Detik detik keraguan

1.1K 73 16
                                    

"APA.? BERPACARAN.???"

"Hehh monyetnya si pria bertopi kuning, lu jangan ngarang deh" bisik gio ke kembarannya,

"Lah masnya ketinggalan berita ya, siapa juga yang ngarang." balas geo tak kalah pelan,

"Seriusan lah, jangan nge-prank dong ntar dipecat mampus lo balik lagi ke kampung" Gio yang setengah percaya dan tidak itu terus mendesak kembarannya yang dianggap sedang bergurau.

"Ya kalik gue nge prank nyonya besar, gue juga gamau kalik didepak jadi gembel lagi"

"Hehh kalian, kenapa malah bisik-bisik." sentakan nyonya Aprilio membuat mereka diam seketika,

"Ma-maaf nyonya, gio duluan yang mulai"

"Kok gue sih" ucap gio tak terima,

"Udah, bisa diem nggak sih. Kamu geo jawab pertanyaan saya tadi kamu yakin kalau dellen dan fia pacaran dibelakang saya.?"

"Yakin 💯% nyonya,"

Nyonya Aprilio mondar mandir dan terlihat seperti memikirkan sesuatu setelah itu berkata, "Sore ini perban dellen dilepas, jika Tuhan mengabulkan do'aku dan dellen bisa melihat kembali besok langsung atur kepulangan ke Indonesia pesan tiket untuk dua orang"

"Dua orang nyonya.?? saya sama gio disuruh bayar sendiri.?" ucap geo kaget,

Nyonya Aprilio menghembuskan nafas mengatur tingkat kesabarannya "Besok kalian langsung pulang ke Jakarta cari Sofia.!!"

" Siap laksanakan nyonya."















*

Setelah memilih untuk undur diri keluar dari rumah sakit Geo dan Gio duduk di bangku taman.

"Kira-kira nanti nona fia diapain sama nyonya besar ya.?" gio bergumam

"Lo nanya sama gue.?" sahut geo,

"Kagak gue nanya sama rumput yang bergoyang"

"Berarti lo udah gila" jawab geo santai,

"Bodoamat gue udah lebih dulu gila, gara-gara punya kembaran modelannya kayak elo. Mana katrok, mulutnya lemes lagi. Kita itu dikasih emak nama keren gini biar kayak orang kota, nyesel gue ngajak kerja lu di Jakarta kalo malu-maluin gue terus"

"Lohh kok jadi ngehina, maksutnya mulut gue lemes itu apaan.!!"

"Ngapain juga lo ngadu kalo mereka pacaran, kita itu nggak berhak ngurusin hidup majikan, mending ngurusin badan lo sendiri biar nggak buncit macam monyet bunting"

"Yaudah sih hubungan hubungan mereka ini, lagian kalau mereka putus itu berarti belum jodoh, lebih baik ketahuan sekarang daripada udah rencana mau nikah terus nggak ada restu kan nyesek.!!"

"Dihhh dianya malah curhat"












**

Sofia masih berada di apartemen erron yang sederhana namun layak. Sehabis pulang dari sekolah perutnya yang keroncongan memaksanya melangkah ke dapur untuk memasak beberapa makanan instan.

Tiba tiba saat akan menuangkan air panas tangan seseorang melingkar diperutnya, bukannya terkesan romantis hal itu malah membuatnya mendelik kaget bukan main dan menumpahkan air panas hingga terciprat ke tangannya yang memegang wadah mi instan.

"Eh sayang kamu gapapa.? maaf maaf" erron yang panik langsung hendak menggapai tangan sofia berniat menolongnya, namun gerakannya terhenti seketika disaat sofia refleks menarik mundur tangannya.

"Gausah nanti aku kasih salep aja, lain kali jangan peluk peluk sembarangan gitu."

"Ya kan niatnya biar romantis fi." ucap Erron dengan murung,

"Tapi aku risih sama sikap kamu yang begitu, jujur aku ngerasa asing sama sentuhan kamu. Bahkan aku masih belum inget sama kamu sepenuhnya" sofia menunduk tak tau harus bagaimana erron sudah baik mau menumpanginya tinggal tapi dia malah tidak tau malu marah marah padanya, andai dia bisa mengingat segalanya.

"Udah udah gapapa, maafin aku yang ngagetin kamu. Mungkin karena kamu masih amnesia aku jadi terlalu antusias ngingetin masa-masa romantis kita, sekarang mending kita obatin aja luka kamu dulu."

Erron menuntun sofia duduk di sofa dan mengambil beberapa salep dari kotak p3k kecil yang ada di apartemennya. Mengoleskan sedikit demi sedikit dengan perlahan salep itu ke luka Sofia yang mulai melebam.

"Makasih".

"Iya sama-sama, oh ya nanti malem aku mau kamu ikut aku jalan jalan" erron berucap begitu saja kemudian berlalu menuju kamar mandi.


Entah kenapa sofia tidak suka dengan sikap pemaksanya, tapi ya sudahlah.














***

"Dellen sayang" aku mendengar suara lirih Mama menyambutku yang membuka mata perlahan dan berharap anak semata wayangnya dapat melihatnya.

Aku mengikuti instruksi dokter agar tidak tergesa-gesa membuka mataku. Ada sedikit perasaan takut akan kegagalanku dimasa lalu. Bisakah aku tidak membuka mataku sekarang.?

Rasanya kelopak mata ini terasa lebih berat dari beban tubuhku, percayalah terasa sangat aneh dan perih saat aku berusaha menggerakkan bola mataku. Ternyata tidak semudah sinetron yang dahulu ku lihat.

Tunggu.!!
Kenapa perih.? ini bukan kali pertama aku melakukannya. Apakah... apakah operasi yang kujalani berhasil.?
Tuhan apa kau mengabulkan permintaanku.?

Dengan pasti ku paksa tirai mata ini membuka perlahan,


SILAU..



Sinar apa ini.?
"Dokter.? kenapa sangat silau.? bisakah aku melanjutkan membukanya.?" tanyaku pada dokter berhati-hati,
kemudian terdengar seseorang menerjemahkan kata-kataku dalam bahasa Korea dan lalu orang tersebut menyuruhku melanjutkannya perlahan.

"Apa tidak apa-apa.?" aku masih merasa ragu dan takut.

"Tentu tidak apa-apa, beranilah.! bayangkan hal indah yang sangat ingin kau lihat anak muda dan percaya semua akan baik-baik saja" dan setelah itu hening menyelimuti diriku dengan segala keraguan.
















"Tuan muda cepatlah buka mata anda, agar bisa melihat seberapa mirip aku dengan Gio kesayanganmu"

Gio mengusap wajahnya kasar mendengar lelucon konyol yang dilontarkan kembarannya. Dasar.!!

"Aku yakin kau tidak lebih tampan dari gio"
tiba-tiba secara tidak terduga Dellen menyahuti ucapan geo,

Semuanya terkekeh mendengar ejekan Dellen pada geo, pasalnya kata-kata Dellen itu tak pernah meleset.

"Ck.. bisa bisanya lo nglawak, lawakan yang nggak sadar diri gitu" gio menyenggol bahu geo yang sedang memberi semangat pada tuan muda yang disayanginya, bukan kesal melainkan dia bahagia kembarannya bisa mencarikan suasana yang tegang sedari tadi, ada gunanya juga gio membawanya kemari.

"Wennirinya.?" *apakah ada masalah.?

seluruh penghuni ruangan menatap dokter yang tiba-tiba bersuara karena tidak memahami percakapan diantara kami.

"Amugotto anieyo" *gak ada apa-apa kok.

"Ayo Dellen kamu harus berusaha membuka matamu tanpa rasa takut," sambung pentranslater itu.










Aku menarik nafasku dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, meyakinkan diriku sendiri kali ini adalah akhir dari segalanya. Sofia, aku pasti akan segera dapat melihatmu.












~TBC~
by.Yusyca

Dear DELLEN  (ON GOING)Where stories live. Discover now