Amarah

1.3K 118 15
                                    

“Aku tau jauh di dalam hatimu, kaulah yang paling menderita saat aku terluka.”

-Gulf Kanawut
.


.
.

Pintu apartemen mewah itu dibanting terbuka menimbulkan suara keras yang dapat merefleksikan suasana hati dari orang yang membukanya.

Mew menarik Gulf yang masih terisak memasuki apartemenya kemudian menghempaskannya keatas tempat tidur. Menimbulkan bunyi ‘buk’ yang cukup kencang.

Klik

Terdengar suara pintu dikunci dalam keheningan yang mencekam.

Gulf menatap taku-takut pada punggung Mew.

Mew masih disana menghadap pintu, membuat Gulf tidak bisa melihat ekspresi apa yang tergambar pada wajah lelaki tegap itu.

Kegelapan yang memenuhi ruangan membuat Gulf semakin tidak tenang. Dilihatnya Mew berbalik secara dramatis dan mulai berjalan perlahan ke arahnya.

Setiap langkah yang diambil Mew bagai sebuah tikaman pada jantung Gulf, Gulf bahkan mengira ia bisa mendapat serangan jantung karena rasa takutnya itu sekarang.

Samar-samar dapat Gulf lihat senyum miring yang terpatri di bibir sang terkasih.

Gulf ketakutan, tubuhnya gemetar tak karuan, netranya bergerak gelisah kemana-mana, lidahnya kelu tak sanggup berkata-kata, dan tenaganya hilang entah kemana.

Satu-satunya yang dapat Gulf lakukan sekarang ini hanyalah menatap orang yang menyandang gelar sebagai kekasihnya itu mengikis jarak diantara mereka.

Semakin mew mendekat, semakin besar pula ketakutan yang Gulf rasa.

Gulf seorang pria. Bukan masalah besar jika dia terlibat perkelahian ataupun pukul-memukul dengan orang lain, dia akui itu.

Tapi lain cerita jika Mew orangnya, antara berkelahi dengan orang yang tidak kau kenal dan dengan orang yang kau cintai tentu berbeda.

Jika itu orang lain, Gulf akan marah dan membalas tapi jika itu Mew…

Jangankan untuk membalas, marahpun ia tak bisa.

Saat hal seperti ini terjadi, satu-satunya yang Gulf lakukan hanyalah berharap. Berharap agar kemarahan Mew lekas mereda dan dia kembali menjadi Mewnya yang lembut dan pengertian.

“Phi nyalakan lampunya dulu, na?”

Gulf berusaha mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk membujuk Mew.

Setidaknya jika lampunya menyala, kemungkinan untuk membuat amarah Mew mereda meningkat. Ada kemungkinan bahwa Mew akan luluh oleh ekspresinya, yah meskipun kemungkinan itu kecil.

Mew menekan pelan pundak Gulf sehingga lelaki yang tadinya akan berdiri itu terpaksa duduk kembali.
Mengelus pelan rambut Gulf, lelaki yang lebih tua setahun itu masih belum berkata-kata.

“P-Phi Mew…” Gulf memanggil takut-takut

“Katakan Gulf…”

Our Different Beautiful Love Story Where stories live. Discover now