- satu malam bersama zee dan saint -

1K 102 52
                                    

Kedua insan itu tengah melangkahkan kakinya, berjalan beriringan menuju kosan Saint. Namun tidak ada pembicaraan lebih lanjut, si junior yang terlarut dalam pikirannya sendiri, sementara Zee memberikan space sejenak untuk adik tingkatnya itu.

Tetapi saat kakinya menapak di pertigaan jalan menuju kosan Saint, si senior teringat sesuatu.

"Makan dulu yuk?" ajaknya tiba-tiba, mengutarakan apa yang ada dipikiran. Lantas Saint langsung menoleh. "Lo terakhir makan pas break maghrib kan."

"Saya gak la--"

Kruyukk~

Saint malu bukan main karena perutnya keroncongan di saat yang tidak tepat. Hal itu membuat Zee terkekeh pelan lalu mengacak poni anak itu gemas.

"Mau ke Mekdi?" Zee langsung menyarankan tempat itu karena bagaimana pun restoran cepat saji yang berlokasi di seberang kampusnya adalah tempat pertama yang membuatnya bisa lebih mengenal Saint. Yap, insiden ojek payung.

Tanpa basa-basi, Saint langsung menggeleng. "Males nyeberang lagi."

Ya. Sayangnya kosan mereka di daerah belakang kampus, sedangkan Mekdi berseberangan dengan pintu depan kampus. Malas sekali rasanya berjalan sejauh itu.

Akhirnya nasi campur di persimpangan jalan yang buka 24 jam menjadi pilihan. Zee bilang kalau dirinya lumayan sering nongkrong di tempat ini bersama gengnya.

"Enak gak?" Zee langsung bertanya setelah Saint menyicip beberapa sendok sajian kedai kecil ini.

Masih mengunyah dengan pipinya yang gembul, Saint mengangguk--oh tentu saja ada yang merasa gemas dengan tingkah si adik singkat.

"Makasih, kak. Saya baru tau ada tempat makan di daerah sini," jujurnya. "Hehe besok kalo bosen makan nasgor di kosan bisa ke sini."

Mereka pun lanjut menikmati santapan malam itu. Sesekali berbicara tentang hal random mulai dari selera musik Zee karena sempat salah kirim hingga bercerita tentang dosen mata kuliah umum yang tugas akhirnya jalan-jalan ke TMII.

"Dulu Goy malah nekat ga ikut ke TMII sampe ditelfon sama dosennya pas hari H. Bodoh banget emang," cerita Zee.

Mendengar nama senior yang baru saja berurusan dengan temannya di rapat besar barusan, Saint bergumam sebagai respon. Lalu kembali termenung.

Zee yang maklum pun mencoba meluruskan, "Saint, lo tau gak kalo PKMP sebenernya yang dilatih mental itu panitianya bukan pesertanya."

Atensi Saint pun kembali ia dapatkan.

"Maksudnya gimana kak?"

"Ya gitu," jeda sejenak, Zee menyeruput es teh tawar di sisi mejanya. "Peserta ngalamin PKMP cuma tiga hari dua malem, kalo panitianya berapa lama? Lebih dari sebulan kan. Ditekan sama senior, dapet kritik ini itu, belom lagi ngejar akademik barengan sama rapat yang sampe malem macem gini."

Saint mengangguk lalu merenungkan penjelasan panjang lebar seniornya itu. Memang gak bisa dibohongi sebagai ketua pelaksana, ia merasa benar-benar tertekan. Kadang khawatir kalau ia yang sesungguhnya tidak kompeten untuk mengayomi teman-teman koornya.

"Jadii," lagi suara bass Zee kembali menarik perhatian Saint. "Kalo ada apa-apa lo bisa cerita ke sesama koor, karena lo gak ngelakuin semuanya sendiri. Kalian satu kepanitiaan loh."

Tanpa sadar Saint mengerucutkan bibirnya, memikirkan konsekuensi ke depan.

"Saya gak mau ngerepotin temen-temen saya kak. Tugas mereka udah banyak di sie masing-masing."

Kini giliran Zee yang diam. Bukan karena kehabisan kata-kata untuk memotivasi si adik tingkat, tetapi ia ragu untuk mengatakannya. Kedua matanya pun masih terfokus pada figur Saint yang amat sangat menggemaskan dan manis dalam pandangannya.

zaintsee: youth - finishedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang