Bazaar, Sepatu, dan Motor.

126 26 4
                                    

.
.
.
Happy Reading!
.
.
.

Rajuang tak henti-hentinya merapalkan makian pada kawan-kawannya yang tak mungkin dapat mendengarnya.

Penyebabnya?

Rambut panjang pada kepala juga dress putih milik sang Kakak yang ia ambil diam-diam dan kini telah melekat pasti pada tubuhnya. Memperlihatkan kebolehan lekuk tubuhnya yang tak begitu buruk, mengingat ia memang memiliki pinggang yang sempit. Sudah entah berapa banyak waktu yang telah terbuang, Rajuang tak dapat berhenti menengok dirinya dalam wajah si cermin. Rasanya berbeda sekali, sedikit aneh walau bukan berarti ia tidak menyukainya.

Tatonya jelas-jelas terlihat, bahkan lebih terlihat. Tindik-tindik pada telinga kiri, bibir, pun hidungnya tak jua ia lepas sebab kata kawannya,

"Malah bagus elah, seksi gitu ada tatonya coy!"

Kalau bukan karena kewajibannya sebagai bagian tim pencari dana, yang sialannya berniat untuk menjual pakaian wanita dalam 𝘣𝘢𝘻𝘢𝘢𝘳 nanti siang dengan ide gila menggunakannya sebagai SPG agargg menarik perhatian, maka ia tak akan mau repot-repot berbuat demikian.

Rajuang rasanya tak dapat berhenti memutar dirinya di depan cermin. Beberapa kali ia mengambil potret diri untuk bertanya pada sang kawan sialan apa dandanannya sudah cukup meyakinkan.

Sayang, sebab terlalu larut ia dalam kegiatannya, Rajuang tak sadar bahwa suara sang Kakak mulai terdengar lebih keras disusul oleh pintu nan berderit menjerit.

"Adek, lo lihat dress putih gu────Bloody hell."

Suara sang Kakak tak ayal buatnya membalikkan tubuh, menghadap sang Kakak nan tengah sibuk telusuri 'rupa' baru milik sang adik.

"Kak, ini gue.. gue.."

Belum sempat ia tuntaskan kata, sang Kakak justru melangkahkan kaki mendekat lantas berkacak pinggang dengan raut masam.

"Juang, Kakak marah."

Rajuang lantas menelan ludahnya gugup, satu tangannya kini meremat erat kain yang menyelubungi tubuhnya. Namun, ucapan sang Kakak selanjutnya justru buatnya menyesal sudah merasa ketakutan.

"Itu buntelanmu kurang, ih! You need to look super hot. Sini gue tambahin buntelannya."

Rajuang hanya bisa memaki dalam diam dan pasrah dengan perlakuan sang Kakak yang, seolah-olah, membantunya untuk tampil lebih menggoda.

'Ya Tuhan. Sabar Juang, itu Kakak sendiri..'

.

.

.

Rajuang tak henti-hentinya merutuki keberadaan sang Kakak yang tengah singgah di apartemennya, sebab kini, ia justru semakin sengsara dengan wujud barunya. Sungguh, ingatkan dia untuk menguliti temannya atau dalang dari segala kesialan ini, Aris, di 𝘣𝘢𝘻𝘢𝘢𝘳 nanti. Rajuang terpaksa keluar apartemennya seperti seorang maling, menyelinap diam-diam, berharap ia tak berjumpa dengan penghuni lainnya yang mungkin mengenalnya.

Apalagi, berjumpa dengan pemilik ruang di sisi kanannya, Ghifar. Bisa habis ia dimakan cercaan dan tawa memuakkan milik sang pemuda sialan. Ia terpaksa menaiki kendaran roda duanya dengan sedikit, banyak, usaha lebih sebab 𝘥𝘳𝘦𝘴𝘴 yang membatasi geraknya.

Beruntungnya, tak butuh waktu lama untuk ia dapat menembus lalu lintas kota saat itu. Namun, sialnya, tempat diadakannya 𝘣𝘢𝘻𝘢𝘢𝘳 pakaian bekas itu penuh dengan kotak-kotak serupa dengan pajangan yang tak jauh berbeda, belum lagi banyaknya orang yang berlalu lalang buatnya pusing bukan kepalang.

UNEXPECTEDWhere stories live. Discover now