8th

38 7 1
                                    

Baiklah, jika akhirnya begini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baiklah, jika akhirnya begini. Bertemu dengan gadis palsu yang pernah Eve selamatkan sebelumnya.

Hari ini dia tidak keberatan berbincang sebentar, menerima permintaan penuh memelas itu. Dan, di sinilah mereka bersama menentukan tempat—duduk depan stasiun, bersampingan satu sama lain.

Berulang kali Eve memindahkan arah pandang, membisu tanpa tahu kalimat apa yang harus dikeluarkan. Sementara gadis itu sibuk meringis kecil, tengah dimarahi kakaknya melalui telepon. Apa yang Eve tangkap dari hasil menguping sekadar kebodohan Aster yang langsung keluar gerbong, mengikuti sosok Eve. Kakaknya sebenarnya sudah mengangkat tubuh untuk pindah gerbong, setuju akan permintaan Aster, tetapi Aster malah tidak menyimak.

Mereka berdua saling salah.

"Baiklah, nanti kutunggu di sana." Itu menjadi kalimat penutup. Tepat saat itulah Eve berdiri. Kepalan tangan mengerat.

"Jadi, apa maumu?" Eve lekas saja bertanya. "Langsung saja basa-basi. Aku tidak mau lama-lama di sini, aku harus jemput sepupuku di Lennox segera. Dia belum kembali sampai sekarang."

"Duduk, Eve, jangan berdiri." Aster mencekal pergelangan tangan pemuda. Eve tercekat, dan dia lekas menepis. Tetapi, Aster kembali menggenggamnya, kali ini lebih kuat.

"Aku tidak akan membiarkanmu kabur kali ini," ucapnya kembali. Mendengar itu, raut wajah Eve berubah menjadi masam.

Kemudian, kembali hening.

Aster melepas napas. Padahal, inilah hari dimana dia harus mengungkapkannya. Mau tidak mau dia harus berani membuka mulut, karena ini semua pilihannya. Namun, di ujung kesempatan ini dia malah buncah memikirkannya. Rasanya campur aduk setelah bertemu Eve. Apakah nanti Eve akan marah? Apa Eve juga akan semakin ... membencinya?

Pikiran buruk itu mulai memenuhi benak kecilnya. Aster segera menggeleng kepalanya, berusaha menghilangkan pikiran tersebut.

"Eve ... bisakah kau utarakan pikiranmu tentangku?"

Ah, sungguh, kenapa dia bertanya tentang ini? Memalukan sekali. Seakan dia meminta jawaban atas perasaan Eve. Padahal, Aster belum pernah mengatakan itu, dan Aster tahu, dia selamanya pasti hanya menganggapnya teman. Atau, selaku sosok yang dibenci, seperti saat ini.

Eve bergumam, pandangannya termenung ke arah pangkuan kosong. Tangan Aster masih di antara tangannya, menggelitik bulu kuduk pemuda. Bagaimanapun, hal itu membuat Eve sangat terganggu. Dia tidak suka cara Aster menahannya untuk tidak kabur.

"Aku ... rindu Aster," itu kalimat pertamanya yang berakhir keluar, "sebenarnya aku sangat ingin bertemu. Aku sudah menyelamatkannya, tapi semua sia-sia. Aster sudah mati di sana. Yang kuselamatkan bukanlah dirinya, tetapi dirinya yang lain, yang mirip dengannya di sini. Selama empat tahun itu, aku menyesal."

Gemuruh dalam hati Aster muncul. Ternyata selama empat tahun, setelah Eve menyelamatkannya, Eve menganggapnya palsu. Maka itulah Eve membencinya tanpa tahu yang sebenarnya. 

Eve kembali menatap iris gadis itu, melepas napas sekali. "Hanya itu. Apa lagi yang kau ingin dengar, Aster Palsu?"

Sebutan itu refleks membuat Aster melepas genggamannya. Tubuhnya bangun dari kursi yang dia tempati. 

"Sepertinya ... tidak ada lagi, Eve. Kupikir hanya itu," dustanya pelan.

Pemuda itu hanya tergelak. Kesempatan untuk kabur pun melebar. "Baguslah. Sekarang, cepat menyingkir dari sini. Aku tidak mau melihat wajahmu lagi. Dasar, Peniru Aster."

Ya, Aster tahu itu. Eve akan semakin muak bila dia terus ada di hadapannya. Dengan berat hati, Aster berterima kasih pada pemuda itu terakhir kali, sebelum Aster benar-benar meninggalkannya di sana.  

Aster tidak menolehnya lagi. Iris merah muda justru fokus menatap langit lekat-lekat. Tangkai pohon menyelip di sana, menerbangkan bunga merah muda. Warna yang persis sama seperti rambut maupun irisnya. Bibir Aster mengukir sebuah senyuman sendu kala menatapnya.

Hari ini pun Aster tetap sama, gagal mengucapkan tiga terima kasihnya pada Eve.

Ah, walau aku mengutarakan itu, Eve tetap akan membenciku, 'kan?

PrimaveraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang