih lagi itu teman sekelasku dan aku harap kita tak akan bertemu lagi selamanya"

"Aneh, rasanya sangat aneh, aku tidak pernah menyangka bahwa aku memiliki trauma terhadap seseorang, terlebih lagi itu teman sekelasku dan aku harap kita tak akan bertemu lagi selamanya"

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

end.

wendy and her painting story.Donde viven las historias. Descúbrelo ahora