20- friendzone

67 12 21
                                    

Devan mengetuk pintu kamar Papanya.

Tok tok tok

"Pa, ini udah siang. Tumben Papa belum bangun." ucap Devan.

Namun di balik pintu sana, tidak sedikitpun ada jawaban.

"Pa, ini Devan masakin nasi goreng." sambung Devan. Ya, setelah kejadian kemarin, Devan mencoba untuk memasaknya lagi. Dan kali ini nasi gorengnya tidak gosong. Sempurna, tidak terlihat pucat ataupun sakit layaknya hari kemarin.

Karena tidak mendapat jawaban, Devan mencoba membuka pintu kamar Papanya itu.

"Pa..." ucapnya lirih.

Tapi, tetap tidak ada jawaban.
Devan mendekati tubuh Papanya,
"Pa..." ucapnya seraya memeriksa tubuh Papanya. Panas sekali, apakah Papanya sakit?

Devan mencoba membangunkan Papanya, namun hasilnya nihil. Papanya tetap saja menutup mata, Devan panik. Dia membopong tubuh Papanya, membawanya ke rumah sakit terdekat.

Devan takut terjadi apa-apa, dia tidak mau kehilangan orang yang dia sayang untuk kesekian kalinya.

Seharusnya hari ini dia pergi ke kampus. Namun karena ada kendala yang menurutnya sangat penting, Devan memilih untuk tidak pergi ke kampus dulu. Dia sangat khawatir dengan keadaan Papanya.

Devan menelepon Ami, memberitahu tentang keadaannya sekarang.

"Ami, Devan gak ke kampus dulu ya." ucap Devan.

"Kenapa?" tanya Ami.

"Papa sakit." jawab Devan.

"Om sakit? Ami sekarang ke rumah kamu ya. Mau lihat kondisi Om." sahut Ami.

"Ami, aku di rumah sakit. Kamu gak usah kesini, gak lama lagi kelas kamu dimulai. Kamu berangkat sama Erdi dulu ya. Gimana? Gak apa-apa kan?" tanya Devan.

"Hem, yaudah. Tapi nanti kamu shareloc ya. Pulang dari kampus aku bakal langsung ke rumah sakit. Jagain Om dulu." jawab Ami.

Akhirnya Ami pergi mengajak Erdi, Erdi yang sejatinya hampir terlupakan oleh Ami. Namun Erdi bisa apa? Cintanya hanya bertepuk sebelah tangan.

"Di, anterin aku." ucap Ami.

"Kemana? Gak sama Devan?" Erdi malah balik bertanya.

"Kampus, enggak. Hayu cepet." jawab Ami.

Erdi mengangguk, lalu beranjak dari tempat tidur nya.

"Mi..." panggil Erdi lirih.

Ami melirik Erdi yang sedang fokus mengendarai mobilnya.

"Ada apa?" tanya Ami.

"Hemm enggak." jawab Erdi, sepertinya dia ragu untuk menenanyakan sesuatu kepada Ami.

"Dih! Apaan sih Erdi, aku mau tahu." rengek Ami.

Erdi menghilangkan keraguannya, memberanikan diri untuk menanyakan hal yang sudah lama ingin ia ketahui jawabannya.

Karena dia takut jawaban yang ingin dia ketahui ternyata malah menyakitinya, Erdi menepikan kendarannya. Lalu menatap Ami.

"Mi, kamu pacaran sama Devan?" tanya Erdi.

"Iya." jawab Ami.

Erdi diam, menahan sesaknya dan membiarkan dirinya dirangkul rasa sakit.

"Di, kenapa?" tanya Ami.

Erdi masih saja terdiam.

"Erdi?" kini Ami menggoyang bahu milik sahabatnya itu.

Sakit? Jangan ditanya lagi. Mana ada laki-laki yang tidak sakit setelah mendengar bahwa perempuan yang selama ini dia cintai dalam diam itu telah mencintai laki-laki lain? Dengan begitu mudahnya, tanpa memikirkan perasaan Erdi. Ah siapa Erdi? Dia hanya supir, kenapa Ami harus memikirkan perasaannya?

Live in paralysis (Completed)Where stories live. Discover now