Part 8 Annisa Untuk Akira

1K 108 8
                                    

Perjalanan melambat di kombinasikan bau obat, menjeda rusbang kayu jati berwarna coklat di emperan poli bercat putih, tepat di depan kamar tempat Ummi dirawat jadi tempat singgah penuh harap Abi dan Ali. Kecemasan meliputi mereka berdua. Bukan hanya satu, Annisa yang sampai detik ini belum datang dan Ummi yang belum tahu akan seperti apa kondisinya.

Wajah mendung Abi bahkan terlihat lebih parah. Ia merasa tak sanggup lagi menyalahkan dirinya. Ia masih sedikit menahan memar di hati. Karena terlalu banyak mempercayai kekerasan hati akan Nasab yang sulit ditepati sehingga terjatuh berkali-kali. Dalam keterpaksaan sunyi, Semua penyesalan Abi tampak sia-sia saat ini. Abi berharap dokter segera tiba. Menjumpainya dan berkata Ummi baik-baik saja. Di tempat menunggunya, Abi memilih bisu. Akhirnya Abi belajar bagaimana cara menjadi gagu. Sehingga untuk selanjutnya Abi tak mudah menyulut pertengkaran. Ia tak ingin lagi, dengan memori dan keyakinannya semu mengambil sikap bermusuhan. Membuat kericuhan dengan darah dagingnya sendiri.

Tatapan mata Abi bergetar tatkala setiap kali langkah sunyi iringan perawat mendorong ranjang jenazah menuju kamarduka yang memang letaknya tidak jauh dari kamar Ummi. Walaupun Abi tahu itu bukan istri yang telah menjadi korban karena dipisahkan dari anak-anak olehnya. Di rumah sakit ini, kesedihan merayapi lorong bagai hantu gentayangan. Air mata tumpah bisa tumpah kapan saja, kematian begitu menakutkan, ia bisa datang kapan saja tak kenal waktu. Abi merasa seolah dihujami peristiwa hitam terjulur santun melalui matanya, seperti menyambut langit meredup sebelum senja muncul. Cukup untuk membungkam Abi dengan segumpal haru.

Tibalah giliran seorang dokter berstelan jas berwarna putih susu, datang dari arah kiri, menuju kamar Umi. Wajah dokter tersebut sangat tegas, ada sebuah harapan yang disematkan pada siang ini. Harapan Abi, akan istri yang paling ia cintai.

"Dokter, selamatkan Istri saya dok," Ujar abi berdiri seketika menjeda langkah dokter sebelum memasuki ruangan dimana Ummi dirawat.

"Iya pak kami akan berusaha semampu kami, bapak bisa berdoa untuk membantu ikhtiar yang kami lakukan," Ujar Dokter

Dokter tersebut kemudian memasuki ruangan kamar Ummi dengan Langkah paling tegas.

"Abi," Ali mencoba mencairkan suasana

Abi memandangi anak laki-lakinya, Ali. Korban pertama dari kekerasan hatinya.

"InsyaAllah Ummi sehat bi, Ali sudah sms Nissa, tentang kondisi Ummi."

Abi hanya berucap "Amin" dengan sangat lirih.

"Ali, Maafkan Abi, Abi benar-benar menyesalkan apa yang telah Abi perbuat," Ujar Abi menyesal atas lisannya yang serupa peluru yang ditembakkan begitu tajam waktu itu. Ia tatap Azizah istri Ali dan Farhah, cucunya.

"Enggak Abi, Abi nggak salah, wajar jika Abi ingin menjaga Nasab suci Baginda Muhammad SAW yang ada di setiap darah anak-anak Abi, termasuk Aku. Mungkin apa yang kulakukan tidak sepenuhnya benar, namun aku sudah memilih wanita muslim yang bagi ku mampu menjaga keislamannya. Baginda Rasul mudah-mudahan merestui apa yang kujalani, bahwa kasihku atas dasar agama yang beliau turunkan dari zaman ke zaman rahmatan lil alamin dari Allah SWT." jelas Ali panjang.

"Ali, Ketahuilah, Bahwa dulu dan sampai detik ini, kehadiranmu dan Annisa di dunia ini merupakan sesuatu yang indah di mata Ayah. Kehadiran kalian merupakan wujud harapan dan kecintaan Abi dan Ummi. Ayah bahagia sekali karena hadirnya dirimu. Maafkan atas semua kesalahan Ayah," Ayah mengulangi penyesalannya lalu mengakhir dengan pelukan terhadap Ali anaknya.

"Abi, Abang Ali, Ibu dimana bang, bagaimana keadaan ibu?"

Suara yang paling ditunggu menyadarkan Abi dan Ali. Annisa langsung datang setelah melihat sms Abi.

Akira dan Annisa (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang