(i) visiting him

1.5K 82 26
                                    

Malam ini Hokuto tidak bisa tidur nyenyak. Padahal suhu udara sedang sejuk, sangat sunyi dan seharusnya bisa membuat siapapun tidur tenang lebih dari enam jam. Tapi lain dengan pemuda yang sedang bergelung di balik selimut tebal itu. Ia mengerang kesal, alasan ia tidak bisa tidur adalah karena pikiran yang melambung jauh pada kekasihnya.

Terhitung sudah dua bulan sejak Kazuma bekerja di Tokyo dan membuat keduanya mau tidak mau harus menjalani hubungan jarak jauh. Hari Jumat lalu—yang artinya sudah satu minggu—Kazuma sakit. Setiap kali Hokuto menelepon, suara batuk atau kegiatan membersit hidung selalu menginterupsi. Dan itu sangat cukup untuk membuat Hokuto khawatir sampai tidak bisa tidur.

Hokuto menyibak kasar selimutnya, ia bangun dan berjalan menuju dapur. Ia mengambil satu cup es krim vanilla dari dalam freezer dan membawanya ke meja makan. Ia menyalakan ponselnya yang tergolek di atas meja. Pukul dua dini hari. "Apa Kazuma sudah tidur?"

Jemarinya menggulir deretan kontak yang tersimpan untuk mencari nomor Kazuma. Hokuto mengembuskan napasnya kasar, segera ia menekan layar untuk memanggil kekasih tampannya lalu menempelkan benda pipih itu pada telinganya. Sebenarnya, Hokuto tidak berharap Kazuma mengangkat panggilannya karena itu artinya Kazuma sedang tidur sekarang.

/"Ada apa, Hoku-chan?"/

Tidak butuh waktu lama, panggilan itu sudah diterima oleh Kazuma. Membuat Hokuto terdiam beberapa sekon sebelum akhirnya ia mengembuskan napasnya kasar satu kali lagi.

"Kenapa kau masih bangun?"

/"Ada laporan yang belum kuselesaikan."/ Suara pemuda di seberang sana terdengar sangat parau. /"Kau sendiri kenapa masih bangun?"/

"Tidak, aku hanya merindukanmu." Satu tangannya yang bebas memainkan sendok es krim.

Ia tersenyum kecil mendengar Kazuma terkekeh di sana. /"Bulan depan kusempatkan pulang."/

"Kazuma, kau sudah ke dokter 'kan?" tanya Hokuto, nada khawatir terdengar jelas oleh Kazuma.

/"Sudah kok. Hoku-chan tidak perlu khawatir."/

Hokuto mendecak sebal pada Kazuma yang sedang berusaha untuk menenangkannya. "Tapi kau masih sakit!"

/"Hanya flu, tidak menganggu aktivitasku."/

"Tidak menganggu aktivitasmu itu bukan berarti kau tetap lembur setiap hari 'kan? Kau butuh tidur setidaknya tujuh jam, Kazuma! Kenapa kau perlu repot-repot membawa pulang pekerjaanmu dan mengurangi jatahmu istirahat, huh?" Hokuto tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengomel. Kazuma berdeham hendak membuka suara, tapi Hokuto memotongnya lebih dulu. "Terserah apa katamu, kau menyebalkan!" teriak Hokuto.

Panggilan dimatikan sepihak oleh Hokuto. Ia mengusap kasar wajahnya. Kenapa Kazuma tidak bisa menjaga dirinya sendiri? Kenapa Kazuma selalu membuatnya khawatir? Ponselnya berdering lagi, peneleponnya tidak lain adalah Kazuma. Tanpa pikir panjang, ia menolak panggilan itu dan malah memanggil nomor lainnya.

/"Argh! Kenapa kau selalu menelepon saat mimpiku sedang indah-indah sih?!"/

"Shogo, aku akan mengambil jatah cutiku."

/"Astaga! Dan kenapa pula aku harus mendengar permintaan cutimu dini hari begini?! Dengar, kau gila kalau mau mengambil cuti di tengah penjualan kita yang sedang melonjak?! Siapa yang—"/

"Iwaya Shogo, aku tidak mau mendengar komentarmu! Pokoknya aku akan ambil cuti tiga hari, kau pasti bisa menguruskannya. Jaa."

-

Keberangkatan pertama Shinkansen adalah pukul setengah enam tadi. Begitu selesai dengan telepon Shogo, Hokuto langsung mengepak barang-barangnya. Pukul empat ia bersiap menuju stasiun, persetan dengan dirinya yang masih mengantuk.

[com·pi·la·tion // kzhk]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora