🍁 DUA DELAPAN

1K 48 1
                                    

3 November 2020

Renata POV

Aku langsung berlari menuju kedepan. Apa yang baru saja kulihat harus kupastikan sekarang.

"Ada apa???.., kamu kenapa??" Tanya Abrar yang melihatku gelisah didepan rumah.

"Aku harus kerumah sakit, aku harus menemui Rania sekarang"

"Tapi kenapa?, Rania baik-baik saja kan?"

"Iyaaa, aku harus menanyakan hal ini"

Sebuah surat keterangan tes DNA kuperlihatkan pada Abrar. Bahkan dari raut wajahnya terlihat syok.

"Aku tau ini penting, tapi tenang dulu Re...., Kamu bahkan berlari tanpa alas kaki"

"..."

"Lihat aku. Kamu bisa telfon bibi Sekarang dan tanyakan tentang hal ini"

"Hmnnnn"

"Kita sholat magrib dulu"

Aku benar-benar tidak khusuk, pikiranku dipenuhi untuk bertemu dengan Rania. Aku semakin penasaran terlebih bibi dan paman tidak mengangkat telfonnya.

Selesai sholat aku langsung mengganti pakaianku, kembali ku hubungi bibi dan paman namun hasilnya sama.

"Abrar cepetan" teriakku yang sudah ada di dalam mobil.

Kemacetan ibukota membuatku tak punya kesabaran, beberapa kali ku baca isi amplop coklat itu, nyatanya tidak ada perubahan. Jujur, aku sedikit kaget dengan kenyataan ini, beberapa pertanyaan ingin ku tanyakan pada Rania. Meski sebenarnya aku juga senang bila kenyataan itu benar terjadi.

Suara deringan telfon mengagetkanku, sebuah panggilan dari Bibi.

"Assalamualaikum Bi"

"Wa'alaikumsalam nak, tadi..."

"Bi..., Bibi sama paman bisa kerumah sakit sekarang?"

"Loh, kamu kenapa?.., baik-baik aja kan?"

"Alhamdulillah, Rere baik-baik aja, cuman ada hal yang ingin aku tanyakan, tapi bibi dan paman bisa kerumah sakit, nanti aku kirim alamatnya"

"Baiklah"

"Terima kasih Bi.., assalamualaikum"

"Wa'alaikumsalam"

Disaat seperti ini, rumah sakit malah terasa sangat jauh. Abrar hanya mengenggam tanganku berniat menengkan pikiranku. Istighfar Re.., semua akan baik-baik saja. Batinku.

Sesampai di rumah sakit, aku hanya berdiri didepan pintu kamar Rania. Wanita itu sudah bangun dan sedang mengobrol dengan Aldo. Kurasakan tiba-tiba keberanian ku menghilang. Bagaimana jika aku hanya salah paham lagi.

"Sayang..., Kamu baik-baik aja kan?"

"Hmnnnn"

"Ayoooo"

"Kita tunggi bibi dan paman dulu"

Abrar membawaku dalam pelukannya, dan itu sukses membuatku sedikit tenang.

"Rere..." Sapa bibi saat melihatku.

"..."

"Kamu kenapa nak?" Tanya paman heran melihat kondisiku yang sedang menangis.

"Lebih jelasnya, sebaiknya kita masuk dulu" kata Abrar.

Bismillahirrahmanirrahim, aku melangkah untuk masuk keruangan Rania. Terlihat sorot matanya yang heran melihat penampilanku. Perlahan aku mendekati Rania. Kuperlihatkan amplop coklat yang baru saja kubaca.

Sepasang Sajadah (END)Where stories live. Discover now