Danny Arkana Ravindra

1.7K 159 28
                                    

Kalau Arka ditanya seberapa kecewa dirinya dengan semesta, maka Arka akan membutuhkan waktu setara dengan tiga hari perjalanan wisata dari Bandung ke Jakarta hanya untuk menjelaskan betapa keji perbuatan semesta kepada dirinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kalau Arka ditanya seberapa kecewa dirinya dengan semesta, maka Arka akan membutuhkan waktu setara dengan tiga hari perjalanan wisata dari Bandung ke Jakarta hanya untuk menjelaskan betapa keji perbuatan semesta kepada dirinya. Tetapi kalau ditanya seberapa bersyukur dirinya pada Sang Penguasa atas apa yang semesta hujani padanya, maka Arka berani bertaruh kalau ia membutuhkan waktu lebih lama untuk menjawab pertanyaan itu.

Iya. Arka kecewa dengan semesta. Arka membenci semesta yang sudah semena-mena. Arka tidak terima dengan perbuatannya. Tetapi karena kekejian semesta itu sendiri, Arka menyadari, kalau ini mungkin memang proses menuju dewasa.

Ada jatuh yang mendewasakan.

Ada patah yang menumbuhkan.

Ada hilang yang menggantikan.

Dulu, dulu sekali, di suatu waktu yang ingin Arka hilangkan dalam memori, ia berdiri di sana. Arka kecil berdiri di sana. Di balik sekat kayu yang memisahkan kamarnya dengan sesuatu di luarnya, mendengar obrolan—atau lebih tepatnya pertengkaran?—antara Mama dan Papa, dengan Mama yang Arka yakini sudah siap pergi dari rumah sambil membawa satu buah koper besar dan tas jinjing khas perempuan.

Hingga suatu hari, ia dipertemukan dengannya. Seseorang yang bersedia meminjaminya bahu ketika Arka muak dengan dunia. Seseorang yang bersedia mendengarkan semua isi hatinya saat dunia justru berpaling darinya. Seseorang yang mengerti, seseorang yang rela berbagi, seseorang yang mengajarinya makna dari setiap peristiwa yang menyakiti.

Arka melewati itu semua, menelan pahit kenangan yang tersimpan apik dalam memori, menyembunyikannya secara rapi dalam diri seorang Danny Arkana Ravindra yang dikenal sebagai pribadi yang ceria dan suka tertawa, tanpa mereka tahu kalau ada sebuah luka besar yang bersembunyi dalam setiap senyum dan tawa si pemuda Ravindra.

Sampai akhirnya ia kembali menemukan dirinya terjebak dalam kejutan semesta.

"Arka, kenalin, ini Tante Andini, dan ini Kyra, calon mama dan adik kamu nanti." Begitu kiranya kalimat sang Papa yang membuat Arka merasa akan mengulang kembali peristiwa pahit yang sudah susah-susah ia kubur dalam memori.

Arka marah saat itu. Marah sekali. Sampai-sampai mengancam akan kabur dari rumah kalau Papa tetap akan melanjutkan pernikahan konyolnya yang kedua.

"Jangan sedih sendiri, kan ada Cila. Kalo ada apa-apa Arka cerita aja sama Cila."

Malam itu, kala ia menatap langit dengan berselimut angin malam, tiba-tiba saja kalimat lugu yang diucapkan gadis berusia 6 tahun itu kembali terngiang di kepalanya. Gadis itu benar. Arka tidak sendiri. Ada seseorang yang bersedia untuk tetap ada di sisinya ketika semua orang mengarahkan mata panah pada dirinya. Bukan sebagai tameng, tapi sebagai yang mengobati jika tanpa sengaja mata panah itu melukainya. Sedikit keyakinan tumbuh dalam hatinya. Bahwa kali ini, ia tidak mau lagi kalah dengan kejamnya semesta. Karena seseorang itu ada, selalu ada untuk Arka.

Seseorang yang berhasil membuat seorang Danny Arkana Ravindra jatuh hati untuk pertama kali.

Ashilla Fernanda, sang gadis yang membuat Arka berterimakasih pada semesta karena sudah membuat Arka mengerti bahwa semesta tidak benar-benar mengambil semua yang Arka punya—justru menghadiahkan dirinya dengan si manis yang membuat harinya lebih berwarna. Gadis itu pula alasan Arka bisa melalui kembali peristiwa getir yang pernah melukainya tanpa harus merasa sehancur sebelumnya.

Lembaran baru. Penawar kisah lama. Membantunya lupa dengan secuil kisah pahit dalam ingatan. Mengubur apik cerita kelam.

"Cila."

"Hm?"

"Jangan tinggalin gue, ya?"

Baginya, Cila seperti sejuk yang menentramkan kobaran api, membuat sebagian beban yang terasa berat di bahunya menguap bersama angin sore hari.

Love LetterWhere stories live. Discover now